Mohon tunggu...
Astrid Setya
Astrid Setya Mohon Tunggu... Freelancer - Happines adalah pilihan

Berbagi kisah perjalanan dari catatan harian, catatan kehidupan baik yang menyenangkan, gembira, menyedihkan hingga horor. Semoga catatanku ini bisa bermanfaat, menjadi berkat bagi yang membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Andai Saya Kaya Raya, Masihkah Saya Berteriak Jangan Jual Sawahnya Dong

5 Oktober 2022   20:15 Diperbarui: 7 Oktober 2022   20:36 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sawah, aset penting untuk generasi mendatang, sangat disayangkan jika harus beralih fungsi / Foto : Astrid Setya

Beberapa orang merasa senang saat mendengar berita akan ada pembangunan perumahan bersubsidi di barat perumahan saya. 

Tapi saya malah sedih, bukan masalah rumahnya, yang harganya hanya kisaran 150 juta, namun sedih lantaran sawah di dekat rumah akan hilang lagi satu petak. 

Saya pernah membaca di surat kabar, kalau tanah produktif seperti sawah dilarang untuk dijadikan bangunan. 

Tapi mengapa masih ada sawah yang harus berganti menjadi lahan perumahan, dan ini bukan pertama kalinya saya melihat sawah produktif disulap menjadi perumahan.

Sebelumnya dekat tempat saya tinggal ada beberapa pembangunan perumahan baru yang menggunakan sawah produktif menjadi lahannya.

Tak habis pikir kenapa sawah-sawah produktif itu dijual, apa para pemilik sawah itu sudah malas mengelola sawahnya, karena harga pupuk mahal? 

Atau mereka terpaksa menjual sawahnya karena terhimpit persoalan ekonomi, membayar sekolah atau mungkin membayar hutang. 

Yang pasti sawah di barat perumahan saya, telah berkurang, setidaknya ada tiga perumahan. 

Sangat disayangkan, karena lahan-lahan produktif mulai berkurang, sementara dari sisi lain, orang pun membutuhkan rumah dengan harga terjangkau. 

Ah, andai saya termasuk golongan orang berduit melimpah-limpah, mungkin saya akan membeli sawah itu. 

Tapi pertanyaannya, apa saya sanggup melanjutkan mengembangkan pertanian, mengingat harga pupuk semakin mahal, upah petani juga tidak sedikit?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun