Mohon tunggu...
manjanisa
manjanisa Mohon Tunggu... mahasiswa universitas jambi

bermain voli

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejarah Politik Pahlawan Papua: Frans Kaisiepo

17 Juni 2025   23:20 Diperbarui: 17 Juni 2025   23:20 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Frans Kaisiepo adalah seorang tokoh pendidikan dan pemerintahan dari Papua yang berperan penting dalam pembangunan sumber daya manusia dan pemerintahan di wilayahnya. Ia menamatkan pendidikan Guru Normal di Manokwari pada tahun 1937 dan memulai karier sebagai pendidik di Sekolah Rakyat (SR) atau Sekolah Dasar (SD). Awalnya, ia menjadi Guru Bantu di Wardo, Biak, dan kemudian diangkat menjadi Guru Tetap di Korido, Biak. Dengan kemampuan dan dedikasinya, Frans naik jabatan menjadi Kepala Sekolah di Mokmer dan Sowek, Biak, serta di Kpudori, menunjukkan kepemimpinannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tersebut. Sebelum kedatangan pasukan Jepang, Frans telah mencatat jejak penting dalam dunia pendidikan, menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen yang luar biasa. Setelah Perang Dunia II dan menyerahnya Jepang kepada Sekutu, ia mengikuti pelatihan di Sekolah Bestuur di Kotanica dan kemudian berkarier di bidang administrasi, menjadi Kepala Distrik di Biak Utara, Supiori Selatan, dan Ransiki di Manokwari. Ia juga mendapatkan berbagai promosi dan penugasan penting, termasuk sebagai Kepala Pemerintahan Lokal di wilayah Onder Afdeling Terminabuan.

Selain di bidang pendidikan dan pemerintahan, Frans menunjukkan sikap integritas dan keberanian dengan menolak menjadi delegasi dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Sepanjang hidupnya, ia menunjukkan komitmen besar terhadap pembangunan komunitas dan pemerintahan di Papua, meninggalkan jejak penting dalam sejarah daerah tersebut. Menurut Pius Suryo Haryono et al. (1996), antara tahun 1959 dan 1962, Frans Kaisiepo ditempatkan di daerah-daerah terpencil sebagai hasil penolakkannya untuk menjadi Ketua Delegasi Nederland Nieuw Guinea di Konferensi Meja Bundar (KMB) Den Haag. Ia pernah ditugaskan sebagai Kepala Distrik Kokas Fak-Fak pada Oktober 1959, kemudian dipindahkan ke Fak-Fak sebagai Kepala Onder Afdeling pada Desember 1959, dan selanjutnya sebagai Kepala Distrik Mimika Timur pada Agustus 1961. Pada November 1962, ia resmi menjadi Hoofd Bestuur Assisten. Seiring waktu, kariernya berkembang, dan pada tahun 1963 ia menjadi Kepala Pemerintahan Setempat di Sukarnopura serta kemudian Wakil Residen dan akhirnya menjabat sebagai Gubernur Papua dari 1964 hingga 1973. Selain berperan dalam pemerintahan, Frans Kaisiepo turut aktif dalam proses politik dan kemerdekaan Papua, seperti menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), ketua Panitia Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), serta Ketua Dewan Pembina Korpri di Papua. Ia juga diangkat sebagai Pegawai Tinggi di bawah Menteri Dalam Negeri dan anggota Dewan Pertimbangan Agung RI hingga akhir hayatnya tahun 1973.

Setelah keluar dari penjara tahun 1961, Frans mendirikan Partai Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang bertujuan menyatukan Indonesia dan Papua Nugini. Ia juga menggalang dukungan nasional dan internasional, termasuk melalui pidato Presiden Soekarno tentang Trikora pada Desember 1961, yang bertujuan mengakhiri kolonialisme Belanda di Papua dan memperjuangkan penyatuan wilayah tersebut ke Indonesia. Peristiwa penting lainnya adalah penandatanganan Perjanjian New York pada Agustus 1962 dan penyerahan administrasi wilayah oleh PBB kepada Indonesia pada Mei 1963, yang menandai berakhirnya masa kolonial Belanda dan proses integrasi Papua ke Indonesia. Elieser Jan Bonay adalah tokoh penting dalam sejarah Papua, dikenal sebagai gubernur pertama wilayah Irian dari tahun 1963 sampai 1964. Pada awalnya, Bonay mendukung integrasi Papua ke Indonesia dan saat menjabat, ia aktif dalam proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1964. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan harapan agar Papua bisa merdeka sesuai aspirasi masyarakat. Namun, karena tindakannya yang bertentangan dengan kebijakan nasional serta dukungan terhadap kemerdekaan Papua, Bonay mengundurkan diri dari jabatannya tahun 1964.

Setelah itu, antara tahun 1972 hingga 1979, Bonay bekerja di Kementerian Dalam Negeri Indonesia. Ia kecewa terhadap kebijakan Orde Baru dan merasa perjuangannya tidak dihargai, sehingga pada tahun 1982 ia bergabung dengan gerakan Papua Merdeka di Belanda. Sebagai gubernur, Kaisiepo bekerja keras memperjuangkan aspirasi Papua agar tetap menjadi bagian Indonesia melalui proses yang dikenal sebagai Act of Free Choice, yang berhasil mengintegrasikan Papua sebagai Provinsi Irian Jaya (sekarang Papua) pada tahun 1969. Selama masa pemerintahannya, Kaisiepo meningkatkan jumlah penduduk dan tingkat pendidikan Papua, serta menjadi anggota DPR Papua dan Dewan Pertimbangan Agung, menunjukkan kepercayaan pemerintah pusat terhadapnya. Meskipun perjuangannya diwarnai berbagai tantangan, Bonay tetap dikenang sebagai tokoh yang berperan besar dalam sejarah politik Papua dan usahanya untuk memperjuangkan identitas dan hak rakyat Papua di Indonesia.

3. Strategi Politik Frans Kaisiepo

Frans Kaisiepo adalah salah satu tokoh penting yang mendukung integrasi Papua ke dalam NKRI. Beliau mampu memperjuangkan hak dan identitas rakyat Papua sekaligus memperkuat posisi Indonesia di dunia melalui berbagai pendekatan yang matang dan berani. Untuk mendukung Papua dan NKRI, berikut adalah beberapa Strategi yang digunakan Frans Kaisiepo:

a. Penguatan Nasionalisme

Mengibarkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu nasional "Indonesia Raya" di tanah Papua adalah salah satu tindakan paling berani yang pernah dilakukan Frans Kaisiepo. Tindakan ini menunjukkan komitmen Papua terhadap NKRI dan semangat nasionalisme Indonesia lebih dari sekedar simbol. Dengan keberaniannya ini, Kaisiepo berusaha memberikan inspirasi kepada orang Papua dan menunjukkan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Selain itu, tindakan simbolis ini berfungsi sebagai bentuk perlawanan terhadap tujuan kolonial dan kekuatan luar yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia.

Melalui penggunaan nama "Irian" untuk Papua, Kaisiepo memainkan peran penting dalam pembentukan identitas nasional. Nama ini memiliki makna yang dalam dan cerdas, berasal dari bahasa Biak dan berarti "tanah panas", yang mencerminkan karakteristik geografis dan iklim Papua. Selain itu, "Irian" juga merupakan singkatan dari "Ikut Republik Indonesia Anti Nederland", yang secara simbolis menunjukkan bahwa Papua ingin bergabung dan mendukung perjuangan Strategi penamaan ini mendukung gagasan bahwa Papua adalah bagian penting dari Indonesia dan membangun rasa kebanggaan dan identitas nasional di kalangan orang Papua.

b) Politik dan Kepemimpinan

Frans Kaisiepo, satu-satunya utusan asli Papua yang hadir dalam Konferensi Malino di Sulawesi Selatan, menunjukkan keberanian dan komitmennya terhadap integrasi Papua. Selama konferensi, dia dengan tegas mendukung masuknya Papua ke dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dan menolak segala bentuk publikasi. Selain itu, ia memperjuangkan agar orang Papua sendiri memegang kekuasaan dan nepotisme di Papua, sehingga mereka merasa memiliki kendali atas masa depan mereka. Ini adalah sikap yang menunjukkan bahwa Kaisiepo memperjuangkan hak rakyat Papua dalam konteks nasionalisme Indonesia yang inklusif dan demokratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun