Sore itu di sebuah warung kopi di dalam kawasan Krakatau Junction, suara deru motor bercampur obrolan warga yang tengah nongkrong di bangku plastik. Asap rokok naik perlahan, menyatu dengan langit kelabu khas Cilegon.
Di pojok warung, lima orang lelaki berbaju lusuh duduk mengelilingi meja kayu, gelas kopi hitam mereka tinggal separuh. Topik yang mereka bahas bukan sepak bola atau harga sembako, melainkan video viral yang belakangan bikin kota Cilegon  ramai dibicarakan di media sosial.
"Kalau orang Jakarta lihat, dikira minta proyek seenaknya. Padahal, mungkin cuma mau hidup layak di tanah sendiri," ujar salah satu dari mereka, suaranya berat menahan geram dari pemberitaan yang memojokan sekelompok orang yang disebut pengusaha lokal itu.
Viralnya video sekelompok warga Cilegon yang meminta jatah proyek senilai Rp5 triliun kepada perusahaan asal Tiongkok, PT Chengda, sebagai kontraktor utama PT Chandra Asri Alkali (PT CAA) tanpa melalui proses tender bukan sekadar pertunjukan arogansi warga terhadap investasi.
Ia hanya mencerminkan kegagalan struktural dalam pengelolaan pertumbuhan ekonomi di Kota Cilegon yang selama ini dibanggakan sebagai pusat industri nasional.
Fenomena ini mengungkap paradoks yang semakin menganga: investasi tumbuh, tetapi kemiskinan dan pengangguran tetap menjamur.
Cilegon hari ini bukan kota kecil yang tak dikenal. Pemerintah pusat bahkan telah menetapkan kota ini sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), dengan masuknya berbagai investasi skala besar seperti perluasan pabrik petrokimia Chandra Asri, pembangkit listrik Jawa-Bali dan kehadiran kawasan industri berbasis hilirisasi.
Pada permukaannya, data menunjukkan geliat ekonomi yang dinamis: nilai investasi industri petrokimia dan baja terus meningkat, lahan-lahan dikapling untuk kawasan industri, dan ratusan truk kontainer hilir-mudik setiap hari di jalan nasional Cilegon--Merak.
Namun di balik gegap gempita investasi itu, realitas sosial justru menyedihkan. Data resmi Pemerintah Kota Cilegon pada 2024 menunjukkan bahwa angka pengangguran masih berada di kisaran 6,08 persen, dengan jumlah penganggur tak terkendali.
Ironisnya, angka ini menjadikan Cilegon sebagai salah satu kota dengan pengangguran tertinggi di Provinsi Banten. Bahkan lebih ironis lagi, tingkat kemiskinan justru naik dari 3,64 persen menjadi 3,98 persen dalam kurun satu tahun terakhir. Padahal, seharusnya pertumbuhan investasi mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan daya beli warga.