Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peh Cun Hari Sembayangan Bacang dan Kuecang

18 Juni 2015   15:16 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:43 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari raya sembayang Bacang dan Kuecang yang dirayakan pada setiap penanggalan Imlek bulan 5 hari ke-5 setiap tahun oleh orang Tionghoa Indonesia yang masih melakukan adat istiadat leluhurnya sering kali disebut Peh Cun (juga dialek Betawi). Dalam bahasa Mandarin disebut Duan Wu (端午). Duan (端) singkatan dari Kai Dua (開端) yang bermakna awal Chu (初), orang zaman dulu menyebut tanggal 1 sebagai Chu Yi (初一), maka tanggal 5 sebagai sinonimnya: Duan Wu (端五). Orang kuno juga biasa menyebut 5 (Wu) sebagai siang hari Wu Ri (午日), maka bulan 5 tanggal 5 juga dinamakan Duan Wu (端午).

Pada tahun ini jatuh pada tanggal 20 Juni hari Jum’at, kebiasaan orang Tionghoa yang masih memegang adat leluhurnya pada hari itu melakukan sembayangan dengan menyajikan Bacang dan Kuecang. Bacang dibuat dari beras ketan atau beras biasa yang dalamnya di isi daging dan dibungkus dengan daun bambu atau daun teratai, dan kuecang dibuat dari beras ketan yang direndam air abu kemudian dibungkus dengan daun bambu atau deratai lalu direbus, kuecang biasanya dimakan dengan dilumuri gula merah cair seperti kue lopis. 

Pada hari Peh Cun ini juga dilakukan menjemur telur dibawah sinar matahari yang dipercaya telur akan bisa bediri pada tepat jam 12 siang, konon karena terjadi fenomena alam yang unik. Pada hari itu dipercaya bahwa titik kulminasi matahari berada pada posisi paling dekat dengan bumi, sehingga pengaruh gravitasi matahari terhadap bumi lebih kuat.

Telur-telur yang telah dijemur tersebut, pada sore harinya direbus dengan air yang dicampur dengan dedaunan segar segala rupa sebanyak lima macam, mereka percaya dedaunan pada hari itu semua akan menjadi wangi. Telor setelah ditiriskan akan dibuat sepersembahan dalam sembayangan “Tian” dan leluhur di altar keluarga. Air bekas rebusan biasanya dibuat untuk cuci muka atau mandi bagi segenap keluarga untuk menolak bala dan membawa rejeki.

Selain itu pada sajian sembayangan juga disajikan arak putih (arak terbuat dari tape beras) ditempatkan di wadah kecil atau disebut cucing (jiu cing酒敬杯). Setelah usai sembayangan arak ini dicampur dengan bubuk ramuan Tionghoa yang berasal dari tanah disekitar sarang merak yang disebut 雄磺(xionghuang) untuk menolak bala dari gangguan iblis atau siluman ular, yang diciprat-cipratkan kesgala sudut-sudut rumah dan halaman. (Orang Tionghoa percaya bahwa tanah di sekitar sarang merak sudah tercampur air liur merak yang sangat ditakuti ular, dan untuk mencegah ular memakan telurnya yang sedang dierami)

Pada hari perayaan ini juga sering diadakan lomba perahu naga, dan sanak keluarga pergi pinik ke tepian sungai, danau atau pantai laut untuk sama-sama menikmati bacang dan kuecang. Kini konon di Tiongkok menjadi libur nasional untuk kumpul keluarga.

Asal muasal dari tradisi diatas ini tidak terlepas dari beberapa versi legenda orang Tionghoa kuno yang masih dilestarikan hingga kini. Cerita legenda ada beberapa macam versi sebagai berikut .

Menurut ‘Kitab Sejarah’ (史记 ) dalam Kisah epos Qi Yuan (“屈原贾生列传” ), Qi Yuan (屈原) seorang menteri dalam negara kerajaan Chu di Tiongkok kuno (250 tahun sebelum masehi) saat itu di  Tiongkok kuno ada 7 negara bangsawan jagoan, Qi, Chu, Han, Zhao, Wei, Yan, Qin (齐,楚, 韩, 赵, 魏, 燕, 秦). Pada waktu itu negara Qin yang akhirnya menjadi pemenang menganeksasi semua negara ini, menjadi negara kekaisaran pertama di Tiongkok kuno (Kaisar yang pertama membangun Great-Wall).

Untuk mencaplok negara-negara ini, Qin menggunakan taktik bersahabat dengan negara yang jauh tidak bertetangga langsung untuk memecahkan persekutuan mereka dan menyerang negara tetangga dekat (远交近攻yuan jiao jingong), dan juga dengan cara intrik dan menyuap pejabat negara lawan. Demikian juga apa yang dialami negara Chu.

Qi Yuan menteri yang menganjurkan agar negara harus menjadi kaya dan resistensi rakyat harus kuat, tapi setelah menjadi korban intrik dalam istana dari pejabat lain yang korup dan bekerjasama dengan selir raja. Akhirnya diasingkan dan dibuang di daerah tepian sungai Xiang dan Yuan. Dalam pengasingannya dia telah menuliskan buku berbentuk puisi  “离骚” (Lament/Kerisauan karena berpisah); “天问”(Surga); “九歌”(Sembilan Lagu) puisi ini abadi yang hngga kini masih relevan dan tidak lengkang.

Pada 218 SM saat negara Qin menyerbu ibukota negara Chu, dan melihat negaranya diserbu dan dianeksasi, dia merasa jantungnya tersayat, tidak tahan untuk meninggalkan tanah airnya. Pada Imlek bulan 5 hari ke-5 dia menulis syair “怀沙/Huaisha” (Nyanyian Angsa) setelah menulis syair ini, dia memasukkan batu besar didalam bajunya dan melompat ke Sungai Miluo (汨罗江) untuk bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun