Dengan pilu, seorang kawan bercerita bahwa tiba-tiba kursi rodanya terasa berat, sulit diayun sehingga dia gagal meraih medali kejuaraan.
"Padahal hadiahnya lumayan, bu".
Mungkin, karena terlalu berambisi untuk menang itulah mendadak dia mengalami kendala. Sungguh berlawanan ketika sesi latihan. Semua lancar, sehingga pelatih dan teman-temannya sangat yakin bahwa Yani, nama teman saya tersebut, Â akan berhasil meraih salah satu medali.
Yani merupakan salah satu atlet paralympic. Â Menurut wiki, paralympic adalah pertandingan olah raga dengan berbagai nomor untuk atlet yang mengalami cacat fisik, mental dan sensorial. Cacat ini termasuk dalam ketidakmampuan dalam mobilitas, cacat karena amputasi, gangguan penglihatan dan mereka yang menderita cerebral palsy.
Paralympic menjadi sangat penting karena penyandang cacat (kemudian kita kenal dengan penyandang difabel -- kemampuan berbeda/disabilitas- disability) mempunyai bakat dan minat yang sama dengan yang bukan penyandang disabilitas. Namun hambatan yang menghadang  mereka, puluhan kali lipat lebih banyak.
Termasuk apresiasi masyarakat atas prestasi mereka. Masyarakat seolah tak tahu bahwa banyak saudaranya yang berlaga di kancah internasional paralympic dan berhasil menorehkan prestasi.  Bisa dilihat dari cuitan para netizen di twitter pada ajang Paralimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil. Atlet angkat besi Ni Nengah Widiasih yang berhasil meraih perunggu hanya mendapat  2.100 cuitan pada 8 hingga 10 September 2016.
Wartawan olahraga senior Indonesia, Atman Ahdiat menilai kurangnya perhatian dan apresiasi masyarakat terhadap prestasi atlet paralimpiade, karena pertandingan dan perlombaan paralimpiade bagi sebagian orang tidak menarik. "Kita harus akui itu," tuturnya.
"(Selain itu), karena besarnya persepsi masyarakat yang secara sadar atau tidak, masih membeda-bedakan kaum difabel, masih diskriminatif." (sumber)
Sungguh menyedihkan bukan?
Padahal kita, saya, Anda dan siapapun yang kini non disabilitas, setiap saat berpotensi menjadi disabilitas. Karena kecacatan tidak hanya sejak lahir, tapi juga diakibatkan kecelakaan lalu lintas, bencana alam serta sebab lainnya.
Namun seolah tidak mempedulikan diskriminasi yang mereka terima, para atlet disabilitas berhasil meraih juara umum ASEAN Para Games 2017. Tak heran  Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi bersyukur sambil mengatakan keberhasilan tersebut sebagai: "Menebus sekaligus mengobati kegagalan atlet non-disabilitas pada SEA Games 2017." (sumber)
Tak ingin mengulang miskinnya dukungan masyarakat tersebut, Asian Para Games Organizing Committee (INAPGOC) aktif menginformasikan Asian Para Games 2018 pada 20 titik di 16 kota di Indonesia.
INAPGOC merupakan penyelenggara Asian Para Games 2018, yang akan berlangsung di Indonesia  tanggal 6 – 13 Oktober 2018, atau sebulan sesudah Asian Games 2018.
Asian Para Games 2018, perhelatan akbar yang diadakan  empat tahun sekali  ini akan dihadiri sekitar  3.000 atlet penyandang disabilitas dan ofisial dari 43 negara di Asia, anggota dari Asian Paralympic Committee.
Dengan slogan "The Inspiring Spirit and Energy of Asia", APG 2018 hadir dengan 4 misi, yaitu determination, courage, equality dan Inspiration. Keempat misi ini diharapkan dapat memperkenalkan tekad kuat dan kepercayaan diri para atlet dalam menghadapi segala tantangan, baik fisik maupun mental.
Yani dan Ni Nengah Widiasih hanya segelintir penyandang disabilitas yang mendapat kesempatan memupuk bakat dan minatnya. Â Selain mereka, jumlah yang termarjinalkan lebih banyak lagi. Mereka terpaksa diam di rumah, tidak bisa mengembangkan bakatnya. Banyak penyebabnya, mulai dari keluarga yang malu dan menyembunyikan kehadiran mereka hingga infrastruktur/ruang publik yang tidak aksesibel dan angkutan umum yang tidak ramah.
Karena itu  perhelatan akbar Asian Para Games 2018 diharapkan menjadi tonggak sejarah yang dapat meninggalkan warisan fisik, maupun non fisik.
Warisan fisik
 Menurut data Tim Riset LPEM FEB Universitas Indonesia,  estimasi jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 12,15 persen. Yang masuk kategori sedang sebanyak 10,29 persen dan kategori berat sebanyak 1,87 persen (sumber)
Sudah saatnya pemerintah (pusat dan daerah) memperhatikan dan menganggarkan pembangunan yang memenuhi syarat aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Agar mereka dapat menjalani mobilitas yang sama dengan non disabilitas. Sehingga bisa menikmati hak yang sama dalam  hal pendidikan, rekreasi serta pemenuhan kebutuhan untuk hidup mandiri.
Warisan non fisik
Asian Para Games 2018 yang disuarakan terus menerus diharapkan dapat menggugah dan meningkatkan:
- Kesadaran masyarakat akan keberadaan olahraga khusus penyandang disabilitas.
- Pemahaman tentang isu-isu disabilitas secara umum
- Pentingnya partisipasi aktif dan lingkungan yang berempati bagi semua kalangan masyarakat.
Jadi, sudahkah Anda siap mendukung para atlet yang akan berlaga di Asian Para Games 2018?