Mohon tunggu...
Mama Totik
Mama Totik Mohon Tunggu... Administrasi - Bincang Ringan di Ruang Imaji

Coffee - Books - Food - Movie - Music - Interior - Art - Special Parenting www.debiutilulistory.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gifted Disinkroni Diary : "Aku Tidak Suka Manusia"

11 Desember 2015   13:20 Diperbarui: 11 Desember 2015   13:26 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cling...cling... bunyi sms di handphoneku. Kutengok jam dinding, tepat pukul 15.30. Ini pasti sms Totik, nama panggilan anakku satu-satunya. Setiap hari pada jam yang sama, jam kepulangan sekolah, anakku ini akan selalu mengirim sms dengan bunyi kalimat yang nyaris selalu sama.

“Bagaimana di rumah ? Baik-baik saja ? Kuri bagaimana ? Sudah dijemur ? Tolong siapkan air mandi hangat dan minuman hangat ya. Terimakasih” Kuri adalah nama kura-kura Brazil kecil piaraannya sejak beberapa bulan lalu.

Demikian bunyi smsnya. Karena bunyi sms-nya selalu sama, maka jawabanku pun akan selalu sama, bahkan kadang aku sudah menyiapkan template jawaban. Begitulah komunikasi rutin aku dan Totik, nyaris monoton. Bukan saja denganku, terhadap teman-temannya pun dia bersikap sama. Tidak heran anakku dijuluki, robot Terminator, oleh teman-temannya. Kaku, monoton dan membosankan.

Tapi apapun, aku wajib menerimanya dengan besar hati, ini sudah merupakan bentuk perkembangan yang bagus bagi Totik. Sebagai penyandang disabilitas gifted disinkroni, Totik memiliki keterbatasan dalam bersosialisasi dan pola perilaku yang mirip dengan anak autis. Njomplang dengan kemampuan intelegensinya yang dinyatakan hampir jenius oleh psikolog. Bukan berarti Totik tidak mampu berbicara atau menyusun kata-kata lho. Perbendaharaan kata dan logikanya dalam berargumentasi sangat tinggi. IQ verbal dari hasil tes tinggi sekali, tapi kemampuan dia untuk memulai sebuah percakapan sosial sangat rendah. Tahun lalu ketika dia masih duduk di bangku SMP, Totik bahkan sama sekali tidak pernah mengirim sekedar sms pun kepadaku. Tahu-tahu dia sudah berdiri di depan pintu rumah.

Gubrak...gubrak...gubrak...terdengar suara pintu rumah didorong-dorong. Nah itu dia, anak kesayanganku datang dengan gaya khasnya. Gedubrakan.

“Ketuk pintu dong sayang, ucapkan assalamualaikum, begitu” tegurku


“Oh ya maaf, aku lupa lagi”.

“Ayo ulangi”. Totik pun mundur ke dekat pintu pagar. Lalu dia berjalan kembali ke pintu rumah. Mengetuk pintu dan mengucap salam seperti yang kuajarkan. Beberapa tukang di rumah tetangga nampak terheran-heran menyaksikan adegan itu. Tapi aku cuek saja. “Learning by doing” atau “Belajar dengan melakukan” mungkin bagi sebagian orang hanya seperti kata mutiara pendidikan. Tapi bagiku ini pola pengajaran yang sangat efektif. Bagi Totik, mengajarkan sebuah perilaku tertentu dengan kata-kata seringkali tidak membuahkan hasil. Learning by Doing adalah solusi terbaik.

Masuk ke dalam kamarnya, Totik melakukan aktivitas rutin. Membongkar tas sekolah, meletakkan semua buku pelajaran ke dalam rak, mengambil buku sesuai jadwal besok, memasukkan ke dalam tas, merapikan letak bantal guling, koleksi mainan, mengecek notifikasi sosial medianya ( Totik hanya mau membuka akun sosmed di rumah ), mandi, berganti baju dan tiduran. Meskipun aku sudah rutin merapikan kamarnya setiap pagi, tapi Totik masih selalu perlu untuk merapikan kembali. Letak bantal, guling dan semua perlengkapan harus persis seperti yang dia inginkan. Soal bersih-bersih ini, aku tersenyum geli mengingat masa kecil Totik. Di SD dulu, bukan cuma kamarnya yang dia rapikan, tapi juga ruang tamu, meja makan, ruang tengah dan lain-lain. Kadang sampai berjam-jam dia melakukan itu sebelum akhirnya aku berhasil menghentikan kebiasaan itu.

“Bagaimana tadi di sekolah ? Semua lancar ? “ tanyaku sambil memijit kaki Totik yang sedang tiduran.

“Tidak ada sesuatu yang menarik. Semuanya membosankan. Seolah-olah kalau hari ini tidak ada, tidak akan berpengaruh sama sekali”, jawabnya. Aku tersenyum. Begitulah gayanya berbicara, unik, memakai kalimat baku, bukan kalimat gaul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun