Kedua, kita butuh pemimpin yang memiliki kesadaran spiritual dan sosial yang kuat. Pemimpin yang tidak menjadikan jabatan sebagai karpet merah menuju kemewahan, tetapi sebagai jalan sunyi untuk berkhidmat. Pemimpin yang hadir bukan hanya di baliho, tetapi nyata di tengah rakyat.
Ketiga, kita perlu mulai membangun kembali sistem tata kelola berbasis nilai-nilai keadilan dan ketauhidan. Bukan sekadar teknokratisme, tetapi kebijakan yang menyatu dengan jiwa rakyat, yang memuliakan manusia bukan karena status atau harta, tetapi karena kemanusiaannya.
Menatap Masa Depan dengan Harapan
Umar bin Abdul Aziz bukanlah mitos. Ia adalah fakta sejarah. Kepemimpinannya menunjukkan bahwa dengan kehendak, keberanian, dan ketulusan, perubahan itu mungkin. Sejahtera itu mungkin. Rakyat yang makmur tanpa bergantung pada bantuan pun mungkin.
Tentu kita tidak bisa berharap semua berubah seketika. Tapi perubahan selalu dimulai dari kesadaran. Dari pertanyaan-pertanyaan kritis yang kita ajukan hari ini. Dari semangat untuk tidak lagi sekadar menjadi penonton dalam proses pembangunan, melainkan ikut serta menjadi bagian dari solusi.
Mari kita rawat harapan. Mari kita jadikan sejarah bukan sekadar pelajaran, tapi inspirasi. Jika Umar bin Abdul Aziz bisa, mengapa kita tidak?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI