Sajen Sedulur Papat adalah transisi dari tindakan batin ke tindakan luar. Ini adalah transformasi yang tidak berwujud menjadi materi untuk mencapai semangat spiritual Jawa kuno, dan "Sajen Sedulur Papat" adalah meniru kerja mikrokosmos pada makrokosmos yang dimana akhirnya menemukan Tuhan Yang Maha Esa atau dengan kata lain Tan Keno Kinoyo Opo.
Sajen Sedulur Papat adalah bentuk lain dari karya seni agung yang ingin mengekspresikan sesuatu (padat). Misalnya, seseorang yang tidak bisa menanam padi. Sajen Sedulur Papat merupakan ungkapan Nilkata yang dipinjam dari kata "Tata" (pengaturan karya seni) atau meniru karya sastra tanpa kata-kata dalam bentuk suatu proses, jika dipelajari secara ilmiah, dari empat penyebab Aristoteles (dari bentuk material, penyebab formal, penyebab efektif, dan penyebab akhir).
Sadulur papat Lima Pancer adalah bunyi suara pada Musik Aesthetics Gamelan "Nang Ning Nung Neng Gong", sebagai paripurna olah rasa (rahsa/roso) dalam setiap ritual kehidupan manusia Jawa Kuna. (Nang) artinya wenang, terikat, semedhi, malady hening, raga, jiwa, dan akal budi. (Ning) artinya wening atau hening (suksma sejati, jiwa). (Nung) artinya kesinungan, pada bentuk kongkrit bermakna utama (laku utomo), (Neng) artinya heneng atau kemampuan totalitas jiwa (berserah diri), (Gung) artinya agung atau keagungan  atau kemuliaan Tuhan sebagai segala sesuatu.
Penjelasan ahli hikmah Kejawen Ki Bagus Wijaya, ada beberapa penafsiran terkait "sedulur papat limo pancer".
Pertama, Kawah Kakang. Kawah Kakang adalah reservoir yang membantu kita untuk hidup di dunia ini. Seperti yang kita ketahui, sebelum lahir, cairan kelahiranlah yang membuka jalan bagi kelahiran di dunia ini. Karena pada awalnya Kejawen menyebutnya Kawah Kakang atau Kawah Kakak atau Kakak
Nitisruti selalu menggunakan Bahasa Jawa dan aksara nya di dalam bentuk puisi ; tembang Macapat, syair atau metrum (pupuh): Dhandhanggula, Asmaradana, Mijil, Durma, Pucung, Kinanthi, dan Megatruh.
Kedua, ajaran kepemimpinan Jawa di dalam Nitisruti yaitu ada :
(1) kedudukan yang dipimmpin (kawula), menuntut kepatuhan mutlak dari seorang bawahan/ yang dipimpin kepada atasan/pemimpin
 (2) Pimpinan Kedudan (Gusti) dan pimpinan (Kawula), pimpinan dan pimpinan (pemilik tambang Manunggaling).
Relevansi Pemimpin Jawa dalam Serat Nitisruti:
Yang pertama, konsep tentang status pemimpin Jawa (Gusti) sebagai wakil Tuhan dan status manusia sebagai objek pendidikan, kesamaan 'wakil Tuhan' (khalifah). Kedua, menyesuaikan konsep tujuan penciptaan (sangka paraning ngatta) dengan tujuan penciptaan manusia sebagai 'hamba Tuhan' (abd) atau 'pemimpin' (kawula). dan kualitas kepemimpinan yang terdapat dalam Serat Nitsurti sebagai model kepemimpinan etis.
