Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menjadi Pendamping Vaksinasi

1 Oktober 2022   23:53 Diperbarui: 1 Oktober 2022   23:54 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi pribadi: anak-anak antre vaksin HPV

Alhamdulillah, hari Sabtu, 01 Oktober 2022 ini aktivitas saya padat merayap. Berbeda dengan hari Sabtu pada Minggu-minggu sebelumnya, yang biasanya berangkat pukul 06.30 WIB dan pulang sekolah pukul 11.30 WIB, Sabtu ini sembilan jam lebih beraktivitas di sekolah. Mulai dari pukul 9.00 WIB sampai dengan pukul 17.25 WIB. Lah, memang apa saja kegiatan yang dilakukan hari ini di sekolah? Kok sampai pulang selarut itu? Baiklah, untuk lebih jelas pendeskripsiannya di sini saya akan sebutkan satu-persatu.

Pertama, pukul 9.00 WIB saya bertugas mendampingi santriwati SDIT Baitul Qur'an kelas 5 melakukan imunisasi HPV di Puskesmas Simo. Kendati jumlah santriwatinya hanya 4 orang, akan tetapi mereka anak didik saya. Saya selaku guru badal wali kelas 5 bertanggungjawab terhadap mereka. Tak terkecuali masalah hak pelayanan kesehatan yang harus mereka dapatkan. Seperti halnya kasus memenuhi panggilan untuk imunisasi HPV hari ini.

Pada kenyataannya pelaksanaan imunisasi HPV yang diadakan di puskesmas Simo tidak hanya dihadiri oleh lembaga kami, akan tetapi juga dihadiri oleh beberapa sekolah yang ada di sekitar Mangunsari. Di sana saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana proses imunisasi HPV dilangsungkan.

Mulai dari guru pendamping menyetorkan daftar siswi yang mengikuti vaksinasi, petugas mengonfirmasi kehadiran siswi, siswi dipanggil satu-persatu untuk divaksinasi sampai dengan siswi kembali ke tempat duduk sembari memegangi lengan bagian atas yang ditambal kapas tipis. Bahkan, saya sempat melihat pakaian Pramuka yang dikenakan oleh salah satu siswi bagian lengan atasnya terkena bercak darah segar. Untung saja, anak itu bermental baja, sehingga tidak ada ekspresi wajah yang menampakkan kesakitan.

Ohya, setibanya saya di puskesmas Simo, ternyata di bangku antrean pasien telah ada Shaquilla dan Nabila yang disertai oleh Ayah, Ibu dan adiknya Shaquilla. Ibunya Shaquilla sendiri berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah di Tulungagung. Itu saya ketahui dari rekam jejak story WhatsApp-nya yang saya save, dan hari ini beliau datang ke puskesmas Simo dengan mengenakan seragam batik biru khas ala ASN.

Awalnya saya tidak melihat mereka yang telah datang lebih dahulu, akan tetapi hal itu saya ketahui setelah Ibu Shaquilla melayangkan sebuah chat di grup wali santri kelas 5. Dalam chatnya beliau memberitahukan bahwa Shaquilla dan Nabila telah sampai di TKP. Lantas beliau menanyakan apakah lembar screening imunisasi HPV yang telah diisi penuh itu langsung ditumpuk atau bagaimana. Sontak saya membalas chatnya, dan saat saya menoleh ke arah Utara mereka sedang duduk di kursi. Tak lama dari itu, saya menghampiri petugas dengan maksud hendak menyerahkan berkas administrasi sebagai syarat vaksinasi.

Kehadiran Ibu Shaquilla sangat membantu saat proses vaksinasi, di mana beliau mengambil peran mengarahkan, membimbing dan mengonfirmasi kepada dua santriwati lainnya, yakni Syaifa dan Syifa yang tak kunjung sampai di lokasi. Saya pun sempat mengoprak-ngoprak di grup wali santri kelas 5. Hingga akhirnya, beberapa menit kemudian Syaifa dan Syifa hadir dengan di antar oleh Ibunya Syifa.

Langsung saja saya menyapa mereka dan menanyakan lembar screening dan persyaratan yang harus dikumpulkan di meja petugas. Lagi-lagi Ibu Shaquilla lebih sat-set dalam bertindak. Dalam hitungan menit, akhirnya mereka berdua pun dipanggil untuk divaksinasi. Syaifa maju dengan ekspresi wajah yang mengisyaratkan bahwa ia tidak takut jarum suntik. Sementara Syifa justru sebaliknya, setelah namanya disebutkan oleh petugas mimiknya tampak ketakutan dan memilih menolak jika boleh. Akan tetapi akhirnya ia berjalan menuju arah petugas dengan dipapah oleh sang Ibu.

Baca juga: Masa Depan Buku

Setelah keempat santriwati selesai divaksinasi, saya izin untuk pamit kembali ke sekolah mengingat sebelumnya telah diwanti-wanti ketua yayasan untuk segera-segera mungkin kembali karena pengisi akan segera tiba dan acara pelatihan akan segera dimulai.

Pendampingan ini sebenarnya bukan tugas saya, melainkan tugas Bu Nisa selaku wali kelas 1 sekaligus panitia pelaksana vaksinasi (koordinator pelayanan kesehatan sekolah) yang kemudian dilimpahkan kepada saya. Kenapa bisa seperti itu? Memangnya ke mana Bu Nisa? Mengapa tidak beliau sendiri yang melakukan tugas itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun