"Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu." (QS. li 'Imrn: 31)
Ayat ini adalah batu ujian bagi setiap pengakuan cinta.
Bershalawat seribu kali, tetapi masih enggan menutup aurat, masih menghalalkan riba, masih menolak hukum Allah, maka sejatinya ia baru mencintai suara sendiri, bukan Rasulullah .
Cinta sejati kepada Nabi tidak berhenti di lisan. Ia menuntut keberanian untuk hidup sebagaimana beliau hidup, berjuang sebagaimana beliau berjuang, dan tunduk kepada hukum Allah sebagaimana beliau tunduk.
Cinta yang Memperjuangkan Syariat
Rasulullah bukan hanya guru akhlak, tapi juga pemimpin peradaban.
Beliau menegakkan Islam bukan hanya di masjid, tetapi di seluruh sendi kehidupan --- dari keluarga, pendidikan, hingga pemerintahan.
Maka, mencintai beliau berarti meneruskan perjuangan itu.
Menegakkan keadilan, menolak kezaliman, menyebarkan dakwah, dan memperjuangkan tegaknya syariat Islam secara kaffah.
Seribu shalawat tanpa tekad menegakkan ajaran Islam hanyalah cinta yang tak berdaya --- hangat di lidah, tapi dingin di amal.
Cinta sejati adalah cinta yang membuat seseorang bergerak, bukan diam. Ia menghidupkan semangat juang, bukan sekadar membisikkan doa.
Cinta yang Menjadi Cahaya
Seribu kali shalawat tetaplah amalan mulia.
Ia membuka pintu rahmat, menghapus dosa, dan menenangkan hati. Tapi shalawat itu hanya akan menjadi cahaya yang menuntun ke surga bila diiringi ketulusan untuk meneladani Rasulullah .
Cinta sejati membuat seseorang berubah: dari malas menjadi giat, dari lalai menjadi sadar, dari penonton menjadi pejuang.
Ia tak sekadar berharap "melihat surga", tapi ingin menjadi penduduknya, dengan amal dan perjuangan yang nyata.