Mohon tunggu...
Maman A Rahman
Maman A Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Energi Persaudaraan di Kampung Sawah

14 Agustus 2018   23:06 Diperbarui: 14 Agustus 2018   23:24 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa minggu ini, saya bulak-balik ke Kampung Sawah untuk sebuah penelitian. Kampung Sawah merupakan komunitas yang terkenal dengan toleransinya. Kampung Sawah terletak di Kecamatan Pondok Melati Bekasi.

Secara geografis Kampung Sawah meliputi Kelurahan Jatimelati, Kelurahan Jatiwarna dan Kelurahan Jatimurni. Di wilayah ini hidup berbagai penganut agama: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan kepercayaan lainnya.

Bahkan di Kampung Sawah ini hidup berbagai suku: Betawi, Sunda, Jawa, Batak, Minang  dan lain sebagainya. Asyiknya, mereka hidup damai berdampingan.

Pertamakali datang ke Kampung Sawah, saya dibuat kagum dengan adanya masjid dan gereja berdiri berdampingan. Disana berdiri kokoh Masjid Agung al-Jauhar Yasfi dengan halaman yang  luas dan dilengkapi dengan pesantren dan sekolah. Tidak jauh dari masjid, berdiri Gereja Kristen Pasundan (GKP) dan di seberang jalan, tidak jauh dari GKP, berdiri megah Gereja Servatius atau Gereja Katolik Kampung Sawah.

Tiga tempat ibadah itu membentuk segi tiga emas Kampung Sawah. Mereka hidup damai berdampingan. Ketika saya datang ke Masjid Agung al-Jauhar Yasfi untuk melakukan shalat dzuhur karena mendengar kumandang adzan dari masjid tersebut nyaris berbarengan saya juga mendengar dentang  lonceng dari sebuah gereja. Meski lembut tapi cukup jelas terdengar dan menyejukkan. Masyarakat muslim di Kampung Sawah sudah terbiasa mendegar lonceng tersebut dan tidak merasa terganggu sama sekali.

Ketika saya dan teman berkunjung ke rumah-rumah para tokoh kampung Sawah, kami mendapatkan kesan yang sangat positif. Misalnya, ketika kami ke rumah salah seorang tokoh Kampung Sawah, tiga orang laki-laki berpeci hitam menyambut dengan ramah. Awalnya saya mengira mereka adalah muslim, karena memakai peci hitam. Tetapi setelah mendatangi rumahnya dan berbicara panjang lebar ternyata mereka non-muslim. Mereka menyambut saya dan teman-teman saya dengan sangat bersahabat. Seakan kami teman lama yang baru bertemu lagi.

Pada kesempatan lain, kami menemui salah seorang tokoh Katolik Kampung Sawah. Beliau pun menyambut kami dengan memakai peci hitam layaknya kebanyakan umat Islam. Menurutnya, peci merupakan pakaian nasional. Maka ia bangga memakainya.  Banyak jema'at Nasrani lainnya yang memakai peci. Bahkan ketika mereka ke gereja untuk melakukan ibadah. Suatu pemandangan yang tidak biasa tetapi di Kampung Sawah bukan sesuatu yang aneh.

Menurut pengakuan orang-orang yang saya temui di Kampung Sawah, mereka hidup saling membantu. Mereka tidak memandang perbedaan agama. Ketika perayaan Idul Fitri misalnya, umat Nasrani membantu menjaga keamanannya. Begitu pun ketika Natal umat Islam mengizinkan lapangan masjidnya untuk parkir jema'at gereja dan membantu keamanannya.

Di Hari Raya Idul Fitri orang Nasrani berkunjung ke keluarga muslim dan mengucapkan selamat Idul Fitri. Begitu pun umat Islam, ketika Natal mereka berkunjung ke keluarga Nasrani dan mengucapkan selamat Natal. Begitu pun dengan agama-agama lainnya. Kerukunan dan saling hormat menghormati terus dijalankan dan dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya. Bagi umat Nasrani yang memelihara anjing, mereka lebih menjaga anjingnya di rumah dengan mengikat atau dikandangkan. Mereka khawatir anjingnya mengganggu tetangga muslim atau orang muslim lainnya. Ada kesadaran saling tenggang rasa yang terbangun. Terasa Indah.

Masyarakat Kampung Sawah sangat menjaga perasaan penganut agama lainnya. Misalnya, umat muslim menyetel volume speaker Masjid tidak begitu keras, hanya cukup untuk ke dalam masjid. Umat Nasrani dari suku tertentu yang biasa berpesta dan bernyanyi misalnya, mereka pun menghormati umat muslim setempat. Ketika waktu shalat, mereka akan menghentikan aktifitasnya. Jika pun mereka lupa, tokoh agama Nasrani akan mengingatkannya.

Kesadaran menjaga kerukunan juga tercermin dalam persoalan perkawinan. Masyarakat Kampung Sawah menanggapi perkawinan  perbedaan agama sesuatu yang biasa.  Ada laki-laki muslim menikahi perempuan Nasrani dan sebaliknya. Ada perempuan muslim menikah dengan laki-laki Hindu atau sebaliknya. Mereka sejak nenek moyangnya telah diajari kebersamaan dalam perbedaan. Tidak aneh dalam satu keluarga terdiri dari banyak agama. Bahkan menurut cerita orang-orang yang saya temui, para tokoh agama, baik muslim maupun Nasrani keluarganya juga beragam keyakinannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun