Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesona Cobek dan Ulekan Ala Masyarakat Jawa di Desa Saya

10 Januari 2014   22:25 Diperbarui: 4 April 2017   17:15 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tradisi dan budaya hakekatnya seperti sebuah gaya hidup, jejak kaki leluhur yang sampai kini masih diikuti, bahkan diyakini memiliki tuah yang cukup kuat diyakini oleh masyarakat. Tidak hanya berisi kebiasan, akan tetapi lebih dari itu di dalamnya berisi banyak petuah bijak yang apabila dihayati maknanya -- bukan sekedar kata-katanya -- tapi nilai kebaikan dan pesan-pesan moral yang amat dalam menjadikan masyarakat yang masih memegang tali tradisi ini tetap berjalan elok seelok budaya ketimuran yang masih pantas untuk tetap dilestarikan.

Tak terkecuali dalam masyarakat Jawa di lingkungan saya, bisa jadi merupakan akar budaya yang dari sejak kakek-nenek buyut atau bahkan sesepuh yang saat ini sudah tiadapun masih meninggalkan pesan-pesan kebaikan ini. Meski generasi muda saat ini sudah banyak meninggalkan tradisi ini, ternyata masih ada saja yang mau menjaga tradisi unik ini dalam kehidupan sehari-hari ini.

Seperti halnya, ketika anak-anak mereka dinikahkan, dengan sederet kegiatan yang tak sedikit, tatkala acara usai dan masa bulan madu dua sejoli sudah dianggap cukup, sepasang suami istri baru ini selalu diberikan oleh-oleh. Oleh-olehnya bukanlah uang sebakul, atau emas sekobokan, akan tetapi cobek (cowek) dan ulekan yang senantiasa dipersiapkan untuk bekal anak-anaknya.

Setelah saya menanyakan perihal tradisi ini, di antara sesepuh desa mengatakan bahwa apa yang telah dibekalkan kepada suami istri ini hakekatnya bukan tanpa makna dan alasan, akan tetapi berisi pesan yang tak hanya sebatas harga murah dari cobek dan ulekan ini. Akan tetapi lebih dari itu, para orang tua ini hakekatnya menitipkan pesan yang amat berharga, dan tentu saja bekal yang tak kan habis dimakan masa.

Makna yang tersurat dari pemberian cobek dan ulekan dalam masyarakat Jawa kuno sejatinya mereka menitipkan pesan kepada pasangan muda ini agar siap menjadi dua insan yang saling bekerjasama, menciptakan harmonisme kehidupan dalam bekerjasamanya ulek dan colekan. Menciptakan sebuah bumbu masak demi kehidupan mereka yang tergolong baru. Menyatukan dua insan yang memiliki pola pikir, karakter atau sifat dan kelebihan serta kekurangannya. Tujuannya adalah agar pasangan baru ini sama-sama menjalin kebersamaan dalam situasi apapun. Menjadikan rumah tangganya sebagai tempat menyelesaikan setiap persoalan hidup, dan saling membangun karya yang akan mereka sempurnakan dalam balutan cinta kasihnya.

Betapa kehidupan baru yang harus dijalani kedua insan ini hakekatnya penuh dengan batu sandungan, penuh dengan problematika hidup, dan tentu saja penuh dengan benturan-benturan persoalan yang tidak mudah. Agar keduanya saling menjaga soliditas kehidupan mereka, tak perlu saling menyalahkan atau mencela kekurangan yang lain. Pungkasnya keduanya adalah ibarat nahkoda dan asistennya yang tengah mengendalikan bahtera yang amat besar di atas samudera yang luas dan dalam. Saling mengingatkan tatkala salah satunya melakukan kealpaan, dan saling mendukung tatkala jiwa dirundung kelemahan atas besarnya terpaan badai.


Sebuah pesona dari barang "antik" yang biasanya hanya dapat digunakan di dapur, dianggap ketinggalan jaman tatkala saat ini semua serba mesin dan canggih, tapi ternyata peninggalan sejarah ini telah menorehkan catatan indah dalam kehidupan pasangan keluarga yang tengah menjalani kehidupan mereka yang serba baru. Karena rajutan komunikasi dan kebersamaan dalam menjalani hidup ini, keduanya selalu dapat menyelesaikan persoalan dengan arif dan bijaksana tanpa mengorbankan indahnya pernikahan mereka. Pantas saja kehidupan mereka seperti pinang dibelah dua, ketika disatukan menjadi satu bentuk yang tak dapat dipisahkan lagi. Kehidupan sakinah, mawwadah wa rahmah.

Bagaimanakah kehidupan pernikahan ala masa kini?

Sebuah kontradiksi dan perbedaan yang amat tajam sangat kentara antara pernikahan tempo dulu dengan pernikahan muda-mudi saat ini. Seperti langit dan bumi. Kehidupan yang ingin dibangun dalam pesan "sakinah, mawwadah wa rahmah" dan ayat suci yang tertulis dalam kertas undangan sepertinya hanya simbol belaka. Mereka ingin segala serba islami, serba dipenuhi ke arab-araban, tapi ternyata mereka sama sekali tidak mengenal makna pernikahan mereka.

Andaikan kita mau melihat betapa tingginya angka pernikahan yang terjadi di Indonesia, ternyata berbanding lurus dengan tingginya tingkat perceraian yang terjadi pada mereka. Semua bukan tanpa alasan, karena mereka belum siap menjalani kehidupan baru, dan belum siap menjadi sepasang sejoli yang harus mengayuh kereta berdua, mengendalikan bahtera yang seringkali harus menghadapi terpaan ujian. Mereka kolaps, gelap mata, dan tak dapat berfikir kembali betapa pernikahan mereka amat mulia jika harus diakhiri dengan perceraian.

Kenapa perceraian selalu menjadi solusi? karena mereka tak pernah mendapatkan petuah bijak ala Cobek dan Ulekan seperti masyarakat tempo dulu. Saat ini mereka seperti disuguhkan dengan aneka kemudahan hidup dan kehidupan, sehingga mereka merasa bahwa pernikahan yang akan dilalui akan lurus-lurus saja dan tak akan menemukan aral melintang. Padahal yang terjadi adalah justru pernikahan itu tak mudah, tak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Tinggal pencet remot kehidupan bahagia akan mereka dapatkan. Akan tetapi segalanya membutuhkan kesiapan mental yang tidak sedikit agar segala persoalan dapat mereka selesaikan dengan arif dan bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun