Menulis yang Tak Pernah Mati
Ada sebuah hadis Rasulullah yang masyhur: "Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh." (HR. Muslim).
Banyak orang memahami sedekah jariyah sebagai membangun masjid, menggali sumur, atau wakaf tanah. Semua benar. Namun, di era digital, ada bentuk sedekah jariyah lain yang jarang disadari: menulis dan membagikan ilmu di media online, termasuk Kompasiana.
Tulisan yang kita buat dan dibaca orang, bisa menjadi ilmu bermanfaat. Selama ada yang memetik hikmah, menyalin, atau mengamalkan isi tulisan, pahala akan terus mengalir. Inilah salah satu jalan "amal yang tak pernah mati".
Kompasiana: Ladang Kebaikan Digital
Kompasiana bukan sekadar platform menulis. Di sini ada jutaan pembaca yang beragam: pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, bahkan akademisi. Mereka mencari bacaan ringan, inspirasi, informasi, hingga analisis serius.
Bayangkan ketika kita menulis refleksi sederhana tentang kehidupan sehari-hari: adab di jalan raya, keikhlasan dalam bekerja, pentingnya shalat tepat waktu, atau bahaya utang konsumtif. Lalu ada pembaca yang tersentuh, berubah sikap, atau mendapat motivasi. Itu artinya, tulisan kita telah menjadi amal jariyah.
Kompasiana juga memudahkan penyebaran. Artikel bisa dibagikan lewat WhatsApp, Facebook, atau Telegram. Semakin banyak tersebar, semakin luas pula potensi pahala yang mengalir.
Bagi seorang muslim, dakwah tidak selalu harus di mimbar atau masjid. Dakwah bisa lewat pena, tulisan, bahkan postingan singkat. Rasulullah bersabda:Â "Sampaikan dariku walau satu ayat." (HR. Bukhari).
Artinya, menyampaikan kebaikan tak harus menunggu jadi ulama besar. Menulis kisah sederhana tapi mengandung hikmah sudah termasuk dakwah. Misalnya, cerita pengalaman pribadi saat sabar menghadapi ujian, kisah lucu tapi penuh pelajaran, atau ulasan film dengan kacamata moral.