Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Omnibus Law, Belajarlah Positif Sebelum Agresif

25 Agustus 2020   08:13 Diperbarui: 25 Agustus 2020   08:38 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di era kekinian, masyarakat mudah sekali terbawa emosi dan merespon informasi yang cenderung belum sepenuhnya dipahami dengan cara anarkis, tidak logis, dan cenderung memaksakan kehendak tanpa mengindahkan pendapat umum lain yang juga memiliki kepentingan yang sama.

Banyak informasi yang didapat ternyata begitu mudah diserap tanpa melalui cek and ricek atau ditelisik dahulu informasi tersebut benar apa tidak. Dan apakah perlu dicarikan informasi tambahan, supaya informasi yang simpang siur dan setengah-setengah tersebut semakin jelas.

Bukan justru menyampaikan informasi  yang setengah matang tersebut untuk kemudian ditelan bulat-bulat. Kalau telur setengah matang sih enak dikunyah dan ditelan, kalau berita setengah matang bisa bahaya akibatnya. Seperti halnya  produk perundang-undangan yang saat ini menjadi perdebatan dan muncul pro kontra di dalamnya.

Ialah RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang saat ini banyak diperbincangkan di ranah media. Tidak hanya diperbincangkan di ranah media, karena saat ini warung-warung kopi pun menjadi tempat yang nyaman untuk memperdebatkan produk legislasi ini. 

Lembaga legislatif yang saat ini dipercaya untuk membuat undang-undang tengah menggodok RUU Cipta Kerja ini agar bisa disetujui dan disahkan sebagai Undang-undang. Agar pada saat nanti setelah disahkan bisa menjadi payung hukum terkait beberapa hal yang berhubungan pekerjaan. 

Baik yang berhubungan dengan aturan-aturan, teknis pelaksanaan, jenis usaha, bagaimana perusahaan belakukan aktivitasnya dan para pekerja yang bekerja menurut hukum hak dan kewajibannya. Serta hal-hal lain yang semua diatur di dalam RUU tersebut.

Semua masih dibahas di hadapan fraksi-fraksi yang pasti mewakili banyak kepentingan (negara, rakyat dan pengusaha).

Bagaimana supaya kita berpikir positif dan tidak agresif terhadap sesuatu hal?

Sebelum membicarakan lebih jauh tentang berpikir positif, menurut Peale (2006), berpikir positif adalah "kemampuan berpikir seseorang untuk menilai pengalaman-pengalaman dalam hidupnya, sebagai bahan yang berharga untuk pengalaman selanjutnya dan menganggap semua itu sebagai proses hidup yang harus diterima. 

Peale menyatakan bahwa individu yang berpikir positif akan mendapatkan hasil yang positif dan individu yang berpikir negatif akan mendapatkan hasil yang negatif (dictio.id, dikutip 25-8-2020). 

Jadi berpikir positif selalu mengarahkan pemikirannya pada sifat penerimaan pada hal yang realistis dan sepatutnya diterima. Sehingga, dengan pemikiran positif itu maka apapun yang diterima akan dianggap baik, bukan sebaliknya apapun yang diterima selalu dianggap buruk. 

Efeknya adalah pada orang-orang yang berpikir positif maka mereka akan selalu optimis memandang semua masalah secara bijak dan selalu menilai sesuatu hal sebagai manfaat. 

Nah, bagi orang-orang yang berpikir positif tentu kehidupannya akan menjadi positif, jika positif adalah baik maka apa yang didapatkan juga akan baik, sesuai dengan keyakinan dan integritas dalam menjalani segenap tugas yang diberikan.

Sederhananya, jika seseoang berpikir positif, maka energi yang lahir dari dalam diri adalah sesuatu yang baik dan akan menjadi sumber kekuatan dalam mencapai goal atas rencana-rencana dan tugas yang menjadi tujuannya.

Orang yang berpikir positif akan mengerahkan segenap kemampuan, energi dan pikirannya serta jiwa dalam sebuah pekerjaan secara total, sehingga mereka menganggap semua yang menjadi tanggung jawabnya adalah sesuatu yang harus dicapai dengan optimal. Mental (karakter) yang terbentuk pada akhirnya juga akan baik, melakukannya segalanya dengan dedikasi, integritas dan bertanggung jawab.   

Ironisnya, di dunia ini, tanpa disadari kita mendapati berita-berita yang kadang disampaikan dengan tidak melihat both side atau dua sisi (seimbang). Di mana kadangkala melihat sisi A tanpa menimbang-nimbang lagi pada sisi B. Kadang informasi tersebut memiliki sarat kepentingan individual tanpa melihat efek ke depannya bagi nilai-nilai kemanusiaan.

Seperti halnya ketika mendapati informasi tentang RUU Cipta Kerja, semestinya menanggapinya dengan kepala dingin dan semangat korektif. Sehingga tanpa grasa-grusu atau terburu-buru langsung memvonis bahwa produk legislasi ini tidak layak ada.

Semua produk yang dihasilkan di era covid-19 harus dihapuskan, titik. Padahal ada banyak sisi yang semestinya dipertimbangkan sebagai manivestasi rasa tanggung jawab sebagai sesama bangsa.

Bahkan, ketika memiliki pendapat yang berbeda terkait RUU Cipta Kerja ini, semestinya melalui sarana-sarana atau media yang lebih elegan dibandingkan mempengaruhi massa dan mengajak mereka menentang dengan frontal tanpa menimbang sisi-sisi lain yang sama pentingnya. Adu gagasan yang bersifat solutif justru lebih tepat dihadirkan dalam suasana yang masih mencekam. 

Bahkan, yang ironis lagi, ketika memiliki hak mengutarakan pendapat di muka umum, seolah-olah mengabaikan keselamatan bersama. Mengumpulkan banyak orang dikala krisis kesehatan, berkerumun di saat virus masih menjadi momok yang menakutkan. 

Padahal, para punggawa kesehatan sendiri sudah bekerja mati-matian tanpa mengenal lelah menyelamatkan para pasien. Ketika para tenaga medis bersusah payah mengobati pasien suspec covid-19, nyatanya di pihak lain justru mengkordinir dan memprovokasi massa agar masuk dalam pusara virus yang suatu saat bisa menyerang. 

Selain kekhawatiran adanya kluster baru covid-19, dikawatirkan adanya kumpulan massa yang tidak sedikit akan berakhir anarkis dan agresif. Bisa saja apa yang terjadi di AS terkait perlakuan rasis pada warganya bisa saja berimbas di Indonesia, adanya penjarahan dan perusakan unit-unit usaha di sepanjang spot demonstrasi.

Sudah beberapa kali pengalaman melihat betapa demonstrasi yang melibatkan orang banyak, justru berakhir anarkis dan kerusakan di mana-mana. 

Mengapa kita harus berpikir positif terhadap RUU Cipta Kerja?

Menurut Airlangga, keberadaan RUU Cipta Kerja dapat menyelesaikan permasalahan investasi di dalam negeri yang kerap terhambat regulasi.  Bahkan RUU Cipta Kerja menjadi kesempatan Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi dan percepatan penguatan reformasi serta transformasi perekonomian. (Kompas, 23 Agustus 2020)

Bahkan menurut media yang sama dijelaskan bahwa dengan UU Cipta Kerja dan dengan Trade War (perang dagang) diharapkan ada inflow dan foreign direct investment yang bisa masuk dari negara-negara yang ingin melakukan investasi dengan melihat domestic market Indonesia dan tersedianya resource atau bahan baku di RI  terkait value global chain. 

Dengan kata lain, ada banyak hal yang akan bisa kita (negeri ini) perbuat demi menciptakan lapangan pekerjaan baru karena sumberdaya di negeri ini memang mencukupi. Apalagi sumber daya manusianya juga melimpah yang memang membutuhkan lapangan pekerjaan yang mendesak.

Apalagi saat ini semua negara yang terjangkit pandemi covid-19 melakukan hal yang sama dalam mempersiapkan lapangan pekerjaan bagi warganya akibat reses ekonomi saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun