Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pasca Turki Menembak Jet Tempur Rusia—Bagaimana Sikap Sekutunya & Arogansi Erdogan (3)

26 Desember 2015   12:43 Diperbarui: 26 Desember 2015   12:43 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Eropa sebelum serangan teroris Paris terjadi, Eropa mungkin tidak memiliki rasa sakit yang dalam.  Walaupun isu pengungsi ke Eropa telah sangat mempengaruhi, tapi masih lebih condong ke arah untuk memaksa al-Assad mundur.

Tapi setelah serangan teroris Paris, isu al-Assad prioritasnya lebih rendah bagi Eropa dibanding untuk memerangi terorisme, sehingga kepentingan dan poinnya perhatiannya berubah. Bagi Eropa, sangat jelas bagi “ISIS” harus membayar kembali jenis serangan ini, sedang isu untuk membahas masalah al-Assad ditempatkan kemudian. Jadi Eropa pertama ingin bersatu dengan Rusia untuk melawan “ISIS”, jadi mereka tidak senang Turki menembak jatuh jet tempur Rusia.

Pada kenyataannya, sebelum serangan teroris Paris terjadi, Erdogan masih memiliki kartu bagus untuk bermain antara Turki dan Eropa. 

Pada Oktober tahun ini, ketika menghadapi krisis pengungsi yang terus meningkat, pemimpin Eropa sepakat memulai dengan sebuah rencana operasi gabungan. Turki akan mencegah masuknya pengungsi ke Eropa, dengan imbalan Uni Eropa akan memebri Turki dukungan keuangan, hak bebas visa, dan yang lebih penting ; membuka kembali negosiasi untuk Turki bergabung dengan Uni Eropa.

Tidak lama setelah keputusan ini. Kanselir Jerman Angela Merkel berubah sikap menentang Turki bergabung dengan Uni Eropa, dan bahkan secara terbuka menyatakan hal ini masih menjadi “masalah terbuka” (belum dipastikan). Setelah terjadi serangan teroris Paris, Erdogan terpaksa harus  menerima prospek strategis yang sama sekali berbeda.

Pada akhir September, saat intervensi militer Rusia di Syria, Turki memperingatkan Rusia untuk tidak menginvasi wilayah udaranya, dan menembak jatuh apa yang dianggap drone Rusia pada pertengah Oktober, tapi hal ini tidak menyebabkan keinginan Rusia untuk membuka dialog dengan Turki.

Akibat dari insiden itu AS dan Rusia menandatangani memeorandum untuk menghindari konflik udara. Setelah itu Turki mengeluh kepada NATO dan Dewan Keamanan PBB yang melaporkan sasaran yang paling utama kontra-terorisme Rusia di syria adalah kelompok oposisi Syria. Tapi justru Eropa dan AS telah melampaui Turki dan mencapai konsensus untuk memerangi “ISIS”, serta menstabilkan situasi Syria secepat mungkin, dalam hal ini bersedia bekerjasama dengan Rusia.

Ketika itulah Turki merasa mulai secara bertahap telah di isolasi.

Kembali ketika sebelum NATO berusaha untuk membantu Turki, ada beberapa waktu pada tahun-tahun sebelumnya, selama dalam “Musim Semi Arab”, wilayah udara Turki sering diselusupi pesawat Syria, dan Turki mencoba meminta NATO untuk meningkatkan pertahanan udara. Dan NATO menempatkan beberapa rudal Patriot dari AS dan Jerman untuk membantu membela diri.

Tapi rudal pertahan udara ini masih belum terpakai sampai hari ini, dan awalnya NATO dan AS memang dengan tegas ingin menjatuhkan pemerintahan Bashar al-Assad. Saat itu untuk memperkuat pertahanan Turki memang suatu yang logis, tapi kini hal itu tidak lagi. Karena dengan munculnya Rusia diatas panggung, tidak perduli seberapa tegasnya dan besar keinginan mereka untuk mau menggulingkan pemerintah al-Assad, kini sudah menjadi mustahil.

Dan juga dengan penampilan Rusia, NATO tidak berani mendukung Turki dengan militer, karena jika mendukung Turki, sedang masalah Ukraina masih belum terpecahkan. Jadi jika itu terjadi maka Rusia dan NATO akan menghadapi perlawanan lain lagi dengan Rusia untuk masalah Turki. Baik Rusia maupun NATO sudah tidak punya kekuatan lagi, sehingga bagi NATO lebih baik diam berdiri untuk menonton permainan intrik antara Rusia dan Turki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun