Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Jembatan Cirahong dan Warisan Kereta Api: Ketika Masa Lalu Mengajarkan Kita Tentang Ketahanan

1 Agustus 2025   10:34 Diperbarui: 21 Agustus 2025   08:11 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap kali mudik ke kampung halaman istri di Magelang, saya kerap melewati Jembatan Cirahong yang menghubungkan Ciamis dan Tasikmalaya. Rasanya selalu istimewa. Jembatan baja tua yang dibangun Belanda pada abad ke-19 itu masih kokoh dilintasi kereta api hingga hari ini. Tak jarang saya menonton ulang video-video pendeknya yang beredar di Instagram. Dan setiap kali itu pula, kenangan masa kecil datang menyelinap—kenangan saat pertama kali saya naik kereta api.

Waktu itu, saat saya belum sekolah dasar,  paman saya mengajak saya dari Ciamis ke Manonjaya, Tasikmalaya. Dentuman roda di atas rel, angin yang menerpa wajah dari jendela terbuka, dan sensasi gemetar saat melintasi jembatan Cirahong begitu membekas. Naik kereta adalah pengalaman penuh makna, bukan sekadar berpindah tempat, tapi perjalanan batin yang mendalam.Kini, meski usia bertambah, rasa cinta pada moda transportasi ini tak pudar. Apalagi sejak jalur kereta api Garut diaktifkan kembali, saya usahakan untuk bepergian ke luar kota menggunakan kereta api. Saat ini ada tiga layanan: dua menuju Jakarta dan satu kereta lokal ke arah Purwakarta. Tak lama lagi akan hadir trayek ke timur, menuju Yogyakarta dan Surabaya—membuka konektivitas baru bagi masyarakat Priangan Timur.

Namun di tengah geliat positif ini, saya tergelitik untuk bertanya: mengapa jembatan seperti Cirahong, peninggalan Belanda yang sudah berusia lebih dari seabad, tetap berfungsi dengan baik? Sementara banyak infrastruktur modern yang baru dibangun beberapa tahun lalu, kini sudah retak, rusak, bahkan roboh?

Foto: Antara/M Agung Rajasa 
Foto: Antara/M Agung Rajasa 

Jawabannya, menurut saya, terletak pada prinsip dasar pembangunan.

Belanda, meski penjajah, membangun dengan visi jangka panjang. Mereka menggunakan material terbaik, menghitung secara presisi, dan memegang teguh etika keteknikan. Karena infrastruktur seperti rel dan jembatan adalah bagian dari strategi kolonial yang vital, maka bangunan itu dibuat setahan mungkin terhadap waktu dan alam.

Bandingkan dengan banyak proyek setelah kemerdekaan. Ada yang dibangun tergesa-gesa demi pencitraan politik, ada yang dikorupsi sejak perencanaan, dan banyak yang tak dirawat secara berkelanjutan. Etos kerja teknokratik digantikan logika tender murah dan target instan. Tak heran jika sebagian besar infrastruktur kita justru berumur pendek.

Kita patut belajar dari Jembatan Cirahong. Ia bukan sekadar jalur lintasan kereta, tapi monumen ketahanan, kesungguhan perencanaan, dan tanggung jawab teknik. Ia berdiri bukan karena keajaiban, tapi karena keseriusan dan profesionalitas.

Kini, saat kereta api kembali berderak di Garut dan stasiun-stasiun lama hidup kembali, mari kita dorong semangat pembangunan yang berakar pada mutu, kejujuran, dan keberlanjutan. Jangan sampai sejarah hanya kita jadikan kenangan, sementara masa depan kita abaikan.

Karena sejatinya, rel kereta dan jembatan besi itu tak hanya menghubungkan kota ke kota—tetapi juga menghubungkan generasi demi generasi dalam satu rangkaian tanggung jawab yang tak boleh diputus.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun