Gulai belut (Makanan khas Rantau Panjang Tabir)
Gulai Belut adalah makanan khas dari Suku Batin di Rantau Panjang, Kabupaten Merangin, Jambi. Gulai ini dibuat dengan bahan dasar Belut, dicampur dengan Sayuran Pakis, Santan Kelapa dan Rempah-rempah. Gulai Belut menjadi makanan favorit masyarakat Rantau Panjang disaat Bulan Ramadhan maupun dihari-hari biasanya. Gulai Belut yang dibuat dengan bumbu tradisional yang diwariskan secara turun temurun. Cita rasanya yang pedas memberikan sensasi tersendiri. Kemasyuran Gulai Belut ini sudah tak asing lagi bagi Masyrakat Kabupaten Merangin. Gulai Belut Khas Merangin menjadi menu andalan Pemerintah Kabupaten Merangin kala menjamu tamu kehormatan dan tamu-tamu undangan.
Cara memasaknya bahan utamanya tentu saja adalah belut, yang memberikan cita rasa gurih dan sedikit manis yang khas. Belut biasanya dipotong-potong dan dimasak hingga empuk dalam kuah gulai yang kental dan berwarna kuning kemerahan. Ciri khas lain dari gulai ini adalah penggunaan sayur pakis yang memberikan tekstur renyah dan rasa sedikit getir yang unik, berpadu sempurna dengan belut. Kuah gulai sendiri terbuat dari campuran berbagai bumbu rempah tradisional seperti santan, cabai, kunyit, jahe, lengkuas, bawang merah, bawang putih, dan rempah lainnya yang dihaluskan. Kombinasi bumbu ini menghasilkan cita rasa yang pedas, gurih, dan aromatik yang sangat menggugah selera. Terkadang, ditambahkan pula irisan cabai rawit utuh bagi pecinta pedas yang lebih ekstrem. Secara keseluruhan, gulai belut Rantau Panjang menawarkan pengalaman kuliner yang unik dengan perpaduan rasa gurih, pedas, dan tekstur yang beragam dari belut dan pakis dalam kuah gulai yang kaya rempah.
"Gulai Belut ini rasanya beda dengan gulai-gulai lainnya. Gulai ini tidak bisa sembarangan saat memasaknya. Untuk belut harus sesuai dengan takaran sayur pakis, begitu juga dengan rempah dan bumbu campuran. Salah masuk rasanya pasti tidak sesuai dengan yang diinginkan,"
kenikmatan gulai ini sudah banyak diakui oleh masyarakat, bahkan di tingkat provinsi maupun nasional. Sudah beberapa kali menu gulai belut ditayangkan di TV nasional. "Makanya, kalau ada tamu baik di rumah maupun yang di undangan, biasanya gulai belut menjadi hidangan yang disuguhkan. Kalau lagi ngumpul dengan keluarga, tanpa hidangan gulai belut rasanya belum afdol,"
Adapun makna filosofisnya berdasarkan bahan, cara pembuatan, dan konteks budaya di mana makanan ini berasal yaitu:
1. Adaptasi dan Keuletan:
*Belut sebagai Bahan Utama: Belut adalah hewan yang hidup di air dan lumpur, dikenal dengan kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang sulit dan bergerak lincah. Ini bisa melambangkan sifat masyarakat Rantau Panjang atau masyarakat pada umumnya yang harus memiliki kemampuan adaptasi dan keuletan dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
*Sayur Pakis: Pakis adalah tumbuhan yang kuat dan tumbuh subur di berbagai kondisi. Penggunaannya dalam gulai belut bisa melambangkan ketahanan dan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada.
2. Kearifan Lokal dan Tradisi:
*Bumbu Tradisional Turun Temurun: Penggunaan bumbu tradisional yang diwariskan secara turun temurun menunjukkan adanya nilai pelestarian tradisi dan kearifan lokal dalam kuliner ini. Ini bisa menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan warisan budaya.
*Cara Memasak yang Tidak Sembarangan: Informasi bahwa memasak gulai belut tidak bisa sembarangan dan memerlukan takaran yang tepat untuk menghasilkan rasa yang diinginkan bisa mencerminkan nilai ketelitian, kesabaran, dan kehati-hatian dalam melakukan sesuatu.
3. Kebersamaan dan Kekeluargaan:
*Hidangan Favorit saat Ramadhan dan Acara Keluarga: Dijadikannya gulai belut sebagai hidangan favorit saat bulan Ramadhan dan acara kumpul keluarga menunjukkan nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat dalam masyarakat. Makanan ini menjadi simbol kehangatan dan keakraban.
*Menjamu Tamu Kehormatan: Penggunaan gulai belut sebagai hidangan untuk menjamu tamu kehormatan mengindikasikan nilai keramah-tamahan dan penghargaan terhadap orang lain.
4. Kekayaan Alam dan Kuliner:
*Pemanfaatan Sumber Daya Lokal: Penggunaan belut dan pakis yang kemungkinan besar merupakan sumber daya lokal Rantau Panjang menunjukkan kekayaan alam daerah tersebut dan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkannya menjadi hidangan yang lezat.
*Cita Rasa yang Unik: Rasa pedas yang menjadi ciri khas gulai belut bisa melambangkan semangat, keberanian, atau bahkan tantangan dalam kehidupan.
Secara filosofis, gulai belut khas Rantau Panjang kemungkinan besar mengandung makna tentang adaptasi, keuletan, pelestarian tradisi dan kearifan lokal, nilai kebersamaan dan kekeluargaan, serta pemanfaatan kekayaan alam.Gulai belut khas Rantau Panjang bukan sekadar hidangan, melainkan sebuah simfoni rasa dan tekstur yang memikat. Bayangkan gurih lembutnya belut yang berpadu dengan renyahnya pakis liar, semuanya terselimuti dalam pelukan kuah gulai yang kaya rempah, menghadirkan ledakan cita rasa pedas yang menantang sekaligus menghangatkan. Lebih dari itu, setiap suapan gulai belut seolah mengisahkan tentang kekayaan alam Rantau Panjang dan kearifan lokal dalam memanfaatkannya, menjadikannya bukan hanya santapan lezat, tetapi juga jejak rasa yang tak terlupakan dari bumi Melayu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI