Tadi pagi sekitar pukul 4.30 Wib,hp saya bergetar dan saya lihat ada panggilan dari seorang ponakan Hp saya terima dan kemudian dengan suara bergetar dan sedikit terisak, ponakan itu mengatakan dia dan adiknya lulus testing PNS di Kementerian Hukum dan HAM.
Airmata saya juga meleleh ,terharu karena merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan dan juga rasa bahagia yang dirasakan orang tua mereka.
Rasa syukur juga menyelimuti hati saya. Kemudian saya terbayang perjalanan dan perjuangan serta usaha mereka untuk mengikuti testing itu.
Ketika Pemerintah mengumumkan akan adanya penerimaan PNS pada berbagai instansi maupun kementerian ,kedua ponakan itu pun mulai mempersiapkan diri.Mereka mulai diskusi dengan teman temannya ,membaca buku yang diperlukan dan juga searching di internet untuk mengayakan pengetahuan mereka.
Sebelum pendaptaran resmi dimulai dan ketika mereka terlihat serius belajar mempersiapkan diri muncul juga komentar sinis dari  beberapa orang."Untuk apa kalian capek capek belajar ,untuk pemenang testing udah diaturnya itu" ,kata mereka dengan logat Medan yang kental. Kemudian ditambahkannya lagi dengan kalimat,kalian tahu kan " Hepeng do sude na mangatur negara on".
Ungkapan ini punya arti duitlah semua yang mengatur negara ini. Kadang kadang kalimat kalimat seperti itu sedikit banyaknya memengaruhi semangat mereka untuk belajar. Kalimat kalimat negatif yang demikian adakalanya masih dipercaya oleh banyak orang karena sudah lama terbentuk persepsi di negeri ini bahwa semuanya diatur oleh uang atau oleh mereka yang punya kekuasaan.
Anggapan yang demikian juga terbentuk kuat pada seleksi penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil ( PNS). Apalagi beberapa waktu yang lalu ,seleksi penerimaan CPNS berada di Kabupaten/ Kota yang keseluruhan proses penerimaan sampai kepada penentuan kelulusan berada di tangan Kepala Daerah.
Memang untuk melaksanakan testing tersebut Pemerintah Kabupaten/Kota menggandeng beberapa lembaga untuk proses testingnya ,tetapi publik meyakini hal itu hanya lah bahagian dari " sandiwara" yang ujung ujungnya pemenang testing ditentukan dua hal,uang dan relasi.
Pada masa itu lah beredar dimasyarakat " tarif " untuk lulus.Misalnya kalau S1 tarifnya berkisar Rp.125 juta hingga Rp.150 juta sedangkan untuk tamatan SLTA berkisar pada Rp. 75 juta an. Issu yang berkembang ini memang tidak bisa dibuktikan secara hukum tetapi masyarakat meyakini kebenarannya.Keyakinan masyarakat tentang hal tersebut muncul sesudah melihat sosok sosok yang kemudian dinyatakan diterima jadi PNS.
Pada masa yang demikian jugalah calo bergentayangan mencari mangsa.Kita tidak tahu apakah calo itu benar benar punya akses kepada Kepala Daerah atau tidak ,tetapi faktanya kata calo itu ,banyak orang yang diurusnya lulus testing. Karenanyalah tidak mudah untuk mengobah persepsi negatif masyarakat tentang proses penerimaan CPNS itu.
Terhadap kalimat kalimat negatif yang demikian maka kepada para ponakan itu dan juga kepada orang lain saya mengatakan,sekarang jaman sudah berubah.Lihat lah kata saya pada tahun 2015, Kahiyang Ayu putri Jokowi juga tidak lulus seleksi PNS. Mereka mengiyakan tetapi ada orang lain yang membisikkan ,itu kan bahagian dari politik pencitraan Jokowi.
Secara perlahan dua ponakan saya itu mulai meyakini yang saya sampaikan dan kemudian mendaptarlah mereka pada Kementerian Hukum dan HAM. Pendaptaran dilakukan secara on line. Sesudah mendaptar secara on line maka sesudah melalui seleksi administrasi diumumkanlah peserta testing yang berhak maju ke babak berikutnya untuk mengikuti Test Kompetensi Dasar.
Saya ikut berdiskusi dengan mereka ,karena test kompetensi dasar ini umumnya menyangkut pengetahuan tentang sejarah bangsa dan juga tentang kewarga negaraan. Pelajaran tentang hal ini tentu sangat luas sekali dan sulit memprediksi soal seperti apa yang akan keluar.
Berkaca kepada beberapa soal pada testing pns sebelumnya terlihat proses pertumbuhan negara kita sangat sering ditanyakan.