Mohon tunggu...
Maria Lidwina Resti
Maria Lidwina Resti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar terbiasa menulis

Menikmati musik, sejarah dan komik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pernikahan Adat Suku Dayak Kantuk, Cerai Kena Hukum Adat

21 Desember 2021   21:54 Diperbarui: 21 Desember 2021   22:23 2019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri
Pernikahan Adat Suku Dayak Kantuk
Pernikahan Adat Suku Dayak Kantuk "Bekitau"/dokpri

Pernikahan adat sudah menjadi kebiasaan, terutama di Kalimantan Barat yang sudah diturunkan turun-temurun oleh leluhurnya. Salah satunya adalah suku dayak kantuk yang berada di Desa Nanga Kantuk, Kecamatan Empanang, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat.

Proses pencarian data dilakukan dengan wawancara bersama Yohanes Pulin selaku Komplit atau Kepala Adat Desa dan juga dibimbing oleh dosen Universitas Diponegoro  yaitu dr. Sri Winarni, M. Kes.

Dalam hasil wawancara, sebelum melangsungkan nikah adat, proses pertamanya adalah Tunang jika di adat kantuk barang tunang harganya sejuta untuk balang tunang atau sanksi adat yang mana jika calon mempelai laki-laki memberikan cincin, ngeluarkan ongkos dan mengakhiri tunangnya maka semua yang telah diberikan hilang percuma atau tidak bisa diambil.

Awal proses tunang, bisa langsung minta langsung tunang, bisa lebih dulu minta-meminta berarti janji hari kemaya tunang (kapan tunangannya), lalu kemaya nikah gereja (kapan nikah gereja) langsung nikah adat. Dalam adat kantuk tidak mengeluarkan biaya dalam “minta nanya” dan dalam menjalani tunangnya jika balang tunang sepa muai baik laki atau iduk (mengakihiri pertunangan baik laki-laiki atau perempuan ) maka barang yang dikasi akan hilang percuma dan didenda sejuta.

Selanjutnya, acara nikah adat suku kantuk supaya tidak digangu gugat, kiri-kanan, tidak menjadi bahan omongan “kalau besi udah dijilat, manuk (ayam) udah disayat disah kedua laki bini (suami istri) dan adat bejalai (bejalan)”. Akan adanya sanksi atau hukum adat baik dari suami atau istrinya yang minta cerai, yaitu:

  • Akan dikena adat 25 juta jika istrinya sudah melahirkan maka suami tidak akan bertanggung jawab lagi dengan anaknya jika yang meminta cerai adalah suami.
  • Akan dikenakan adat 10 juta jika belum memiliki anak dan yang meminta cerai adalah suami.
  • Akan dikenakan adat 10 juta baik memiliki anak atau tidak  jika yang meminta cerai adalah istri.
  • Denda adat dari 25 juta dan 10 juta melihat kejadian kemungkinan bisa lebih rendah bisa juga lebih tinggi jika dalam keluarga tersebut adanya kekerasan dalam berumah tangga yang akan dikenakan hukum adat berlapis, maka bisa lebih dari denda adat yang ditentukan. Yang mana adat mukul melaksa kediri  (Kekerasan sendiri) dan adat muai bini atau laki Kedirik (cerai sendiri).
  • Seiring berjalan waktu sudah memakai buah, 1 buah 25 ribu yang mana istilah adat untuk nilai duit (uang), jika kejadian cerai ini kantuk sama kantuk maka menggunakan buah akan tetapi jika kantuk sama iban menggunakan duit tidak buah menggunakan adat lintas utara yang mana dewan adat baik dari provinsi, kabupaten, kecamatan dan dibawahnya  berkumpul dan meremukan nikah adat menjadi tema “Kaban Begulai” dalam musyawarah adat. Ditinjau kembali selama 5 tahun sesuai dengan perkembangan zaman.
  • “Cerai Manis” yang mana kedua suami istri sama-sama “ngai begulai” (tidak mau bersama) lagi, keduanya setuju untuk cerai maka sanksi adat diatas tidak berlaku lagi dan hanya bayar ongkos ketua adat.

Barang-barang yang digunakan dalam nikah adat suku dayak kantuk, yaitu:

  • Manuk (ayam) untuk “bekitau”

Taho laki atau induk (bisa jantan atau betina), tidak boleh cacat, tidak boleh manuk putih, harus manuk kampung dan harus sehat yang mana manuk ini memiliki arti buah sampi, ngengkelan nyubur langsung diak besabu ayu buah kitau, tahuo gerai, taho nyamai dan roh kuat.

  • Nerima temuai (terima tamu) “bealualu”

Digunakan saat mau nikah atau tunang bisa menggunakan manuk (ayam) dan juga bisa menggunakan jane (babi), yang pada saat nerima temuai ada yang nginjak jane oleh rombongan yang mau nikah tadi ada dengar barang yang tidak senonoh dijalan  seperti ada dengar burung tertentu, ada dengar orang tabrakan maka nginjak jane ini bisa  untuk sampi jane atau sampi manuk karena baik bulu jane atau bulu manuk ada memiliki arti jika ada yang tidak baik maka diadakan bebiau lalu bealualu. Jika memang ekonomi lumayan maka bisa menggunakan pedarak, semisal ekonomi lemah tidak maka bisa menggunakan manuk  atau jane (babi) menyesuaikan keadaan ekonomi.

  • Besi

Bisa dinijak, buat diketup yang mana untuk “Semangat Roh”.

  • Baca darah manuk (ayam)

Darah manuk bisa dilihat, jika langsung beku pas ditungkup tidak jatuh berarti kedua mempelai paling kuat iman dalam keluarga, kedua laki bini (suami istri) tidak ada permasalahan, semisal malah sebalik jika darah ayamnya cair berarti ada masalah nantinya dalam keluarga. Jika dalam darah ada bintik-bintik putih menandakan ada anak atau ada “buah anak”. 

Baca darah manuk ini sudah menjadi kebiasaan dengan dibuktikan pada masa bekeluarga serta para tetuah yang membaca darah manuk tidak memberitahu arti dari darah manuk pada saat nikah adat berlangsung karena jika menunjukan hasil yang kurang baik akan menimbulkan beban atau sugesti bagi kedua suami istri tapi seperti buah anak boleh dikasi tahu menanda bahwa akan mempunyai anak jika tidak memiliki buah anak tidak boleh dikasi karena lagi masa “bekitau”.

Sering dilihat bahwa nikah adat dilakukan pada malam hari padahal tidak ada aturan jika nikah adat harus malam, tetapi sudah menjadi kebiasaan. Terlebih sekarang sebelum nikah adat ada nikah sipil atau nikah gereja dll, maka dilakukan dulu nikah gereja lalu siangnya resepsi terakhir adalah nikah adat pada malam hari.

Dalam nikah adat, jika sudah cerai berarti bisa nikah lagi karena udah dibayar adatnya. Tidak ada mengijinkan orang cerai makanya ada sanksi adat, dalam kata sambutan sudah diberitahu jika mau nikah maka pikir-pikir dulu.

Nikah adat sudah nasional, tapi untuk catatan sipil tidak berlaku cuman nikah adat seiring dengan agama yang mana tidak melenceng. Dalam agama kalo sudah menikah tidak boleh becerai sedangkan di nikah adat tidak boleh menyuruh orang tidak nikah lagi karena melanggar yang diatas “Allah Talla”.

“kitai ndak ulih tauk nagang urang ka belaki bini” (tidak boleh melarang orang jika ingin bersuami istri).

Dalam agama katolik hanya bisa diberkati pada pasangan yang pertama tetapi jika nikah lagi tidak bisa diberkati yang mana secara gereja nikahnya tidak diakui.

Nikah adat diharuskan, jika hanya nikah gereja saja itu akan menjadi bahan omongan orang, ocehan dan melanggar dalam adat karena nikah adat adalah salah satu sistem untuk melestarikan budaya. Dalam masyarakat juga masih memiliki pola pikir yang mana nikah adat lebih terhormat daripada nikah biasa. Jika sudah nikah adat itu sudah sah dimata masyarakat walaupun belum nikah sipil atau nikah gereja karena udah bebiau, semisal nanti ada yang selingkuh akan di hukum adat karena sudah nikah adat walaupun belum nikah gereja, adat sudah berjalan.

Sebelum zaman dulu ada musim “ngayap” (laki-laki datang diam-diam ketempat perempuan tanpa diketahui orang tua), jika dalam tiga malam ketahuan ngayap tanpa memberi tahu orang tua ditanya “ka ndak dik belaki bebini” (mau tidak bersuami istri) dan lebih 3 malam lagi ngayap akan dikenakan sanksi adat. Zaman sekarang ngayap masih ada tapi dalam bentuk yang berbeda, sekarang bisa ngayap ketemu dijembatan, sekarang lebih nyaman ada hp “ ayo ketemu disini, ayo ketemu disana”. Jika zaman dulu kalo laki-laki ada berbuat macam-macam laki suka perempuan tidak suka langsung beteriak, orang tua bisa mendengar karena masih didalam rumah sedangkan zaman sekarang siapa yang dengar jika ngayap sudah tidak dirumah.

Jadi, pernikahan adat suku dayak kantuk ini merupakan warisan budaya yang harus tetap terjaga oleh masyarakat kantuk meskipun perkembangan zaman lebih menarik tetapi budaya lebih memikat dan terikat pada masyakat dayak.

Wawancara bersama Yohanes Pulin selaku Komplit atau Kepala  Adat Desa/dokpri
Wawancara bersama Yohanes Pulin selaku Komplit atau Kepala  Adat Desa/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun