Ribuan orang yang mengikuti kegiatan  jalan sehat Ummat Islam Solo Raya pada Minggu ,1 Juli 2018 mengenakan kaus #2019 Ganti Presiden.Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Dewan Syariah Kota Solo.
Massa ummat Islam yang mengikuti jalan sehat ummat Islam Solo Raya tersebut berkumpul tepat di depan gerai Markobar yang merupakan milik putra sulung Presiden Joko Widodo. Massa tersebut membawa spanduk antara lain " Demi Aqidah dan Kehormatan Kami # 2019 Ganti Presiden " dan juga # Mau Keadilan Ditegakkan #2019 Ganti Presiden". ( Kompas.com ,2/7/2018).
Terhadap hal yang demikian ada beberapa hal yang layak dikritisi. Walaupun Endro Sudarsono ,Divisi Advokasi Dewan Syariah Kota Surakarta menyatakan tidak ada kesengajaan massa berkumpul didepan gerai Markobar milik Gibran ,putra sulung  Jokowi itu namun pernyataannya itu layak juga dipertanyakan .Apalagi dia juga mengatakan " Dari dulu kalau kami aksi titik kumpulnya selalu disitu .Jadi tidak tahu kalau disitu ada gerai Markobar ".
Pertanyaan pertama yang muncul,benarkah mereka tidak tahu disitu ada gerai Markobar mengingat mereka berasal dari Solo Raya sekitarnya.Apakah mereka tidak tahu tentang Markobar yang menurut saya masyarakat dari luar kota Solo juga sudah mengetahui tentang gerai milik Gibran Rakabuning Raka itu.
Berkumpulnya massa didepan gerai itu bisa menimbulkan kesan bahwa aksi dalam bentuk jalan sehat itu memang sengaja mengambil tempat disitu untuk memberikan efek psikologis mengingat tuntutan mereka adalah Ganti Presiden yang artinya Ganti Jokowi.
Selanjutnya menarik untuk mengkritisi spanduk yang dibawa peserta jalan sehat itu. Menarik untuk mencermati  arah yang dituju tulisan spanduk itu " Demi Aqidah dan Kehormatan Kami # 2019 Ganti Presiden.
Oleh karena dalam pemahaman saya Ganti Presiden itu artinya Ganti Jokowi ,lalu apa hubungan aqidah dengan mengganti Jokowi. Adakah yang salah dari kacamata aqidah sehingga Jokowi harus diganti ? Atau mungkin ada beda paham tentang pengertian aqidah.
Tetapi kemudian saya mulai membaca situasi.Kemungkinan hal yang mereka maksudkan dengan aqidah inilah yang nantinya akan digunakan sebagai issu untuk menggerus elektabilitas Jokowi.
Seperti yang sebelumnya dihembuskan banyak kalangan bahwa presiden petahana ini kurang Islami bahkan ada yang menyebutnya anti Islam.Kalau dugaan saya ini benar maka sentimen keislaman merupakan senjata yang digunakan untuk menyerang Jokowi.
Dalam pandangan saya hal yang demikian kuranglah tepat. Sekurang kurangnya ada 3 alasan yang berkaitan dengan itu.Pertama ,benarkah tindakan atau kebijakan Jokowi selama ini bertentangan dengan aqidah? .Kedua ,siapa yang punya otoritas mengatakan tindakan seseorang telah bertentangan dengan aqidah?Atau apakah bisa setiap kelompok mengatakan aqidah orang lain salah dan hanya aqidahnya yang benar? Ketiga ,membawa issu aqidah dalam dunia politik apalagi untuk pilpres 2019 sungguh tidak tepat .
Selama menjadi kepala pemerintahan di negeri ini tentu Jokowi tidak luput dari berbagai kelemahan dan untuk itu ia layak dikritik. Di dalam sebuah negara demokrasi merupakan hal yang biasa mengemukakan kelemahan kelemahan pemerintah.Dengan mengemukakan kelemahan tersebut para pemilih bisa membandingkan substansi kritik dengan apa yang dilakukan.Melalui perbandingan yang demikianlah para pemilih pada saatnya akan menentukan pilihannya.Proses yang demikian sekaligus akan memberi pendidikan politik kepada masyarakat.