Pemerintah RTT baru saja mengumumkan rencana strategis nasional 2024–2028 untuk percepat pengembangan varietas unggul gandum, jagung, kedelai, dan unggas melalui teknologi editing genetik (gene editing).Â
Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar untuk mencapai swasembada pangan di tengah tekanan geopolitik, perubahan iklim, dan ketegangan pasokan global.
Mengapa ini penting? serta apa dampaknya bagi dunia termasuk Indonesia?
Genetika di Garis Depan Perang Pangan
Tiongkok saat ini merupakan negara dengan populasi terbanyak di dunia, tetapi masih sangat bergantung pada impor pangan, terutama untuk kedelai dan beberapa varietas jagung pakan ternak. Ketergantungan ini menjadi kerentanan strategis, terutama ketika hubungan dengan negara eksportir seperti AS dan Brasil mulai memburuk akibat konflik dagang.
Untuk itulah, bioteknologi pertanian menjadi senjata baru. Pemerintah Tiongkok menempatkan teknologi CRISPR dan gene editing lainnya sebagai prioritas nasional. Target mereka bukan hanya produktivitas, tetapi juga menciptakan tanaman dan hewan ternak yang tahan iklim ekstrem, efisien dalam pemanfaatan nutrisi, dan tahan penyakit.
Fokus pada Empat Pilar Pangan
Rencana Pangan Tiongkok 2024-2028 diutamakan atau dipusatkan pada komoditas:
- Gandum yaitu dengan meningkatkan hasil panen hingga 15% melalui varietas baru yang tahan kekeringan dan hama.
- Jagung, dengan mengembangkan jagung transgenik dan hasil gene editing untuk pakan ternak, yang lebih cepat tumbuh dan rendah kebutuhan air. Â
- Kedelai dengan memfokuskan pada efisiensi penyerapan nitrogen dan adaptasi terhadap lahan marginal.Â
- Ternak unggas dengan meluncurkan program seleksi genetik ayam pedaging dan petelur yang tahan penyakit dan cepat tumbuh tanpa antibiotik berlebih.Â
Bahkan Tiongkok mendirikan zona pilot nasional untuk mempercepat uji lapang dan komersialisasi varietas hasil editing gen. Hal ini membuat proses yang sebelumnya bisa memakan waktu 10 tahun, dipangkas menjadi 2–4 tahun.