Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intervensi AS Di Kepulauan Nansha atau Spratly Dan Laut Tiongkok Selatan Menjadi Perhatian Dunia (1)

29 Agustus 2015   08:10 Diperbarui: 29 Agustus 2015   08:10 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepulauan Nansha atau Spratly terletak Laut Tiongkok Selatan terdiri dari terumbu karang, atol, dan pulau-pulau kecil. Orang Tiongkok sejak dulu kala menamakan kepulauan ini Nansha ( 南沙群岛 ). Dinamakan Kepulauan Spratly setelah Kapten Perburuan ikan paus Inggris Richard Spratly pada tahun 1843 melihat kepulauan ini. Kepulauan ini tersebar kurang lebih 425.000 km2, terdiri dari lebih dari 30.000 pulau kecil dan terumbu serta atol.

Tiongkok mengklaim keseluruhan kepulauan ini sebagai wilayah kedaulatannya, sebagian diklaim oleh Taiwan, Vietnam, Malaysia, Filipina, Brunei. Sebagian besar tidak berpenghuni, kecuali di sekitar 45 pulau sudah dihuni oleh orang dari Tiongkok. Kepulauan ini akhir-akhir ini dianggap sangat penting karena alasan ekonomi dan strategis. Lebih-lebih setelah ditengarai mengadung deposit gas dan minyak bumi.

Sejarah Kepulauan Nansha, Xisha atau Spartly dan Paracel.

Menurut catatan sejarah kuno, orang Tiongkok pertama yang menemukan kepulauan ini sekitar tahun 200SM dan dinamai kepulauan Nansha yang berarti kepulauan diujung selatan. Kep. Nansha terdiri dari empat pulau besar, sebagian besar terdiri dari terumbu karang tersebar luas. Enam terumbu utama terdiri dari : Terumbu Yongshu (永暑礁), Mishief Reef(美济礁), Subi Reef(渚碧礁), Pulau Taiping(太平岛), P. Zhongye(中业岛), P. Nanwei (南威岛), Xijiao(西礁), Dongjiao(东礁), Danwan Jiao(弹丸礁), Wan’an Tan (万安滩), yang paling selatan Lidi Ansha(立地暗沙).

Pada zaman Dinasti Han (157 SM-87SM) sudah mulai banyak menggunakan Laut Tiongkok Selatan, dan pada Dinasti Song kelautan dikembangkan dengan skala besar dan memasukan Kep. Nansaha ke dalam wilayah Tiongkok kuno. Pada Dinasti Qing dan Ming kepulauan ini telah dimanfaatkan sebagai tempat dagang dan industri nelayan Tiongkok kuno, bahkan didirikan kantor negara. Pada P.D II, P. Taiping, P. Zhongye, dan Parung Pasir Dun Qian (敦谦沙洲) menjadi pusat patroli militer Tiongkok secara luas, terdiri dari 9 garis putus yang diakui internasional.

 

Jauh seblum itu menurut catatan sejarah kuno Tiongkok, pada tahun 111SM mulai dimasukan sebagai wilayah kekuasaannya dan ditempati orang Tiongkok. Sebagian besar pulau ini seperti Paracel/Xisha, Spratly/Nansha, dan Tungsha/Pratas di Kepulauan ini sudah dikenali dan diakui oleh geografer Tiongkok pada zaman dinasti Han (206SM – 24 M), seorang penulis pada zaman itu Yang Fu telah mencatat tentang kepulauan ini termasuk wilayah Kerajaan Han.


Pada tahun 220M pulau Nansha (Spratly) telah dihuni oleh biarawan Tiongkok dan mendirikan biara ditempat ini. Pada tahun 220-280 M Jenderal Kang Tai seorang nevigator terkenal dari Kerajaan Wu salah satu kerajaan yang ikut berperang dalam ‘Peperangan Tiga Negara’ (Sam Kok yang salah satu Jendral terkenalnya Guan Kong), Jenderal Kang Tai ada mencatat kepulauan Nansha dalam bukunya saat perjalannya ke dan dari Phnom atau Komboja sekarang).

Pada tahun 265 – 420 M, Fei Yuan dari Jin Dinasti ada menulis tentang nelayan Tiongkok kuno yang menangkap ikan dan mengumpulkan kerang-kerangan dan karang laut di Laut Selatan (Kep. Nansha dan Xisha) yang bisa dibaca di Chronicle of Guangzhou.  Pada peta kerajaan Tang Dinasti tahun 789 Kepulauan  Nansha sudah termasuk dalam peta wilayah negara kerajaan ini. Sejak tahun 789 Kepulauan Nansha ini termasuk dalam peta administratif Dinasti Tang. Dan pada tahun 990 kepulauan Nansha/Sparatly ini masuk dalam adminstratif Song Utara di daerah Hainan.

Pada tahun 1221, Dinasti Yuan, Kublai Khan mengontrol semua kepulauan ini, bisa terlihat dari peta kuno pada zaman tersebut. Dan banyak nelayan Tiongkok kuno yang bebas singgah dan menetap sementara di seluruh kepulauan ini, mereka mendapat hak resmi dari Pan-Han Dinasti pada tahun 1250.

Pada tahun 1405, Admiral Cheng Ho yang terkenal telah membuat peta lengkap dari semua kepulauan, terumbu dan atol, dan diakui sebagai wilayah dari Ming Dinasti yang telah memetakan dengan lengkap pada tahun 1436.  Pada tahun 1406-1444 semua terumbu karang dan atol telah dipetakan dengan lengkap oleh geographer Tiongkok kuno.

Pada tahun 1478 telah ditemukan 300an petilasan kapal kuno Tiongkok yang terbuat dari keramik oleh para arkeolog di karang/pulau atol Amboya. Pada tahun 1530 Alvarez de Diegoz salah satu nevigator Albuquerque menemukan beberapa pulau atol dan terumbu saat belayar ke area Macao sekarang.  Pada tahun 1606, Petualang dan pelaut Spanyol, Andreas de Pessora pernah mendarat di pulau bagian tengggara Kep. Nansha (Spartly) ini.

Pada tahun 1710, Kerajaan Qing mengklaim wilayah dari kepulauan ini dan mendirikan Keleteng di salah satu pulau dibagian timur laut kepulauan ini. Pada tahun 1730 beberapa pulau pernah menjadi markas bajak laut untuk merompak kapal yang melewati dekat perairan ini, dan ditumpas oleh AL Inggris, Belanda, dan Portugis pada tahun 1735.

Pada tahun 1791, Kapten Spratle pernah singgah di kepulauan ini, dan sejak itu di peta maritim dinamai dengan nama dia—Spartly. Pada 1798, Inggris mendidrikan menara dari besi di pulau Aba yang masih bisa dilihat hingga sekarang. Pada 1804, HMS Macclesfield Inggris pernah bersandar di salah satu pulau atol dan hingga kini dinamai Macclesfield (shoals bank)

Pada tahun 1883, Jerman pernah coba mengklaim beberapa pulau di Spratly, tetapi pemerintah Tiongkok mengancam untuk perang untuk merebut kembali, setelah melakuan beberapa kali perundingan Jerman mengembalikan Kep. Spratly dan Paracel, tetapi berhasil menguasai Qingdao di Shandong. Pada tahun 1885, seluruh Kepulau Nansha dan Xisha atau Spratly dan Paracel sebagai daerah teritori Tiongkok.  Pada tahun 1887, Prancis mendirikan menara di karang atol Amboyna.

Pada tahun 1902, kapal perang Tiongkok melakukan survei dan mendiri Tugu Kedaulatan di kepulauan Xisha/Paracel. Pada 1908, Tiongkok memberi hak kepada British Australian Guano untuk menambang kotoran burung di pulau-pulau ini.

Pada 21 Maret 1909, Qing Dinasti membentuk Komite Administratif untuk Kep. Paracel. Pada April 1909, Kapal perang Qing Dinasti mengadakan survei di Kep. Paracel dan melakukan upacara peresmian dengan dentuman kanon dan mengibarkan bendera untuk mengukuhkan wilayah negara Dinasti Qing.

Pada tahun 1911, Pemerintah Tiongkok meresmikan lagi Kep. Parcel sebagai bagian dari Administratif  Qiongya (P. Hainan). Pada 1930, terjadi Perang Prancis-Jepang merebutkan hak untuk Kep. Paracel dan sebagian dari Kep. Atol Spratly di barat laut.

Pada tahun 1932-1935, Pemerintahan Tiongkok membentuk komite untuk membahas Peta Daratan Dan Perairan Tiongkok. Komite ini telah mengesahkan 132 dari kepuluan di bagian selatan Tiongkok di laut Tiongkok Selatan, yang menyatakan dengan resmi kepulauan ini termasuk wilayah Kepulauan Xisha, Zhongsha dan Nansha.

Pada tahun 1933, Prancis untuk yang pertama secara resmi mengklaim Kep. Spratly dan Paracel, menganekasasi dan menduduki 9 pulau dari Kep. Nansha, termasuk Pulau Taiping dan Zhongye. Nelayan Tiongkok yang tinggal disana mengadakan perlawanan dengan sengit atas invasi ini, dan pemerintah Tiongkok mengajukan protes keras kepada Pemerintah Prancis.

Pada 1939-44, Kep. Spratly di invasi dan diduduki Jepang untuk menjadi pangkalan kapal selam selama P.D. II. Pangkalan utama berada di P. Itu Aba (Taiping Dao), Namyit dan Tizard Bank. Seiring dengan Deklarasi Kairo dan Proklamasi Postdam, Kementerian Dalam Negeri Tiongkok, dengan berkonsultasi dengan AL dan Pemerintahan Guangdong, menunjuk Xiao Ciyi dan Mai Yunyu sebagai Komisi Khusus ke Kep. Xisha dan Nansha pada 1946 untuk mengambil alih dua Kepulauan ini dan mendirikan Tugu kedaulatan di atas kepulauan ini.

Pada tahun 1946, Tiongkok mendeklarasikan Kep. Spratly sebagai bagian dari Provinsi Guangdong, dan merebut Pulau Taiping Dao (Itu Aba). Pada tahun 1947, Kemendagri Tiongkok mengganti nama 159 pulau, terumbu karang, atol, pulau dan beting (shoals) di Laut Tiongkok Selatan, termasuk Kepulauan Nansha. Selanjutnya diterbitkan semua nama untuk tujuan administratif.

Pada tahun 1947, Filipina mengklaim beberapa pulau bagian timur di Kep. Spratly dan naik ke Scarbourgh Reef (Ren’ai). Tahun 1948, Filipina menduduk bagian terluar terumbu Kep. Spratly di timur laut dan mendirikan menara lampu dan menara observasi di karang bagian selatan sebuah karang/pulau kecil berbatu dan curam detinggi 3,5 meteran.

Pada tahun 1951, di Konferensi San Francisco, Jepang menolak semua hak atas Kep. Spratly. Tidak ada resolusi dibuat untuk Kepulauan ini milik siapa. Pada tahun 1956, Filipina membangun pangkalan militer di North Danger Reef. Tahun 1961, Taiwan menduduki beberapa terumbu karang di bagian timur laut Kep. Spratly. Pada tahun 1969, AS mendidrikan Stasiun Radar di Kep. Spratly, tapi ditutup pada tahun 1971.

Pada tahun 1974, Tiongkok merebut kembali beberapa pulau di Kep. Paracel  (Xisha) yang diduduki oleh Vietnam Selatan. Pada tahun 1978, Tiongkok merebut kembali pulau atol di Spratly yang diduduki Vietnam Selatan.

Pada 21 Desember 1979, Malaysia mengklaim Swallow Reef dan mendirikan pangkalan disana. Pada tahun 1980 Malaysia kembali menduduki beberapa pulau karang di bagian selatan dan barat daya dari Kepulauan ini. Pangkalan ke-2 dibangun di Amboyna Cay, yang juga menjadi sengketa dengan Vietnam. Pada 1984, Brunei mengklaim Louise Reef terletak di bagian timur dari kepulauan ini.

Pada tahun 1988, terjadi bentrok antara AL Tiongkok dan AL Vietnam di Johnson Reef. Dua kapal perang Vietnam tenggelam dan 70 orang Vietnam tewas. Dan pasukan Tiongkok di asramakan disana.

Pada tahun 1991, Indonesia memprakarsai pertemuan pertama tahunan resmi “The South China Sea Workshop” (Lokakarya Laut Tiongkok Selatan) dari enam negara yang bermasalah dengan Kep. Sparatly untuk menemukan solusi damai bagi yang bersengketa. Malaysia mulai mengembangkan pariwitasa di pulau karang tesebut. 

Pada tahun 1992, negara ASEAN dan Tiongkok diserukan untuk menahan diri dalam mengklaim teritorial di Kep. Spratly.

Pada Nopember 1994, kooporasi raksasa minyak Exxon, AS menandatangani kesepakatan US$ 35 milyar untuk mengembangkan ladang gas di utara Pulau Natuna, yang sebagian daerah ini di klaim Tiongkok. Pada 25 Mei-4 Juni 2015, TNI-AU melakukan serangkaian latihan tempur dengan kode Jalak Sakti  di Kep. Natuna. Indonesia diberitakan akan mengelar latihan reguler dengan AS di dekat daerah yang jarang penduduk di kep. Natuna, daerah yang berada dalam kawasan Laut Tiongkok Selatan. Sebelumnya Indonesia-AS telah mengadakan latihan militer di Batam, sekitar 300 mil (480 km) dari Natuna.

Presiden Joko Widodo bulan lalu mengatakan bahwa klaim utama Cina untuk sebagian besar laut yang disengketakan tidak memiliki dasar hukum dalam hukum internasional, tetapi Jakarta ingin tetap menjadi "penengah" di salah satu sengketa teritorial yang paling tajam di Asia.

Pada 8 Pebruari 1995, Filipina menemukan patok beton Tiongkok di Mischief Reff yang terletak 200 km dari Pulau Palawan, Filipina. 20-28 maret 1995, Filipina menyita kapal nelayan Tiongkok dan awak kapal, serta menghancurkan patok beton yang didirikan Tiongkok di Mischif Reef.  

Pada 31 Maret 1995, Taiwan mengirim kapal patroli ke Kep. Spratly. Pada tahun 1995, Indonesia mengungkapkan keprihatinannya atas peta Tiongkok yang mengklaim kedaulatan atas bagian dari ladang gas Natuna Besar di selatan Kep. Spartly.

Perkembangan Terkahir

Tapi akhir-akhir ini, isu Laut Tiongkok Selatan terus meningkat dengan Filipina menyerukan untuk arbitrase, dan AS sering melakukan pengintaian jarak dekat dengan pulau-pulau yang sedang di persengketakan dengan Tiongkok. Sehingga menambah ketegangan di kawasan tersebut.

Namun pejabat senior ASEAN dan Tiongkok telah mengadakan rapat pelaksanaan “Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea”  atau “Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan” disingkat “DOC” di Taijin, Tiongkok, ke tingkat yang baru.

Tampaknya Tiongkok sedang aktif untuk menerapkan Deklarasi dan advokasi agar semua negara mau bekerjasama untuk menangani masalah Laut Tiongkok Selatan ini.

Apakah “DOC” itu? Akan berefek positif apa deklarasi ini untuk menangani isu Laut Tiongkok Selatan ini?

(Bersambung ......)

 

Sumber & Referensi : media TV & Tulisan Luar dan Dalam Negeri

http://tuku.military.china.com/military/html/2010-06-03/143004_1383321.htm

http://www.japanfocus.org/-carlyle_A_-Thayer/3813/article.html

http://wantchinatimes.com/news-subclass-cnt.aspx?cid=1101&MainCatID=11&id=20150804000119

ASEAN’S Code of Conduct in the South China Sea: A Litmus Test for Community-Building? By Carlyle A. Thayer

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun