Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Turki Menyatakan Perang terhadap Suriah Siapkah Berhadapan dengan Rusia?

9 Maret 2020   17:05 Diperbarui: 9 Maret 2020   17:03 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: South China Morning Post

Pada postingan yang lalu telah dibahas tentang "Perang di Suriah dan Irak Yang Tak Kunjung Usai" baca:

Perang di Suriah dan Irak yang Tak Kunjung Usai

https://www.kompasiana.com/makenyok/5e510149d541df499c1c9c72/perang-di-suriah-dan-irak-yang-tak-kunjung-usai

Masalah Idlib

Ketika pasukan pemerintah Suriah maju dengan dukungan Rusia, Turki menolak untuk meninggalkan pos-pos militernya di Idlib dan mengancam akan menekan pasukan Suriah untuk mundur. Itu telah membuat Turki terpojok dan meninggalkannya dengan beberapa pilihan tetapi kemungkinan konfrontasi dengan Suriah dan Rusia.

Krisis Idlib datang ketika Turki mendapatkan dirinya berada di tengah krisis ekonomi dan semakin terisolasi secara internasional. Di kawasan Mediterania timur, Siprus, Mesir, Yunani, dan Israel telah mencapai kesepakatan tentang eksplorasi hidrokarbon yang mengecualikan Turki. Hal itu telah memaksa Turki untuk mencapai banyak kesepakatan maritim dan keamanan dengan pemerintah Libya yang diakui PBB.

Lembaga Studi Perang yang berbasis di AS mencatat bahwa "Rusia telah berganti-ganti antara fase militer dan fase diplomatik dalam kampanye, memperlambat kemajuannya, tetapi memfasilitasi untuk keuntungan Rusia dan pro-rezim, baik secara teritorial maupun diplomatik."

"Erdogan tidak menggertak," kata Ozgur Unluhisarcikli, direktur Dana Marshall Jerman di Ankara. "Setiap kali dia mengancam intervensi di Suriah, dia telah melaksanakannya."

Unluhisarcikli mengatakan dia tidak berpikir Suriah, bahkan dengan dukungan kekuatan udara Rusia, akan dapat melakukan perlawanan terhadap militer Turki, tentara terbesar kedua di NATO.

Dia menambahkan bahwa Turki mungkin telah didukung oleh pernyataan baru-baru ini dari Menlu AS Mike Pompeo, yang mengutuk serangan Suriah di Idlib, dan James Jeffrey, perwakilan khusus AS untuk Suriah, yang mengunjungi Ankara pada hari Rabu dan menyuarakan dukungan Washington.

Namun masih belum jelas, apakah Turki akan mengambil risiko menggunakan semua kekuatan militernya terhadap Suriah. Bantuan militer Rusia telah memungkinkan Presiden Suriah Bashar Assad untuk merebut kembali kendali atas sebagian besar negara itu, dan dengan restu Kremlin, Assad sekarang ingin memperluas kendalinya ke Idlib.

Para pejabat Rusia berargumen bahwa serangan Suriah di Idlib menjadi perlu karena Turki telah gagal memenuhi kewajibannya untuk mengendalikan militan yang terkait dengan Al-Qaeda yang telah melakukan serangan reguler terhadap tentara Suriah di sana dan juga telah melancarkan serangan terhadap pangkalan Rusia di Suriah.

Pernyataan Perang Turki Terhadap Suriah

Sumber: google map.com + bbc.com
Sumber: google map.com + bbc.com
Pada 1 Maret 2020, pihak Turki melaporkan bahwa Kementerian Pertahanan Turki secara resmi memerintahkan deklarasi perang terhadap pemerintah Suriah.

Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menyatakan: "Sejak 27 Februari, pasukan pemerintah Suriah terus melakukan serangan yang mengerikan terhadap tentara Turki. Tentara Turki yang berjumlah 300.000 meluncurkan operasi militer 'Spring Shield', dan operasi militer Turki kini sudah berlanjut."

Jenderal Hulusi Akar saat ini berada di depan provinsi Idlib untuk mengarahkan perang di garis depan. Dia memanggil Kastaf angkatan bersenjata Turki, Komandan AD, AU untuk bermalam di markas taktis perbatasan Turki-Suriah.

Menurut Turki, Presiden Turki Erdogan langsung memimpin operasi militer dari 300.000 tentara Turki yang ada di Idlib.

Menurut sisi Turki, kali ini mengirim tentara untuk memerangi pasukan pemerintah Suriah dan tujuan akhir untuk menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad.

Menhan Turki Hulusi Akar mengatakan: "Kita bertekad untuk melanjutkan perjuangan kita melawan berbagai ancaman di perbatasan kita dengan tekad dan tindakan yang kuat."

Selanjutnya dia mengatakan: "Operasi Perisai Eufrat dan Cabang Zaitun telah berhasil melakukan Operasi Perisai Musim Semi dan telah berlanjut di lakukan di Provinsi Idlib, Suriah."

Sebenarnya pasukan pemerintah Suriah telah memulai operasi ofensif menggunakan AD dan AU Suriah sejak 6 Mei 2019, dan menyebabkan terjadinya sejumlah besar pengungsi Suriah.

Yang mengakibatkan pasukan oposisi Suriah juga meningkat, selama ini sudah 1500 warga sipil tak berdosa terbunuh, lebih 5000 orang terluka, dan menyebabkan 3,35juta orang terpaksa mengungsi.

Bagi pengungsi untuk pergi ke Suriah sudah tidak ada tempat lagi yang aman dan Turki dalam batas tertentu mentolerir mereka datang, dengan alasan jelas untuk propaganda yang mengatakan: tujuan kami untuk memerangi penganiayaan pasukan pemerintah Suriah terhadap "rakyat".

Yang paling jelas dengan alasan untuk mengekspresikan historis kemanusiaan dan tanggung jawabnya untuk melindungi hak untuk hidup saudara-saudara Suriah. Menhan Turki Akar mengatakan: "Untuk mempertahankan gencatan senjata permanen dan stabilitas adalah tujuan utama kami (Turki)".

Akar mengatakan: "Selain operasi militer, kepentingan kemanusiaan dari operasi militer di Suriah juga sangat penting. Kami melanjutkan kegiatan kami di Idlib untuk mencapai gencatan senjata dalam kerangka perjanjian Adana Astana dan Sochi."

Lebih lanjut mengatakan: "Turki menggunakan haknya  untuk membela diri sesuai dengan Pasal 51 Konvensi Internasional untuk mencegah pengungsi dan untuk memastikan keselamatan pasukan kita, orang-orang dan kenyamanan dengan mengakhiri perang di wilayah tersebut. Dalam kerangka Perjanjian Sochi, kami telah memenuhi semua tanggung jawab yang timbul dari jaminan yang disepakati bersama. Sesuai dengan arah ini kami juga memenuhi kebutuhan kami sesuai dengan konsensus Astana."

Menhan Turki menyatakan: "Tujuan utama kami adalah untuk memastikan gencatan senjata dan stabilitas permanen, tetapi setiap serangan terhadap titik-titik pengamatan dan posisi pasukan kami akan direspon dengan cara yang paling keras dan tanpa ragu, dalam lingkup pertahanan kami yang sah. Tapi hanya akan menghantam kekuatan yang menyerang dari pasukan pemerintah Suriah."

Pada saat yang sama, Menhan Turki - Akar mengatakan, "Sejauh ini pasukan Turki telah membalas pasukan pemerintah Suriah degan berhasil menghancurkan dua jet tempur Su-24, satu pesawat tak berawak, delapan helikopter, 103 tank, 19 pengangkut personel lapis baja, 72 artileri/howitzer, 3 sistem pertahanan udara, 15 anti tank/mortir, 56 kendaraan lapis baja, 9 depot amunisi dan menewaskan 2.212 perwira dan prajurit pemerintah Suriah."

Terlepas dari apa yang sedang dilakukan Turki saat ini, atau apa yang telah diumumkan kepada publik, yang tidak diinginkan adalah perang lokal yang dipimpin oleh Turki.

Pada akhir Februari lalu, televisi pemerintah Rusia mengatakan spesialis militer Turki di wilayah Idlib Suriah telah menggunakan rudal untuk mencoba menembak jatuh pesawat militer Rusia dan Suriah.

Turki telah menempatkan dirinya pada pengenkangan dirinya yang tak terbatas, sehingga pada akhirnya tidak punya pilihan lain untuk penyelesaian masalah di perbatasannya. Akibatnya baru-baru ini menderita kerugian besar di Suriah karena pasukan Turki muncul di tempat yang "seharusnya tidak boleh muncul".

Akibatnya, serangan balasan pemerintah Suriah terhadap kelompok-kelompok bersenjata oposisi pemerintah Suriah secara langsung menewaskan 33 tentara Turki.

Laporan itu menambahkan bahwa pesawat-pesawat Rusia dan Suriah terpaksa mengambil tindakan balasan setelah melakukan pemboman terhadap posisi pemberontak. Kemudian pada hari itu serangan udara menewaskan 33 tentara Turki (seperti yang telah disebutkan dia atas) dalam peningkatan ketegangan lebih lanjut.

Mengingat dukungan pemerintah Rusia pada Suriah, insiden ini juga menyebabkan hubungan antara Rusia dan Turki bisa menyebabkan bergerak ke ujung perang. Maka dari itu Presiden Turki Erdogan mengadakan pertemuan enam jam setelah serangan itu.

Menhan Turki Hulusi Akar kemudian bergegas ke daerah perbatasan untuk mengarahkan operasi militer terhadap pasukan pemerintah Suriah.

Media Rusia melaporkan bahwa "Rusia dan Turki berada di ambang konfrontasi militer langsung di Suriah" Kalimat ini bukalah suatu kesimpulan yang sederhana. Karena penasihat Erdogan telah menyatakan posisi mereka tentang kemungkinan perang.

Pada 28 Februari, Pravda Rusia melaporkan bahwa Penasihat Presiden Turki Haki mengatakan Turki siap untuk berperang dengan Rusia.

Menurut Haki, Turki- Rusia telah terjadi 16 kali perang dalam sejarah, sekarang Turki sedang mempersiapkan perang baru.

Jika apa yang dikatakan penasihat Presiden Turki itu benar, maka ini juga mewakili posisi Erdogan.

Turki mungkin benar-benar bersiap untuk perang. Begitu situasi mencapai tingkat yang tak terkendali, Rusia dan Turki akan menghadapi opsi "Perang Rusia-Turki yang ke-17".

Tentu saja, dari situasi aktual saat ini, situasinya belum mencapai tahap itu. Sinyal yang mengancam dari penasihat presiden Turki tampaknya adalah tekanan Erdogan kepada Putin.

Menlu Rusia Sergei Lavrov dan Menlu dari Turki Mevlut Chavushoglu menyetujui perlunya menciptakan "atmosfer yang menguntungkan" untuk meningkatkan hubungan kerja antara negara-negara mereka, kata kementerian luar negeri Rusia pada hari Minggu.

Pada 28 Februari, Erdogan telah berbicara dengan Putin per telepon, dan kedua belah pihak mencoba untuk menenangkan situasi.

Tetapi pada 29 Februari Erdogan menjelaskan di Istanbul bahwa Turki akan terus memerangi pasukan pemerintah Suriah, dan Rusia harus menghindari konflik antara pasukan Turki dan Suriah. Dan Rusia diminta harus melepaskan untuk mendukung pasukan pemerintah Suriah.

Lavrov (Menlu Rusia) dan Chavushoglu (Menlu Turki), dalam pembicaraan telepon, juga membahas persiapan untuk pertemuan mendatang antara Putin dan Erdogan.

"Kami tidak memiliki niat maupun gagasan untuk menghadapi Rusia. Satu-satunya niat kami di sana adalah agar rezim (Suriah) mengakhiri pembantaian dan dengan demikian mencegah, menghentikan radikalisasi dan migrasi," kata Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar.

Erdogan mengatakan bahwa Turki tidak bisa mengerti mengapa Rusia mendukung pasukan pemerintah Suriah. Apakah Erdogan benar-benar tidak mengerti posisi Rusia?

Apakah mungkin ini hanya intimidasi Turki. Kita semua mengetahui Rusia dan Suriah adalah sekutu, dukungan Putin untuk Suriah tidak bisa dihindari. Selain itu, Rusia memiliki kepentingan keamanan strategis yang besar di Suriah. Suriah, sebagai negara Timur Tengah, selalu memiliki nilai strategis yang sangat penting.

Dari Suriahlah, pengaruh Rusia ke seluruh Timur Tengah dapat terpancar, baik di  kawasan Mediterania dan Terusan Suez dapat terpengaruh. Rusia memiliki Pangkalan Angkatan Udara Khmeimim di Suriah, yang merupakan benteng penting bagi partisipasi Rusia dalam urusan Timur Tengah melawan hegemoni AS.

Selain itu, Rusia telah memperluas pangkalan angkatan lautnya di pelabuhan Suriah Tartus. Pelabuhan ini sekarang dapat menjangkar 12 kapal perang besar, bahkan kapal induk dan kapal penjelajah. Selama Suriah dipertahankan, Rusia dapat terus menggunakan pelabuhan dan pangkalan ini, dan Rusia tidak akan terusir dari Timur Tengah oleh AS.

Seiring dengan situasi yang semakin ketat, Turki juga baru-baru ini mengumumkan akan memblokir Bosphorus dan Dardanelles, yang merupakan satu-satunya jalan melalui Laut Hitam ke Laut Tengah.

Menurut Pasal 29 dan 21 Konvensi Selat Montreux 1936, Selat Laut Hitam dapat diblokir Turki jika situasi mendekati perang.

Jika sungguh terjadi keluar masuk Laut Hitam diblokir, armada Rusia di Laut Hitam tidak dapat mendukung front Suriah. Dalam keadaan seperti itu, Rusia perlu menjaga dua pangkalannya di Suriah untuk menghindari diblokir oleh Turki.

Karena itu tidak dapat dihindari bahwa Rusia akan meningkatkan dukungannya untuk pasukan pemerintah Suriah. Dalam analisis terakhir, kemunduran situasi di Suriah juga merupakan cerminan dari pecahnya konflik kepentingan antara Rusia dan Turki.

Sebenarnya, tampaknya Rusia tidak ingin memulai perang baru dengan Turki, karena Rusia tidak sekuat sebelumnya seperti era Uni Soviet waktu jaya.

Selain itu, Turki dan Rusia juga memelihara hubungan kerja sama di bidang militer dan energi. Tidak lama berselang, Rusia juga mengirimkan sistem rudal pertahanan udara S-400 mutakhir ke Turki. Pipa gas alam "Turkish Stream (Jalur Turki)" bekerja sama kedua pihak Turki-Rusia secara resmi dibuka pada 8 Januari. Bagi Rusia memulai perang dengan Turki bukanlah suatu kebijakan yang terbaik, demikian juga bagi Turki perang dengan Rusia akan membawa kerugian yang besar.

Maka dari itu, meskipun Turki telah menyatakan perang, namun untuk melakukan perang skala besar masih suatu yang sangat diragukan.


TV pemerintah Suriah melaporkan pada 1 Maret bahwa pemerintah Damaskus mengumumkan penutupan wilayah udara Idlib, dan setiap target/pesawat udara akan dianggap sebagai target yang bermusuhan dan akan ditembak jatuh.

Dalam siaran pers resmi Suriah berikutnya, Damaskus menegaskan bahwa pesawat yang memasuki wilayah udara Idlib akan ditembak jatuh. Untuk menghentikan/mencegah  teroris "Jabhat Fateh al-Sham (Front Al-Nusa)" yang dapat dukungan AU Turki, mereka menerobos garis pertahanan pemerintah.

(Jabhat al-Nusra didirikan oleh Abu Muhammad al-Jaulani yang saat itu menjadi bagian dari ISIS pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. Namun diawalnya, hubungan Jabhat Nushra dengan ISIS berada dibawahtanah atau disembunyikan. Setelah terlibat konflik dan pertempuran dengan induknya setelah menolak untuk dilebur dengan ISIS, Jabhat al-Nusra akhirnya memutuskan untuk menginduk kepada kelompok al-Qaeda pimpinan Ayman az-Zawahiri.)

Dalam siaran pers juga dinyatakan bahwa "Turki pada dasarnya mendukung teroris lokal dari tentara Suriah, yang membuktikan bahwa Turki tidak mematuhi semua perjanjian yang diidentifikasi sebelumnya, termasuk semua perjanjian yang termasuk dalam perjanjian Sochi".

Sebelumnya, Menlu Rusia Lavrov menyatakan di depan umum bahwa Turki telah gagal memenuhi beberapa kewajiban utama untuk menyelesaikan masalah Idlib Suriah.

Ini termasuk kegagalan Turki untuk menarik garis batas antara oposisi bersenjata dan teroris yang bersedia untuk berbicara dengan Pemerintah Suriah dalam kerangka proses politik. Lavrov juga meminta Turki pada kesempatan diplomatik resmi untuk mengakhiri dukungannya kepada teroris untuk tidak mengirim senjata dan peralatan perang.

Namun hingga 2 Maret lalu, bentrokan antara Turki dan Suriah telah menewaskan lebih dari 500 orang. Diantaranya 33 tentara Turki, 300 lebih pasukan "Jabhat Fateh al-Sham" dan lebih dari 100 tentara pemerintah Suriah.


Beberapa pejabat Rusia telah mengidentifikasi Turki sebagai penyebab runtuhnya perjanjian Sochi. Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenko menuduh Turki memberikan perlindungan kepada "teroris" di provinsi Idlib pada tanggal 4 Februari, sementara negara-negara Barat menutup mata terhadap operasi militer Turki di Suriah yang "melanggar hukum internasional".

Peran Rusia Menghentikan Perang

Sumber: theguardian.com
Sumber: theguardian.com
Jika situasi sudah berkembang demikian Rusia yang seharusnya bisa menghentikannya.

Selama lebih dari tiga tahun, Rusia dan Turki telah melakukan tinju bayangan di tanah Suriah utara. Dalam 4 minggu terakhir, perkembangannya telah berubah menjadi penembakan; Turki mengarahkan senjata mereka pada rezim Assad sekutu Moskow, dan Rusia semakin mengarahkan moncong meriam mereka ke arah militer Turki.

Dalam perang yang sebagian besar dilakukan melalui proxy, setiap konflik langsung antara pemain utama dianggap sangat berbahaya, hingga Kamis 27 Februari malam, setelah kematian sedikitnya 30an tentara Turki, tampaknya kedua belah pihak berada dalam kebuntuan yang tidak bisa mundur.

Permainan kekuatan telah menyebabkan penderitaan prajurit, perwira tentara dan rakyat yang tidak paralel baru-baru ini di dunia. Itu juga telah mengungkap ambang batas di mana Turki - pendukung oposisi Suriah - dan Rusia, pendukung tegas pemimpin Suriah, siap untuk beroperasi militer.

Setelah serangan udara di kota Boulian, drone Turki menghancurkan posisi Suriah di seluruh Idlib, seperti yang dilakukan artileri mereka pada minggu-minggu sebelumnya. Penilaian Ankara adalah bahwa serangan udara yang dilakukan terhadap pasukannya selama waktu itu paling baik dibalas dengan menargetkan proksi Rusia yang lebih lemah, tentara nasional Suriah.

Turki tampaknya akan sulit minta anggota NATO lain untuk membelanya berdasarkan pasal 5 Pakta NATO, mengingat perang kali ini terhadap Suriah bukan ancaman terhadap kedaulatannya.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, tampaknya tidak berminat untuk mengejar rute NATO dan sebaliknya mengancam Eropa dengan aliran pengungsi Suriah yang tertahan oleh tembok perbatasan di sepanjang perbatasan selatannya.

Eksodus besar seperti tahun 2015 yang secara politis tidak menyenangkan para pemimpin Eropa merupakan pengaruh kuat bagi Turki.

Kabut perang Suriah telah membuat semua protagonisnya terperosok. Bahkan ketika Rusia dan Turki terlibat lebih dalam di Idlib, endgame mereka tetap tidak terdefinisi dengan baik. Vladimir Putin tampaknya bertekad untuk menyelesaikan perang dengan segala cara, menggunakan kekuatan AU untuk memaksa gencatan senjata dan kemudian menyerahkan reruntuhan yang membara kepada seorang pemimpin boneka yang sebenarnya dikendalikan oleh Moskow.

Kepentingan gas dan minyak, ditambah lucre rekonstruksi (yang menghasilkan uang) akan mengikuti. Setelah empat tahun berdarah dan korban harta, Rusia juga akan mengamankan pijakan yang menonjol di Timur Tengah, benteng bagi Iran dan AS, dengan rute laut, di jantung kawasan itu. Cukup banyak hadiah. Dan hasil yang sangat berbeda dengan perang yang membawa bencana Washington di Irak.

Kepentingan Turki di Suriah kurang jelas. Pelukan menyeluruh oposisi Suriah dari 2012 hingga 2016, yang berakhir dengan jatuhnya Aleppo, telah digantikan dengan kepentingan nasional yang lebih sempit. Menjaga orang-orang Kurdi dari zona perbatasan di sebelah barat Sungai Eufrat menjadi perhatian utama, di samping jangkauan strategis jauh ke Suriah utara dan mengamankan jalan raya utama kawasan itu. Tapi bagaimana itu akan terbentuk hanya bisa disepakati setelah penembakan berhenti.

Dengan tidak ada pihak yang siap berhadapan langsung, gencatan senjata yang tahan lama mungkin akan segera terjadi. Tetapi tidak akan terjadi sebelum Turki melunasi hutang melalui proksi Rusia. Dengan Rusia mengendalikan wilayah udara di atas provinsi Idlib, drone dan artileri Turki kemungkinan akan dikerahkan dengan efek menghancurkan penuh sebelum gencatan senjata, tetapi tidak pada pasukan Rusia atau pangkalan udara Rusia.

Selama hal itu tetap terjadi, Rusia akan tetap memegang cambuk atas bara-bara Idlib, membom musuh-musuhnya supaya tunduk, sementara mengaktifkan kembali proses politik yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan kontrol pada akhirnya.

Moskow pada akhirnya ingin mundur, tetapi Turki perlu lebih cepat. Mengarahkan amarahnya terhadap Eropa dan Bashar al-Assad alih-alih negara yang bertanggung jawab atas salah satu jumlah korban terbesar dalam sejarah modern negara membuktikan hal itu.

Turki Menyatakan Gencatan Senjata Untuk Menyerang Suriah


Sejak Turki meluncurkan operasi militer "Perisai Musim Semi" di Provonsi Islib, Suriah, situasi perang di Suriah barat laut menjadi lebih tegang, dan bahkan telah memicu konfrontasi antara Rusia dan Turki.

Sama seperti tentara Rusia mengirim pasukan ke garis depan medan perang di provinsi Idlib, tetapi ada berita yang tiba-tiba dan dramatis, Presiden Turki Erdogan mengumumkan gencatan senjata di provinsi Idlib.

Pada 6 Maret, TASS Rusia melaporkan bahwa Presiden Turki Erdogan secara terbuka menyatakan bahwa gencatan senjata telah dilaksanakan di provinsi Idlib Suriah sejak tengah malam pada hari Jumat 6 Maret.

Dilaporkan bahwa Presiden Turki Erdogan mengunjungi Moskow pada hari yang sama dan bertemu dengan Presiden Rusia Putin mengenai gencatan senjata Idlib. Setelah itu, Erdogan secara pribadi mengumumkan pada konferensi pers yang diadakan setelah pertemuan: Mulai pukul 00:01 tanggal 6 Maret, waktu Moskow, kami telah mencapai kesepakatan untuk mencapai gencatan senjata di provinsi Idlib.

Segera setelah itu, Erdogan juga berkomentar bahwa kerja sama antara Turki dan Rusia telah memberikan kontribusi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap upaya internasional untuk menyelesaikan konflik di Suriah. Erdogan juga secara terbuka berjanji pada konferensi pers bahwa Ankara akan membantu para pengungsi Suriah untuk kembali ke rumah mereka.

Dilaporkan bahwa Erdogan mengunjungi Moskow pada hari yang sama dengan Menteri Pertahanan Turki Akar dan Menteri Luar Negeri Chavushoglu dan beberapa tokoh partainya.

Kantor berita Rusia Pravda merinci pertemuan antara para pemimpin Rusia dan Turki. Dikatakan bahwa setelah Erdogan dan para tokoh partainya tiba di Moskow, mereka mengadakan pertemuan jangka panjang dengan Presiden Rusia Putin di Kremlin selama lebih dari 6 jam.

Subjek diskusi adalah memburuknya situasi di provinsi Idlib Suriah. Setelah beberapa konsultasi, kedua belah pihak akhirnya menyetujui dokumen bersama yang bertujuan memediasi situasi di Suriah. Dilaporkan bahwa pada akhir pertemuan, Erdogan mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan media bahwa kedua pihak "telah menemukan solusi yang dapat diterima untuk tidak memburuknya masalah Idlib Suriah." Segera setelah itu, Presiden Rusia Putin juga membuat pernyataan yang relevan.

Beginilah permainan politik negara-negara kuat, setelah mengorbankan 10.000an nyawa manusia, akhirnya diadakan kesepakatan gencatan senjata. Yang dikatakan untuk "perdamaian" namun itu pun semu.....

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

haaretz.com

aljazeera.com

theguardian.com

sohu.com

xinhuanet.com

xinhuanet.com

scmp.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun