Mohon tunggu...
Mas Nuz
Mas Nuz Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Bloger

Suka maka, suka jalan, suka nulis, suka bercengkerama, suka keluarga. __::Twitter: @nuzululpunya __::IG: @nuzulularifin __::FB: nuzulul.arifin __::email: zulfahkomunika@gmail.com __::www.nuzulul.com::

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mandiri Jogja Marathon, antara Olah Raga dan Eksotisme Prambanan

20 April 2018   21:37 Diperbarui: 20 April 2018   21:49 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bowo Pramoedito, berhasil finish dikategori HM (20 km). (foto pribadi)

Sebut saja namanya Bowo Pramoedito. Salah seorang pejabat di lingkungan Departemen Keuangan. Beberapa kali memposting dirinya yang sedang berlari. Aktivitas yang begitu dicintainya. Membuatnya mengikuti tur maraton hingga ke Eropa.

Di usia yang hampir mendekati setengah abad, berlari sepanjang 42,195 km. tentu bukan urusan yang mudah. Hal itulah yang membuat saya juga termotivasi. Alumni UGM 1989 berhasil membuat saya 'gila' dengan olah raga lari. 

Sehingga beberapa kali even lari lokal maupun nasionalpun saya ikuti. Termasuk lari lintas alam yang terakhir diadakan di sekitaran Prambanan tahun 2017 kemarin.

Sayangnya, pasca jatuh di even terakhir tersebut, persendian lutut belum pulih benar. Memupus harapan untuk dapat ikut berlari di awal tahun ini. Termasuk event maraton nasional yang diadakan oleh Bank Mandiri. Namun, kesedihan itu segera terhapuskan. Saat Kompasiana mengumumkan bahwa Kompasianer Jogja diberi kesempatan untuk dapat meliputnya.

Tanpa berpikir panjang, langsung saya sambar peluang tersebut. Di awal pengumuman, diyakinkan oleh Mas Ang Tek Khun bahwa harus hadir dini hari di lokasi acara. Tentu saja bukan masalah bagi saya. Sebab rumah hanya berjarak sekitar 7 km. dari Komplek Candi Borobudur.  

Alhamdulillah akhirnya terpilih juga. Bersama belasan Kompasianer lainnya, kami berkesempatan meliput Mandiri Jogja Marathon 2018, Ahad (15/4) kemarin. Dibandingkan lomba lari maraton lainnya, tentu even kali tentu ada yang begitu istimewa. 

Bukan saja akan dibuka langsung oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno. Namun pilihan lokasi Komplek Candi Prambanan dan desa sekitarnya, menjadi daya tarik yang tak akan terlupa.

Sport, eksotisme, dan eco tourism. (foto pribadi)
Sport, eksotisme, dan eco tourism. (foto pribadi)
Para pelari di 4 kategori (full marathon, half marathon, 10 km., dan 5 km.) akan benar-benar akan disuguhi eksostisme Kab. Sleman. Sebab semua rute yang dilewati oleh para pelari dipastikan akan melalui beberapa deswita (desa wisata). Sebagaimana diketahui, Sleman sebagai salah satu dari Kabupaten di Provinsi DIY yang benar-benar menggenjot potensi wisatanya.

Rombongan runners Penyuka Kuliner Surabaya yg baru tiba. (foto pribadi)
Rombongan runners Penyuka Kuliner Surabaya yg baru tiba. (foto pribadi)
Hal itu pula yang rupanya menjadi daya tarik bagi para pelari. Selain untuk berlari meraih prestasi, menikmati hawa pagi pedesaan tentu akan memunculkan sensasi tersendiri. Tak pelak, 8 hari sebelum pelaksanaan even, pendaftaran peserta maraton sudah ditutup. Padahal delapan ribuan (8.000) kuota pelari merupakan jumlah yang sangat banyak. Luar biasa bukan?

Pagi yang Membuncah

Meski mengantuk, tetap setia menunggu start. (foto pribadi)
Meski mengantuk, tetap setia menunggu start. (foto pribadi)
Hujan pagi dan mati lampu, sempat meninakbobokkan. Setelah Sabtu seharian Jogja seperti terbakar. Rencana bangun pukul 2 pagipun gagal total. Beruntunglah, si kecil terbangun dan pingin ke belakang. Refleks sayapun melihat angka di jam dinding. Jam 02.40. 

Segera saya bangunkan isteri saya untuk mengantar puteri bungsu saya ke belakang. Sementara saya langsung berpamitan menuju Candi Prambanan.

Trataa...setelah menitipkan 'pit onthel' di pos sekuriti, segera saya berlari. Menuju tenda media yang letaknya di dekat bagian timur komplek candi. Ternyata sebagian Kompasianer sudah hadir. Segera saya isi presensi dan menerima 'umba rampe' berupa kaos dan id card. Saat itu, waktu sudah menunjukkan jam 03.45 Wib.

Sambil menunggu pengumuman selanjutnya dari kru Kompasiana, saya sempatkan untuk observasi. Pagi biasanya begitu anggung dan tenang di komplek candi. Pagi itu begitu hiruk pikuk. 8 ribu peserta. Belum lagi ditambah dengan keluarga atau para pendukungnya. Tak pelak, Candi Prambanan pun membuncah. 

Di berbagai sudut, terlihat para pelari melakukan peregangan serta pemanasan. Dari tim Pelatnas pun tak ketinggalan. Kebetulan kedatangannya hampir bersamaan dengan saya. Melewati gerbang barat Panggung Ramayana. Demikian gerbang barat tersebut biasa dikenal. Mereka mudah dikenali sebab atribut pakaian serta tas yang dikenakan.

Salah satu spot foto favorit pagi itu. (foto pribadi)
Salah satu spot foto favorit pagi itu. (foto pribadi)
Sementara di sudut yang lain, saya menangkap momen yang romantis. Saat beberapa pelari (dan pasangannya) berpose di depan Candi Prambanan. Apalagi 2 lampu strobo, semakin menambah eksotismenya. Nah, inilah pemandangan langka yang akan sulit dijumpai di hari-hari biasa. Beberapa pelari maupun pengunjungpun tak menyia-nyiakan momen langka tersebut.

Sementara dari panggung, sayup-sayup terdengar MC menyilakan para kategori FM untuk bersiap-siap. Sampai dengan waktu Subuh tiba, belum ada kepastian 'kloter' pertama diberangkatkan. Maka sayapun menunaikan shalat Subuh di tenda mushala VIP. Lumayanlah, bisa sambil icip-icip snack dan potongan buah yang sudah dihidangkan. Hehehe...

Rini Soemarno berpose foto bareng para runners FM. (foto pribadi)
Rini Soemarno berpose foto bareng para runners FM. (foto pribadi)
Jadwal start untuk pelari full marathon (42,195 km) tertunda. Sebab harus menunggu Menteri BUMN yang rencananya pagi itu akan mengibarkan bendera start yang pertama. Akhirnya tepat pukul 05.30, Rini Soemarno mengangkat bendera start. Seribuan peserta FM ditingkah dengan terompet yang memekakkan telinga memecah kesunyian pagi di Prambanan.

Rupanya antusiasme peserta bak gayung bersambut. Rini Soemarno, Menteri BUMN bersama Kartika Wirjoatmojo, Dirut Bank Mandiri beserta jajarannya pun ikut berlari. Menjadi peserta yang ikut merasakan bagaimana 'udara pagi Jogja' begitu lembut menyapa. Ini sekaligus menjadi angin segar bagi Pemprov DIY. Sport tourism ini rencananya akan secara rutin digelar oleh Bank Mandiri.

Semangat dari Kota Budaya

Semangat Kota Budaya untuk kemajuan olah raga nasional. (foto pribadi)
Semangat Kota Budaya untuk kemajuan olah raga nasional. (foto pribadi)
8.000 pelari dari 22 negara ikut menyemarakkan Mandiri Jogja Marathon 2018.  Menjadi sejarah pertama bagi Provinsi DIY, khususnya Kabupaten Sleman even marathon dengan peserta terbanyak. Meski di sani-sini terlihat ada beberapa kekurangan, tapi panitia telah suguhkan usaha terbaiknya. 

Sebagaimana tanggapan beberapa peserta bahwa mereka akan hadir kembali untuk perhelatan 2019 nanti. Wow...

Pelari terbanyak di kategori 5 km. (foto pribadi)
Pelari terbanyak di kategori 5 km. (foto pribadi)
Kesempatan langka dan mahal ini tentu tak disia-siakan oleh puluhan deswita. Mereka berlomba-lomba menampilkan atraksi hiburan. Pelari yang telah berpeluh-peluhpun dapat sedikit meregangkan syarafnya.  Kategori half marathon (20 km), 10 km, dan 5 km, ada sebagian peserta yang menganggap agak kesiangan. 

Jarwadi, finisher FM dan seorang bloger hits Jogja. (foto pribadi)
Jarwadi, finisher FM dan seorang bloger hits Jogja. (foto pribadi)
Beruntungnya, malam hingga dini hari Prambanan dan sekitarnya diguyur hujan yang cukup deras. Hawa sejuk ini cukup menjadi penyemangat para pelari. Meski diakui, jalanan dengan kontur naik turun menjadi kendala para pelari untuk mencapai waktu terbaik. 

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh juara pertama full marathon dari Kenya, Geoffrey Birgen. Pelari putera tersebut mencatatkan waktu 2:21:55. Sementara untuk pelari puteri juga direbut oleh pelari Kenya, Penina Jepkoech. Raihan waktunya adalah 2:53:35.

Semoga bisa ikut berlari di tahun 2019 mendatang. (foto pribadi)
Semoga bisa ikut berlari di tahun 2019 mendatang. (foto pribadi)
Di even kali ini, pelari Kenya tampak begitu mendominasi. Mereka menempatkan juara di semua kategori terbuka. Baik full marathon, half marathon, 10 km., dan 5 km. Hal ini tentu menjadi cambuk bagi para pelari kita. Latihan keras serta dukungan moral dan material seharusnya menjadi penyemangat agar mereka dapat meraih hasil yang terbaik. 

Wes Rampung. Perhelatan Mandiri Jogja Marathon 2018. Telah usai. Tapi semangat untuk memajukan olah raga nasional, khususnya maraton tak akan pernah usai. Sampai bersua kembali di Mandiri Jogja Marathon 2019 ya. Semoga...

Pesta telah usai, tapi semangatnya terus membara. (foto pribadi)
Pesta telah usai, tapi semangatnya terus membara. (foto pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun