Mohon tunggu...
Maria Agnes Indah Puspitowaty
Maria Agnes Indah Puspitowaty Mohon Tunggu... Sekretaris - Ex-Sekretaris Gereja Katolik di Yogyakarta

"Aku adalah aku. Aku bukan Dia. Tapi aku mau seperti Dia"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tugu Yogya, Saksi Cinta Kami

25 September 2021   21:50 Diperbarui: 25 September 2021   21:53 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


 
Jalanan begitu sunyi Minggu pagi ini. Biasanya begitu ramai mereka yang joging, gowes, atau sekedar jalan-jalan. Namun tak mengurangi semangat ku untuk olahraga pagi. Udara yang cerah disertai hembusan bayu sepoi menerpa wajahku yang tak berbedak. Tak terasa kaki melangkah sudah cukup jauh. Kududuk di salah satu sudut perempatan Tugu Yogya. Sambil menikmati pemandangan lalu lalang para goweser yang semakin ramai.

Kutengok kanan kiri tidak ada warung makan. Tenggorokan mulai terasa kering alias haus. Aduh haus banget nih, gumamku. Tiba-tiba dari arah belakang ku ada yang menyodoriku sebotol kecil air mineral. Kutengok si pemberi ke arah belakang ku. Woww cakep juga nih cowok hmmm, gumamku dalam hati sambil berucap terimakasih. Dia mengulurkan tangan, Rendi, katanya. Renti, balasku. Kami ketawa bersama demi mendengar nama kami yang mirip. Ohh dunia....

Sampai di rumah, aku duduk di bangku taman kecilku sambil mengingat-ingat percakapan dengan Rendi tadi pagi. Baru kenal semenit pembicaraan kami terasa hangat. Matanya tajam menusuk hatiku. Ahh...cie cie Renti. Falling in love nihh, suara hatiku menggoda. Ahh masak sih semudah itu jatuh cinta, hihihi, aku menertawakan diriku sendiri.

Kuliah siang ini sangat tidak mengenakkan. Panas banget ahh. Mana AC mati lagi. Yang kuliah berjibun. Akhirnya begitu dosen mengakhiri sesion siang ini, kami semua lega. Berebutan deh keluar ruangan yang terasa sesak. 

Saat aku berjalan menuju parkiran motor, ada yang memanggil namaku. Sepertinya aku kenal deh suara ini, batinku. Ahh masak Rendi kuliah di sini sih, gumamku. Kutengok ke belakang. Dari jarak kurang lebih sepuluh meter, terlihatlah wajah cowok tampan dengan senyumnya yang manis. Kok dia di sini yaa, bisikku keheranan.

Kantin pun menjadi saksi bisu dari binar-binar kerinduan yang tercipta semalam. Aneh memang yang namanya cinta. Tidak bisa ditebak datangnya. Pun tidak tahu apakah akan tetap setia bersama rasaku.

Pergumulan rindu bercampur sakit yang pernah kurasakan dua tahun silam, membuatku ragu untuk menerima rasa ini. Namun dalam keheningan malam di peraduan biru, kutetapkan hati. Biarlah semesta yang menumbuhkan rasaku dalam romantisme cinta nan abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun