Mohon tunggu...
Malinda Juliana Wairissal
Malinda Juliana Wairissal Mohon Tunggu... Blogger

Menulis adalah salah satu cara saya untuk bercerita soal kehidupan. Semoga tulisan saya bisa jadi sedikit gambaran tentang seberapa serunya punya kesempatan untuk hidup di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suara Alam dari Timur: Menolak Tambang, Menjaga Warisan

16 Juni 2025   16:45 Diperbarui: 16 Juni 2025   16:52 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Raja Ampat merupakah salah satu mahakarya alam Indonesia yang telah menarik banyak perhatian dunia. Sering dikenal sebagai salah satu kawasan dengan biodiversitas laut tertinggi di dunia. Tentu wilayah ini bukan hanya menjadi pusat ekowisata, tetapi juga menjadi sumber kehidupan utama bagi masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya dari laut, hutan, dan pariwisata berkelanjutan.

Namun, ketenangan Raja Ampat terusik dengan adanya rencana aktivitas pertambangan yang masuk ke dalam perizinan wilayah. Beberapa waktu lalu, muncul kasus pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk beberapa perusahaan tertentu, meski kemudia beberapa izin ini dicabut karena tekanan dari masyarakat dan sorotan publik. Meski begitu, bayang - bayang eksploitasi sumber daya alam masih menghantui masyarakat lokal dan hal ini yang memicu gelombang penolakan dari masyarakat menjadi semakin luas.

Penolakan yang disuarakan masyarakat terhadap masalah ini bukan tanpa alasan. Dilandasi dengan pengalaman dan ketakutan yang nyata dengan banyaknya kasus rusaknya ekosistem pesisir, pencemaran laut, terganggunya mata pencaharian, hingga ancaman terhadap sektor pariwisata yang selama ini menjadi inti tulang punggung ekonomi lokal.

Raja Ampat memiliki model ekonomi yang sudah terbukti. Mulai dari nelayan tradisional yang memanfaatkan laut secara lestari, pelaku pariwisata lokal yang mengelola homestay dan tur bahari, serta generasi muda yang mulai bekerja si sektor kreatif berbasis ekowisata. Maka dari itu, kehadiran tambang akan menjadi ancaman langsung terhadap sistem ini. Lumpur tambang, emisi, serta lalu lintas kapal industri menjadi aspek utama yang dapat merusak terumbu karang, mencemari laut dann mengganggu kawasan konservasi yang telah diakui secara internasional.

Salah satu yang menjadi sumber kemarahan masyarakat adalah minimnya transparansi dan pelibatan publik dalam pengambilan keputusan soal tambang. Cukup banyak warga yang bahkan baru mengetahui wilayah mereka termasuk dalam peta konsensi tambang setelah adanya izin terbit. Proses perizinan yang seharusnya melalui konsultasi bersama publik, serta analisis dampak lingkungan yang menyeluruh, dan pelibatan komunitas justru diabaikan atau bahkan dilakukan secara formalitas. Hal ini menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat, bahwa kepentingan ekonomi jangka pendek lebih diprioritaskan daripada keberlanjutan hidup masyarakat setempat. Masyarakat merasa menjadi objek, bukan menjadi subjek dari pembangunan itu sendiri.

Penambangan di Raja Ampat tidak hanya terancam secara ekologis, tatapi desertakan juga dengan ancaman terhadap ekonomi yang sudah berjalan. Data dari berbagai studi menunjukan bahwa nilai ekonomi pariwisata alam di Raja Ampat jauh lebih besar dan berkelanjutan dibandingkan dengan pendapatan sesaat dari pertambangan.

Selain itu, adanya pengalaman nyata dari Papua dan Maluku yang telah menerima tambang justru mendapatkan banyak hal negatif seperti kerusakan lingkungan permanen, konflik horizontal, dan kemiskinan yang tak kunjung selesai. Tentu masyarakat Raja Ampat tidak mau situasi yang sama terjadi pada wilayahnya.

Perlu ditekankan kembali bahwa penolakan yang disuarakan oleh masyarakat Raja Ampat terhadap tambang bukanlah bentuk anti pembangunan. Justru sebaliknya, masyarakat telah membuktikan bahwa mereka bisa membangun potensi yang dimiliki secara mandiri dan berkelanjutan. Masyarakat hanya mau pembangunan yang menghormati lingkungan, memperkuat ekonomi lokal, dan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama.

Apa yang mereka tolak adalah pembangunan yang eksploitatif, sepihak, dan mengorbankan masa depan demi keuntungan jangka pendek.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun