Nunggak bayar cicilan utang kendaraan bermotor membuat siapa saja merasa tidak nyaman. Apalagi debt collector (penagih utang) sudah mengancam akan menarik paksa kendaraan.
Sering kita mendengar cerita para penagih hutang yang berlaku kasar kepada nasabah atau konsumen yang harus melepas paksa kendaraan motor atau mobil.Â
Dalam situasi berhadapan dengan penagih utang, nasabah biasanya akan tertekan dengan ancaman. Ditambah dengan dibeberkan soal tunggakan cicilan hutang di muka umum. Secara psikologi, nasabah jadi tidak berdaya ketika motor disita paksa oleh mereka.
Rupanya, sikap arogansi penagih hutang semacam itu bisa dipolisikan, lho.
Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi menjelaskan, penarikan kendaraan hanya boleh dilakukan dengan prosedur yang benar. Di mana perusahaan kreditur/leasing tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.
Aturan ini sesuai dengan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Masi fresh, ya, payung hukumnya?
Bang Edi juga menjelaskan, tindakan pihak perusahan leasing melalui penagih utang yang mengambil secara paksa kendaraan nasabah terbilang tindak pidana pencurian. Jika pengambilan dilakukan di jalan, masuk pada tindak pidana perampasan.Â
Sementara nasabah yang tidak bisa bayar utang akan disidangkan terlebih dahulu. Jika tidak sanggup bayar, pengadilan akan mengeluarkan surat penyitaan kendaraan.
Kendaraan yang sudah disita, kemudian akan dilelang ke publik. Hasil penjualan nantinya digunakan untuk membayar utang ke perusahaan leasing. Jika masi terdapat sisa, maka uang akan dikembalikan ke nasabah.
Adanya aturan semacam ini rasanya tidak akan lagi melihat praktek premanisme dari penagih utang. Siapa pun yang mengalami ancaman dan kerugian, sebaiknya laporkan ke polisi.
Nah, jika aturan sudah dibuat untuk melindungi nasabah, jangan disalahgunakan ya?
Namanya utang, ada kewajiban untuk segera dibayar. Apalagi urusan utang, kata Pak Ustad Jajuli urusannya hingga alam kubur.Â