Mohon tunggu...
Maik Zambeck
Maik Zambeck Mohon Tunggu... Ahli Gizi - corat coret

semoga menjadi orang yang sadar sesadar-sadarnya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Memoar di Hotel Globus

24 Oktober 2020   23:38 Diperbarui: 24 Oktober 2020   23:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

I. Jual Pijak (Jas dan celananya)

Sudah setengah jam aku berdiri di depan metro. Tapi orang ini tidak sedikitpun terlihat seperti orang yang benar-benar berminat pada apa yang ku bawa. Dilihat di chatnya diaplikasi jual beli barang bekas online, dia online 10 jam yang lalu. Aku mulai ragu, jangan-jangan orang ini mengerjai ku. .Aku berdiri di sini mulai dari 19.15, takut terlambat dari waktu yang telah disepakati 19.30. Tapi, mengapa tidak ada tanda-tanda keseriusannya. 19.24, aku mulai mngirim pesan ke dia, “Zdrasvuite” (Halo, untuk orang yang dihormati).  19.28, masih belum ada balasan. 19.29, aku mulai menulis “ Ya uze na meste” (Saya sudah berada di tempat).  19.33, berlalu belum ada balasan. 19.44, masuk pesan “..saya akan terlambat 10 menit..”. “ baik..”, balas saya.

Ya, mungkin seperti pengalaman sebelumnya, saat aku  menjual palto kesayanganku di tempat ini juga. Mereka terlambat 10 menit-an, itu biasa, pikir ku. Memang kesibukan kota Moscow, membuat orang tidak bisa dengan pasti menentukan langkah mereka, apa lagi waktu janjian itu adalah waktu sibuk dimana orang-orang pulang kerja. Tapi, kalau dilihat lagi, apa sih masalahnya? Metro (kereta bawah tanah) itu sendiri kan jarang macet? Lagi, dia kan yang membuat janji karena dia tahu dia akan menyanggupinya.  Ya sudah biarlah.. yang penting barang ini terjual pikirku. Daripada dia hanya akan terbuang  saja nantinya, lebih baik dia terjual dan nanti bisa bikin “Manshaf”(Makanan orang Arab Yordania), yang sudah lama ku idam-idamkan, kangen untuk menikmatinya kembali.

19.50, telepon ku berdering, untung aku memperbesar suara ring tone nya.  Di ujung telepon dia menjelaskan dia akan terlambat 15 menit lagi. Dengan suara lambat aku mengiyakan perkataanya, “Kharaso”. Berdiri di luar metro, dengan suhu 5 derajat celcius selama setengah jam bukan perkejaan gampang. Meski seharusnya cuaca di bulan-bulan ini, Oktober , sudah harus “Zima”(winter), turun salju, suhunya minus di bawah 0 derajat celcius. Tapi, tetap saja, udara 5 derajat celcius ditambah hembusan angin juga rintik hujan tidak jauh beda terasa seperti suhu minus di bawah nol. Jika hal ini terjadi lima tahun yang lalu, terlambat satu menit saja orang ini sudah akan aku tinggalkan, apa lagi harga Pijak (Jas dan celananya) sudah saya banting sejadi-jadinya. Mana ada harga Pijak yang 1300 ruble. Biar barang ini bekas, kondisinya masih baik, jarang dipakai, terbungkus rapi dengan covernya, apalagi belum pernah dipakai sejak terakhir kali saya meng “Khimi Castika” (Londry). Harga londry nya saja 500 ruble. Masa harga Pijak menjadi 800 ruble? Kalau diingat, dengan pijak ini aku menghadiri seminar di Dubai waktu itu, dengan pijak ini aku menyelesaikan dua sidang pasca-sarjana ku di sini, dengan pijak ini juga aku menghadiri acara resmi di KBRI. Tapi tidak sekarang, kondisinya sudah berbeda, sudahlah. Aku harus mengalah.

Setengah jam berlalu, masih tidak ada tanda-tanda bahwa orang itu segera muncul.  Asa ku sudah lemah. Sudah biarlah, kalau tidak terjual sekarang tidak apa-apa. Mungkin besok akan ada lagi orang yang akan menawarnya. Tapi, harus diingat kepulanganku ke Indonesia tinggal 2 bulan lagi. Siapa yang akan mau menawar pijak ini lagi? Apa lagi di media sosial jual-beli barang bekas online itu berseliweran pijak-pijak dengan merek bagus harga kurang lebih sama.  Karena begitu ingin menjual pijak ini hampir saja aku jadi korban penipuan online, untung di kartu ATM uangnya memang tinggal tak seberapa. Harusnya pembeli yang mengirimkan uang, ini malah penjual yang di paksa dengan program komputer mengirimkan uang ke pembeli. Sejak saat itu aku semakin yakin transaksi online tidak lah lebih aman dari transaksi biasa. Jadi tak apa lah menunggu berlama-lama. Yang penting orang itu benar-benar membeli nantinya.

Sudah 20.00, masih belum kelihatan akan tanda-tanda akan kehadirannya. Saya memberaanikan diri untuk meneleponnya. “Anda dimana?”, tanya saya singkat. “Ya, sebentar lagi akan sampai. Saya menuju pintu keluar Metro.”. “Baik.”, jawab saya. Mulai timbul rasa percaya bahwa orang ini memang serius sepertinya. Tapi, setelah sepuluh menit berselang kenapa masih belum ada kabar. Seharusnya dia sudah berada di luar Metro. Saya kembali meneleponnya, “Anda dimana?”, “Kami sudah  di sini di luar  Metro.”, “Anda didekat mana?”, “Di dekat jembatan?”.  Baik, pikir ku.. orang ini sepertinya benar menjawab. “Di sebelah mananya? Kenapa saya tidak melihat anda”, “ya, kami di sini di dekat jembatan.”. Saya mulai bingung, jembatan dimana yang dimaksud orang ini. Saya tanyakan lagi, “Anda di Metro apa?”, “Metro Prospek Mira”, jawabnya. APA?? itu tiga stasiun lagi dari stasiun metro dimana saya berdiri, dan itu berarti kalau dia mau menghampiri, saya harus menunggunya setengah jam lagi. “Apa Anda tidak lihat dimana peta yang saya kirimkan?” jawab saya mulai jengkel. “Ya saya lihat, kami sudah disini, Prospek Mira.” jawabnya. “Iya Prospek Mira, tapi nama Metro – nya VDNKH. Prospek Mira itu nama jalannya.”, dia tertegun beberapa lama “Oh ya.. iya ya, ya sebentar lagi kami kesana” jawabnya. “Baiklah, saya tunggu..!”, jawabku setengah jengkel. Tapi tak lama telepon ku kembali berdering. Cepat sekali dia sampai pikirku. “Ya, bagaimana?”, tanyaku. “ Ya kami sudah  disini. Kamu dimana?”. Aku mulai sadar mungkin orang ini berdiri di pintu keluar Metro yang satunya lagi, meski sudah kukirimkan pin tempat lokasinya agar cepat dia mengetahuinya, sepertinya orang ini tidak menghiraukan.

“Baik, mungkin kamu berada di pintu keluar Metro yang satunya lagi, saya di pintu keluar yang bundar.”, jelasku, “Dimana itu, kami sudah disini.”, “Iya, tapi bukan disitu, di sini kan ada dua pintu keluar Metro, saya disatunya lagi.” jelasku.  “Iya kami sudah disini”, jawabnya sepertinya belum menangkap maksudku. “Baik, coba kamu ke pintu Metro yang arah ke Park. Saya di situ.” “ Oo.. Park baik lah saya akan kesitu.”,  orang ini mulai paham.

bersambung..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun