Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jam Dinding Konslet

14 Juni 2016   11:15 Diperbarui: 14 Juni 2016   14:05 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jo..! Kog lama banget sih nggak adzan-adzan? Apa muadzinnya tidur?" 

Beno nampak ngomel sedari tadi. Entah, apa yang ia gerutukan dan masalah apa yang mengusik jiwanya. Karena sedari sejam lalu ia menatap jam dinding yang ada di ruang tamunya. Sedangkan suara radio usang masih mengeluarkan bunyi shalawatan, shalawat badar tepatnya. Sebuah stasion radio swasta menjadi satu-satunya radio kesayangannya. Di samping acara shalawatan yang lumayan membuat tenang, karena di stasion radio itu juga sering diadakan acara pengajian. Seorang ustadz yang disebut da'i sejuta umat adalah satu-satunya penceramah yang dia kagumi.

Bejo nampak menggaruk-garuk kepalanya yang sepertinya gatal, sambil melongok melihat tingkah Beno yang sedari tadi lumayan lucu, ia sesekali menarik nafas panjang untuk menenangkan fikirannya. Boleh jadi ia juga turut terhanyut dalam buaian nada-nada shalawat dari radio merek Cawang itu. Radio yang sempat mengoyang nusantara karena harganya yang terjangkau di era '80 an. Kini keberadaan radio itu masih sangat diminati oleh mereka berdua. Dan nampaknya masyarakat di kampungnya begitu nge-fans sama radio itu. 

Meskipun saat ini kalau mau mendapatkan radio yang masih bagus kualitas suaranya tidak semudah membeli barang baru di toko elektronik, tapi mendapatkan radio Cawang yang ekstra lama dengan kualitas yang mumpuni adalah kebanggan. Ada kepuasan tersendiri kalau ada yang bisa mendapatkannya. Beno saja mendapatkan radio itu dengan berburu informasi melalui internet. 

Beruntung ia mendapati sebuah situs yang menjual barang-barang loak. Dengan uang tiga ratus ribu barang kuno itupun sudah nongkrong di rumahnya.

Sambil tubuhnya disandarkan pada kursi bambu itu, ia sesekali melihat jam dinding yang juga membuatnya semakin merasa lapar. Bagaimana tidak, di saat memasuki waktu berbuka, jam dindinglah benda yang paling ia rindukan. Samalah kayak merindukan sang bidadari yang jatuh dari surga. 

"Mbok yang sabar, kan memang belum waktunya berbuka." Kata Bejo, sambil terus memantengi jam dinding itu.

"Lah iya, kita sudah lama di sini, menunggu jam dinding itu tepat pukul enam sore kog ya lama banget. Apa jam dindingnya yang rusak ya? Atau ..... 

Beno tidak meneruskan kata-katanya, ia hanya menggerutu mengapa jam dinding itu tidak segera bergerak ke arah yang ia inginkan. Padahal ia sudah menanti bergeraknya jarum panjang itu tepat di angka dua belas, tapi harapannya yang sedari tadi ia inginkan tak juga terpenuhi. Ia kecut, jengkel dan gusar. Ia bolak-balik melihat jarum jam kog tidak juga bergerak. 

"Jo, apa mataku yang konslet?"  

Bejo agak heran dengan apa yang terjadi. Sambil ia mengusap-usap matanya yang memang lumayan kabur lantaran kesukaannya mengucek-ucek mata kalau gatal. Makanya saat ini matanya agak error. Ia tidak menyangka kalau aktivitasnya itu justru membahayakan matanya. Bukannya mencari obat mata, ee malah matanya diusap make tangan. Jadilah sekarang, matanya tidak lagi berfungsi normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun