Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kesempatan Kedua

6 Januari 2021   19:51 Diperbarui: 6 Januari 2021   22:53 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Dokumen Pribadi)

Sekarang, semua malam adalah sama. Tidak ada lagi malam-malam yang istimewa. Bintang-bintang tidak lagi menggairahkan, dan bulan tak mampu lagi menghadirkan puisi-puisi. Angin tidak lebih dari kehampaan, tidak ada lagi pesan-pesan rindu dalam setiap hembusannya. Dan malam hanyalah akhir dari sebuah hari yang melelahkan. Tidak ada lagi seseorang yang perlu dirindukan pada jelang ujung sebuah hari.

Sudah hampir sejam Susi duduk di teras rumah sendirian. Gelas kopi yang tinggal setengah sudah dingin. Entah sudah berapa kali alunan lagu-lagu patah hati mengisi ruang-ruang kosong di hatinya. Susi melirik ke ponselnya. Tidak ada pesan yang masuk. Apalagi dering telepon.

Akhir-akhir ini, Susi yang periang itu mendadak menjadi pendiam. Mungkin benar. Ia tidak dibutuhkan lagi. Hatinya telah dipatahkan. Ia beranjak bangun menuju kamar tidurnya, meninggalkan malam yang sepi, membiarkan angin menerbangkan semua umpatan yang tidak sempat ia ucapkan dengan mulutnya.

***

Semua bermula dari suatu hajatan di kampus, beberapa bulan sebelumnya. Bersama beberapa temannya, Susi menjadi misdinar (putra-putri altar) ibadah syukur ulang tahun kampus. Sebenarnya Susi belum mengenal semua teman-temannya yang bertugas sebagai misdinar karena mereka berbeda jurusan. Hanya saja sifat Susi yang periang dan pandai bergaul itu membuatnya mudah berbaur dengan teman-teman barunya itu.

Selama resepsi berlangsung, Susi tampak tidak tenang. Matanya jelalatan, siapa tahu ia bisa menemukan laki-laki yang wajahnya mirip pria-pria tampan dalam film drama Korea kesukaannya. Namun saat itu tidak ada yang menarik perhatiannya; kecuali Prian, teman misdinarnya yang sejak tadi irit berbicara dan tampak pendiam.

Prian memang pendiam. Tapi bukan pemalu. Terkesan misterius. Ia memang irit bicara, bahkan Susi pun tidak tahu persis kapan terakhir kali mendengar suara Prian. Awalnya Susi sama sekali tidak menghiraukan sikap Prian itu.

Namun, perhatian Susi benar-benar tertuju pada Prian ketika guyonannya saat jam makan siang berhasil membuat Prian tertawa lepas. Susi terkejut, tetapi merasa puas. Prian yang pendiam itu akhirnya tertawa juga. Susi tidak menyangka sama sekali, perjumpaan dengan Prian kala itu menjadi awal dari sebuah hubungan yang benar-benar menguras perasaannya.

Semenjak itu, hubungan keduanya menjadi makin akrab. Keduanya sering bertukar pesan dan saling memberi kabar. Keakraban itu perlahan menumbuhkan benih-benih cinta dalam hati Susi. Perhatian yang diberikan Prian kerap membuatnya terbawa perasaan dan merasa spesial. Bahkan Prian sering meminta pendapatnya terkait tugas-tugas kuliah dan ketika ingin mengambil keputusan.

Sejak mengenal Prian, Susi pun tampak mulai berubah. Hari-harinya tampak lebih menyenangkan dari hari-hari sebelumnya. Kebiasaan menghayal memiliki pasangan sempurna seperti artis drama Korea perlahan hilang. Ia kerap tampil lebih menawan dari sebelumnya, dan selalu merindukan Prian saat malam tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun