Rabu, 5 Februari 2025
Peringatan St. Agata, Martir
Ibr 12: 4-7, 11-15; Mrk. 6:1-6
Barangkali sebagian dari kita pernah mendengarkan cerita ini: Suatu ketika seorang pelukis menggambar Yesus yang sedang berdiri di depan pintu hendak mengetok pintu. Setelah menggambar, dia bertanya kepada teman-temannya perihal meminta masukan dan melihat kekurangan dari gambarnya.
Setelah mengecek gambar tersebut, teman-temannya menilai bahwa gambarnya bagus. Hanya saja, yang menjadi kekurangan dari gambar tersebut adalah kurangnya gagang pintu.
Kemudian si pelukis ini memberi jawaban yang menarik. Katanya, "pintu itu sengaja tidak diberi gagang pintu. Pintu melambangkan hati manusia, karena ketika Yesus mengetuk, pintu hati manusia hanya bisa dibuka oleh pemilik hati"
Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang penolakan orang-orang terhadap Yesus, dan penolakan itu justru terjadi di tempat asal Yesus. Orang-orang sekampung Yesus menolak Yesus karena mereka mengetahui asal-usul-Nya.
Atas perlakuan orang-orang Nazareth itu, Yesus kemudian amat heran terhadap orang-orang sekampung-Nya. Bahkan Yesus tidak dapat membuat mukjizat, kecuali menyembuhkan beberapa orang yang datang kepada-Nya.
Seorang teolog Jerman bernama Erich Grsser mengatakan bahwa kuasa Yesus adalah keselamatan bagi manusia, dan keselamatan itu cuma-cuma untuk manusia. Namun, keselamatan itu menjadi tidak ada gunanya bila manusia tidak terbuka terhadap tawaran keselamatan yang dibawa oleh Yesus (bdk Majalah Hidup edisi no. 05 2025).
Pernyataan Erich Grsser ini kiranya bisa menjelaskan situasi Yesus dan orang-orang Nazaret. Yesus tentu datang dengan niat baik untuk memberi andil yang baik untuk orang-orang di tempat asalnya. Tapi justru ditolak. Mereka hanya mengenal Yesus sebagai anak tukang kayu dan tidak melihat Dia sebagai Mesias yang datang untuk menyelamatkan umat manusia.