Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Diego Maradona: Legenda yang Berpulang di Ujung Tahun

30 Desember 2020   22:03 Diperbarui: 31 Desember 2020   07:39 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Diego Armando Maradona. Sumber: Agence France-Presse - Getty Images)

"Apa yang membuat seseorang menjadi legenda?", demikian bunyi kalimat pembuka dalam film dokumenter 'World Cup Legends: Maradona' yang kasetnya masih tersimpan rapih di kamar saya. Pertanyaan yang menarik.

Pertanyaan ini terasa pas untuk sosok Diego Armando Maradona. "Apa yang membuat Maradona menjadi legenda?". Kemampuan mengolah bola, kharisma di atas lapangan, kesetiaan, atau jasanya atas tim? Maradona memiliki semua perangkat membuatnya menjadi seorang legenda sepakbola sepanjang sejarah.

***

Maradona adalah seniman di lapangan hijau. Ia mengukir keindahan di lapangan dengan kaki kirinya, drible memukau, gocekan-gocekan brilian, liukan-liukan maut yang mempesona, plus aura kepemimpinan yang kuat.

Yang paling diingat tentu saja perempatfinal Piala Dunia 1986 di Mexico. Maradona membalas kekalahan Argentina dari Inggris dalam perang Malvinas empat tahun sebelumnya dengan sepasang gol yang tidak akan pernah dilupakan sejarah sepakbola.

Konon, dua gol yang diciptakan Maradona menjadi gambaran, siapa sosok Maradona itu sendiri. Dua gol bersejarah itu menjadi simbol dari dua sisi wajah Maradona, sebagai 'iblis' serentak sebagai 'malaikat'.

Gol pertama ia ciptakan dengan licik. Rupanya tangan kirinya juga menjadi tangan terkuat, selain memiliki kaki kiri maut. Ia mengecoh kiper Peter Shilton dengan sentuhan tangan dan membelokan arah bola, sepersekian detik lebih gesit ketimbang kepalan tangan Shilton yang siap meninju bola.

Wasit tidak melihat. Belum ada VAR. Protes diabaikan. Dan sah-lah gol itu. Maradona mengakui gol terlarang itu dengan elegan. "The goal was scored a little bit by the hand of God, another by the head of Maradona", ujarnya dilansir dari Youtube Oh My Goal. Tidak heran jika majalah FourFourTwo Indonesia (Juli 2006) menempatkan gol tangan Tuhan itu pada urutan teratas dari unforgetable moments dalam sejarah Piala Dunia.

Namun, beberapa menit kemudian, Maradona menunjukkan kejeniusannya. Ia meliuk-liuk dari tengah lapangan, mengecoh beberapa bek Inggris (plus kiper) yang kelabakan, dan dengan mudah serta timing yang tepat, Maradona menceploskan bola ke gawang Shilton untuk kedua kalinya. Sungguh gol berkelas, menghipnotis, dan memanjakan mata pencinta , bahkan menjadi the goal of the century.

Victor Hugo Morales, sang komentator, dengan semangat mengiringi liukan Maradona tersebut: "El genio del futbol mundial, y dj el tercero, y va a tocar para Burruchaga. Siempre Maradona! Genio! Genio! Genio! Ta-ta-ta-ta, goolll!!! Goolll! Quieri llorar, Dios santo viva el futbol...".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun