Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Eyang Ruli

30 September 2021   06:00 Diperbarui: 30 September 2021   06:03 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eyang Ruli (Foto ilustrasi : pixabay.com/Kor_el_ya)

Dulu semua orang di kampung ini tak ada yang ramah kepadanya. Eyang Ruli namanya. Setiap kali bertemu, orang-orang akan mengangguk dan berlalu. Tak akan mereka berucap sepatah-dua patah kata, meskipun hanya sekedar basa-basi.

Sekarang Eyang Ruli sudah tiada. Mungkin sudah berpuluh-puluh tahun lalu. Aku lupa tepatnya. Rumahnya pun tak tampak bekasnya sedikitpun. Kudengar sudah dibeli oleh orang lain. Sayang sekali!

Masa kecil sesederhana apapun akan selalu memberi kenangan. Nostalgia terhadapnya selalu indah. Dulu aku sering bermain ke rumah Eyang Ruli itu. Cucunya adalah teman akrab kakakku dan aku sebagai adiknya suka mengekor kemana kakakku pergi.

Jaman dulu, rumah Eyang Ruli termasuk bagus meskipun tak sebesar rumahku. Ada taman kecil di depannya. Juga kebun sayuran di samping rumah. Aku suka karena asri dan terawat. Sebenarnya juga sepi karena memang tak ada yang mau mendekat dengan eyang Ruli.

Aku masih ingat ruang tamunya yang mungil. Satu set kursi tamu dilengkapi lemari pajangan. Ada guci berwarna biru yang kusuka. Guci dengan gambar yang dilukis dan tinta berwarna emas. Cantik!

Tapi tahukah disana ada juga lukisan berukuran besar yang sangat kontras dengan kemungilan ruang tamu itu. Disana ada lukisan presiden Indonesia pertama : Soekarno.

Presiden Soekarno dalam lukisan itu sungguh tampak gagah dan berwibawa. Salah satu tangannya memegang tongkat komando. Bajunya penuh dengan tanda jasa atau pangkat. Entahlah, aku tak paham. Tapi itu semakin membuat beliau gagah perkasa.

Uniknya, pada lukisan itu Soekarno tetap mengenakan kopiah peci hitam. Waktu itu mungkin sekitar tahun 1990 dan umurku kurang lebih 8 tahunan waktu itu. Aku sudah bisa membaca. 

Ada tulisan pada lukisan itu, "Kutitipkan bangsa dan negara ini kepadamu." Kurang lebih begitu. Aku tak mampu mengingat persisnya. Begitu juga ejaannya sepertinya masih ejaan lama. Tapi menurutku lukisan itu seolah hidup, antara gambar dan pesannya bertaut dan memberi pesan yang kuat.

Dulu aku biasa saja melihat lukisan itu. Toh semua orang Indonesia juga tahu bahwa Soekarno adalah presiden pertama di republik ini. Lagian apa yang dipahami anak kecil pada jaman itu, dimana TV adalah barang mewah. Pun buku adalah impian semata. Anak kecil di jamanku hanya tahu bermain petak umpet,main kelereng, atau kasti.

Hanya saja, setelah aku besar baru kusadari semuanya. Eyang Ruli adalah perempuan yang sangat pemberani! Ah, generasi sekarang mungkin tak pernah tahu susahnya jaman dulu seperti apa. Sebelum adanya reformasi, hmmm... jangan dikira bebas lepas seperti sekarang jika tak mau "dikarungi"!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun