Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hukum Alam Tidak Dapat Dihindari

25 Februari 2024   06:48 Diperbarui: 25 Februari 2024   06:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://kupang.tribunnews.com/

Mengamati keadaan sekitar, banyak kejadian yang menarik sebagai gambaran adanya bukti akan kecerdasan hukum alam. Tidak dapat kita hindari bahwa alam ini mimiliki hukum alam : Sebab-Akibat yang sangat adil. Baik dibalas baik; buruk dibalas buruk. Adalah kelicikan manusia yang mengatakan bahwa perbuatab baiknya bisa mengimbangi perbuatan buruknya.

Kita sering melihat sesuatu menurut cara pikir atau kemampuan berpikir kita sendiri, sehingga tidak bisa melihat secara utuh. Misalnya keadaan seperti ini: 'Ada sepasang orang tua memiliki seorang anak yang masih bayi. Yang menyedihkan adalah bahwa si anak yang baru berumur balita mengalami sakit yang cukup parah. Penyakit yang kadang jarang dijumpai. Kondisi rumah tangga orang tua yang hanya sedang-sedang membuat berat dalam pengeluaran biaya pengobatan anak tercinta. Banyak upaya telah dilakukan, namun belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Kita merasa kasihan, tetapi bila melihat dari hukum alam  yang bekerja secara cerdas, perasaan kasihan mesti diubah menjadi empati. Dengan kata lain, kita lakukan pelayanan sesuai kebutuhan atau pelayanan tepat sasaran.

Dalam semua ajaran tertuliskan pada kitab peninggalan para avatar dan para suci telah dituliskan bahwa sesungguhnya setiap orang menanggung akibat dari perbuatannya sendiri. Adalah salah besar bila kita masih saja berpendapat bahwa bila terjadi sesuatu pada anak, kemudian kita mengatakan bahwa ini akibat ulah si orang tua. 'Tampaknya' begitu, namun ada rumusan lain di balik itu.

Dalam kasus di atas, si anak harus mengalami penderitaan dalam bentuk penyakit sebagai akibat perbuatannya di masa lalu. Si orang tua juga harus merasakan penderitaan dalam memelihara anaknya. Ke dua orang tua yang harus merasakan penderitaan karena penyakit anaknya juga disebabkan oleh perbuatannya di masa lalu.

Hukum alam bekerja amat sangat rapi. Si anak mengalami penyakit sejak kecil memilih atau diatur oleh alam agar lahir pada sepasang orang tua yang harus merasakan kepedihan dalam memelihara anak yang sakit.

Dari peristiwa di atas kita harus waspada terhadap setiap perbuatan kita. Hukum alam sebab akibat tidak akan bisa dimanipulasi oleh manusia. Semua perbuatan kita telah tercata di alam ini, baik pikiran, ucapan serta perbuatan. Inilah yang disebut sebagai karma. Satu pun manusia tidak bisa lari dari hasil karma perbuatannya. Boleh saja jika ada yang tidak percaya adanya hukum karma, tetapi jika ingin keyakinan anda tidak terjadi, lakukan hal berikut di bawah ini:

                                                                       'Perlakukan orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan'

Kisah nyata lainnya di alami oleh seorang teman saya sendiri. Dan saya menyaksikan setelah mendengarkan pengakuan dari teman saya tersebut. Kisah seperti mesti kita ambil hikmahnya sehingga kita tidak melakukan perbuatan sama. :

'Ia memiliki istri. Telah berlangsung lebih dari 12 tahun, istrinya sakit. Sang istri tidak bisa duduk, hanya bisa berbaring.Ketika sehat, si istri ini  teman saya sangat aktif. Dari seorang yang sangat aktif dan semangat, namun ketika sakit mesti hidup seperti tumbuhan, vegetative. Bisa dibayangkan betapa berat derita teman saya, harus merawat istri yang hanya bisa tidur-tiduran bagaikan tumbuhan.

Pengalaman masa lalunya tempat ia belajar menerima secara lapang dada permasalahannya. Baginya: Masa lalu, kini, dan masa depan, dan adalah satu kesatuan yang tidask terpisahka. Hanyalah kepicikan pikiran kita yang berupaya memisahkannya. 

Menurutnya :  jaman dahululu, ia pernah melakukannya perbuatan semaunya; pada kehidupan terdahulu pernah meninggalkan istri serta anaknya begitu saja. Dia anggap perbuatannya benar pada saat itu. Itulah cara pandang pembenaran perbuatannya. Ia dahulu hidup di Thailand/Bangkok sebagai seorang penganut agama Budha. Ia meninggalkan istri serta anaknya untuk hidup di biara sebagai seorang pendeta. Ternyata perbuatannya ini hanya suatu perbuatan kekerasan dengan menyakiti perasaan sang istri. Ia pergi begitu saja tanpa meninggalkan biaya hidup yang memadai bagi istri dan anaknya. Pada akhirnya, si istri dan anak mungkin hidup menderita sebagai akibat ulah suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun