Padahal sebagai sikap yang bijak, semestinya jalanan desa yang seharusnya memang diperuntukkan untuk mobilitas masyarakat setempat ya semestinya tidak dialihkan pada hal yang berbeda. Ini yang menjadi pemicu, mengapa perselisihan bisa terjadi.
Semua hal terkait fasilitas umum, seyogyanya tetap diperuntukkan bagi masyarakat umum, dan tidak digunakan untuk fasilitas pribadi.
Seperti apa yang terjadi dari kasus antara kedua belah pihak tersebut. Jika tidak ada aksi pengambilalihan jalanan yang sejatinya milik Kyai Mim yang telah dihibahkan, maka menggunakannya untuk kepentingan pribadi adalah kesalahan.
Belum lagi dalam budaya kita ada yang namanya bermusyawarah untuk mufakat, bukannya lebih tepat jika semua dimusyawarahkan dengan baik tanpa ada unsur tekanan dari salah satu pihak. Apalagi membawa-bawa nama latar belakang suku yang sejatinya itu bermula dari masalah pribadi.
Orang yang tidak seharusnya terlibat dalam pusara masalah, pada akhirnya tertarik pada masalah itu hingga turut mengecam dan memusuhi mereka yang sama-sama satu suku.
Salahnya lagi, pihak-pihak yang dituakan bukannya menengahi dan menyelesaikan masalah itu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, justru seolah-olah menyerang salah satu pihak (Kyai Mim) yang notabene orang baru yang telah dengan sukarela menghibahkan tanah tersebut.
Kedua, menyebarkan pengaruh negatif demi mendapatkan dukungan secara frontal tapi tak masuka akal
Apa yang saya pahami dari video-video yang beredar adalah, pihak Sahara secara simultan dan tersistematis berupaya menyebarkan konten-konten provokatif dengan cara melecehkan secara verbal. Pembulian seorang perempuan yang usianya jauh lebih muda terhadap seorang pria yang dapat dikatakan bisa menjadi seorang ayah, merupakan tindakan yang sungguh jauh dari nilai-nilai kesopanan dan kesantunan.
Penyebaran konten negatif terkait aksi pembullyian yang terus menerus diekspos di media sosial merupakan langkah yang tidak cerdas jika melihat dari sisi betapa pendidikannya sudah sangat tinggi. Pendidikan yang sejatinya bisa membentuk kepribadian seseorang menjadi sosok yang berbudi luhur dan tinggi nilai kesopanan dan kesantunan dalam berbicara.Â
Secara nilai sosial, hal ini tentu jauh dari nilai-nilai kepatutan, bahkan dapat dibilang sudah sangat keterlaluan.Â
Meskipun misalnya apa yang diekspos tersebut hanyalah konten, tentu konten ini bisa dianggap melecehkan dan sudah jelas melangar UU ITE. Selain itu ini adalah hal yang memalukan yang secara tidak langsung bisa mempengaruhi pemirsa yang sengaja atau tidak sengaja mengikuti persoalan ini.