Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Mungkinkah Indonesia Menjadi Pemimpin Energi Panas Bumi ?

26 Februari 2011   18:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:14 1632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin Indonesia terlalu ambisius ketika menargetkan tahun 2025 sebagai  Pemimpin Energi Panas Bumi Dunia.  Tetapi potensi yang dimiliki sangat memungkinkan karena 40 persen cadangan panas bumi ada di Indonesia yaitu sekitar 28.170 MW  dan baru dimanfaatkan sebanyak 4 % atau 1.198 MW Karenanya  pemerintah Indonesia sudah merevisi pengembangan panas bumi hingga  bisa mencapai 9500 MW  atau setara 167,5 juta barrel minyak yang merupakan 5 % dari total bauran energy 2025. Dilain pihak, Jerman sudah melirik kekayaaan Indonesia tersebut karena Jerman mempunyai target mengganti 30 % energi fosil  dengan energi terbarukan. Apa yang dimaksud dengan Energi Panas Bumi ? "Seperti masak air hingga mendidih ", begitu penjelasan Ismail Al Anshori dari Majalah Energi. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP) secara prinsip sama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Perbedaannya PLTU dibuat di permukaan menggunakan air yang dipanaskan dalam sebuah boiler, sedangkan pada PLTP berasal dari bawah permukaan bumi, yaitu dari reservoir panas bumi yang diproduksikan melalui sejumlah sumur yang dibor hingga kedalaman 2-3 km di bawah permukaan bumi. Apabila sumur memproduksi uap saja (uap kering), maka uap panas dapat dialirkan langsung ke turbin dan kemudian turbin akan mengubah energy panas bumi menjadi energy gerak yang akan memutar generator sehingga menghasilkan energy listrik.Siklus pembangkit listrik ini disebut siklus uap langsung dan sudah diterapkan di lapangan Kamojang, Jawa Barat (1983) dan di lapangan Darajat, Jawa Barat (1994) Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa uap dan fasa cair), maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan melalui separator. Fasa uap yang dihasilkan separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin. Sistem konversi energy ini dinamakan siklus uap hasil pemisahan dan telah digunakan di lapangan Awibengkok - Gunung Salak ,Jawa Barat (1994), Wayang Windu, Jawa Barat (2000), Lahendong (Sulawesi Utara), Dieng (Jawa Tengah) dan Sibayak (Sumatera Utara). Ada beberapa system pembangkit listrik dari fluida panas bumi lainnya yang telah diterapkan di lapangan Indonesia,  diantaranya siklus uap hasil penguapan, siklus uap hasil pemisahan dan penguapan, siklus uap hasil pemisahan dan penguapan, siklus uap hasil pemisahan dan penguapan dengan dua turbin terpisah dan siklus kombinasi. Di sektor non listrik, fluida panas bumi di Indonesia belum dimanfaatkan maksimal.  Sejauh ini baru  dilakukan sebatas  proyek percontohan (pilot project) yaitu mengkaji pemanfaatan fluida panas bumi untuk sterilisasi media tanam jamur di lapangan Kamojang. Pemanfaatan fluida panas bumi untuk destilasi akar wangi di Garut. Pemanfaatan fluida panas bumi untuk pengeringan kelapa dan gula merah di Sulawesi Utara. Kontroversi  panas bumi Banyak kontroversi yang mewarnai eksplorasi dan eksploitasi  teknologi panas bumi yang telah diatur pengelolaannya dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 dengan pertimbangan :

  • Pemanfaatan panas bumi relatif ramah lingkungan, terutama karena tidak memberikan kontribusi gas rumah kaca.
  • Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi besar, dikuasai oleh Negara dan mempunyai peran penting sebagai salah satu sumber energy pilihan.
  • Pemanfaatan panas bumi akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak sehingga dapat menghemat cadangan minyak bumi.

Issue lingkungan yang santer disuarakan terkait dengan kegiatan usaha panas bumi adalah berkurangnya daerah hutan, gangguan yang menyebabkan hilang atau berkurangnya keanekaragaman hayati di hutan tersebut serta  kekuatiran meningkatnya konsentrasi CO2 dan H2S di udara sekitar. Kenyataannya emisi dari pembangkit listrik panas bumi adalah uap air dengan kandungan CO2 dan H2S yang sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batu bara. Karena emisinya rendah, energy panas bumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) yang disyaratkan Kyoto  Protocol. Mekanisme ini menetapkan bahwa Negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 5,2 % terhadap emisi tahun 1990 dengan cara membeli energy bersih dari Negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Panas bumi termasuk energy bersih tersebut. Kekhawatiran yang lain adalah berubahnya kualitas air/ karakteristik fisik di lingkungan sekitar usaha panas bumi tersebut.  Tetapi kekhawatiran tersebut mungkin berlebihan dengan penjelasan sebagai berikut :

  • Energy panas bumi adalah energy yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energy panas diubah menjadi energy listrik maka fluida dikembalikan dibawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air ke dalam reservoir mutlak dilakukan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence.
  • Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik serta adanya rembesan air permukaan (recharge) menjadikan energy panas bumi sebagai energy yang berkelanjutan (suistainable energy)

Lapangan panas bumi umumnya dikembangkan bertahap dengan memperhatikan aspek teknis, ekonomi dan lingkungan. Untuk tahap awal dimana ketidakpastian tentang karakterisasi reservoir masih cukup tinggi, dipilih unit pembangkit berkapasitas kecil untuk dipelajari karakteristik reservoir , sumur dan kemungkinan terjadi masalah teknis lainnya. Keunggulan lain dari geothermal energy adalah faktor kapasitasnya, yaitu perbandingan antara beban rata-rata yang dibangkitkan oleh pembangkit dalam suatu perioda dengan beban maksimum yang dapat dibangkitkan oleh PLTP tersebut (maximum load). Faktor kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi rata-rata 95 % jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan factor kapasitas pembangkit listrik  yang menggunakan batubara, yaitu hanya sebesar 60-70 %.

12987455211283670632
12987455211283670632
Kendala pengembangan Cadangan terbukti dan cadangan mungkin saat ini jumlahnya masih belum cukup untuk memenuhi target bauran energy. Cadangan di area-area panas bumi yang akan dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik pada umumnya masih merupakan cadangan terduga dimana ketidakpastiannya masih tinggi karena  perkiraan cadangan baru dilakukan berdasarkan hasil kajian penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia di permukaan. Keberadaan sumber energy panas bumi masih harus dibuktikan melalui pemboran. Karenanya ada kemungkinan besar cadangan lebih kecil dari yang diperkirakan sebelumnya atau tidak komersil. Kendala lainnya adalah karena sejumlah area panas bumi dengan potensi cadangan yang cukup besar tumpang tindih dengan hutan konservasi, hutan lindung dan kawasan hutan suaka alam. Kegiatan pengusahaan panas bumi tidak dapat dilaksanakan di hutan konservasi dan kawasan suaka alam, tetapi masih dapat dilakukan di hutan lindung dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Dukungan pemerintah sangatlah diperlukan untuk memastikan area hutan yang masuk  area WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) bebas dari konflik tumpang tindih lahan. Keberadaan hutan yang lebat juga merupakan kepentingan pengembang, yaitu untuk menjaga kelestarian lingkungan disekitar panas bumi, khususnya mencegah penebangan pohon yang mengakibatkan berkurangnya luas area hutan, serta alih fungsi hutan oleh masyarakat setempat dan perburuan satwa langka. Departemen terkait rupanya mengabaikan kepastian hukum yang sangat   dibutuhkan pengembang.  Seharusnya Peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang nomor 27 tahun 2003 sudah lama terbit. Demikian juga peraturan Daerah dan peraturan pendukung untuk pelaksanaan lelang WKP Panas Bumi yang mengatur kompensasi data dan jaminan pelaksanaan eksplorasi. Tidak adanya kepastian hukum merupakan suatu resiko yang harus diantisipasi oleh para calon pengembang panas bumi dan biasanya dikompensasikan dalam bentuk tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Salah satu faktor utama yang menyebabkan investor enggan masuk dalam bisnis panas bumi adalah harga listrik panas bumi. Umumnya investor menilai proyek panas bumi membutuhkan investasi besar namun memiliki resiko besar (high risk, high return) sehingga tidak memberikan pengembalian return yang menarik. Perundingan harga listrik panas bumi antara pengembang dan PT PLN (Persero) selalu berlangsung alot dan memakan waktu bertahun-tahun. Tantangan lain yang harus dihadapi pengembang adalah saat lelang WKP (Wilayah Kerja Pertambangan). Pemerintah Daerah sering kesulitan membentuk Panitia Lelang, karena aparat setempat belum memahami teknis dan bisnis panas bumi yang memadai. Juga belum tersedianya ahli panas bumi di Perguruan Tinggi setempat yang siap membantu dalam mengevaluasi dokumen teknis. Ditambah lagi  berbelitnya  prosedur penandatanganan SK penetapan oleh Kepala Daerah mengakibatkan waktu berbulan-bulan terbuang percuma. Indonesia rupanya enggan belajar dari masa lalu, ketika menghadapi "durian runtuh" sebagai Negara Kaya Minyak. Indonesia lebih suka menjualnya cepat-cepat ke Negara asing yang dengan senang hati mengeksploitasi dan mengeksplorasi minyak bumi Indonesia dan hanya membayar "fee" dengan murah. Padahal Indonesia mempunyai pilihan lain yaitu menyiapkan anak bangsanya mengelola kekayaan alamnya sendiri. Apapun yang terjadi di masa silam, biarlah itu menjadi monumen pengingat disetiap visi anak bangsa. Agar tidak terulang, agar selalu diingat bahwa pemerintah membawa mandat untuk menyejahterakan rakyatnya secara berkelanjutan dan tidak hanya pada masa pemerintahan tertentu. Karena dari sisi teknologi, teknologi yang digunakan dalam kegiatan pemanfaatan, ekplorasi dan ekploitasi energi panas bumi statusnya telah terbukti (proven technology)  setelah digunakan secara luas dan dalam waktu lama. Kendalanya, sebagian besar komponen  yang digunakan di lapangan panas bumi dan di pembangkit belum dapat diproduksi di dalam negeri. Tetapi semoga itu tidak menjadi alasan klasik menjual kekayaan alam yang selalu terulang. data : berbagai sumber - Majalah Energi edisi November 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun