Kata UAS, berdoalah pada Allah apa yang baik bagi Allah buat kita, bukan meminta apa yang baik buat kita tapi belum tentu baik adanya. Saya renungkan baik kalimat ini. Apa sih maksudnya.
Dipikir-pikir, kita memang dianjurkan untuk berdoa. Berdoalah apa yang kita inginkan. Selama itu benar dan baik di mata Allah. Tak ada larangan soal itu. Namun, di sini kadang ada hal kadang luput dari kita. Kita meminta yang terbaik kepada Allah, apa yang menurut kita baik. Terus dan terus menerus.
Lantas saat belum terkabul sering kita putus harapan?
Kita mulai mencari jawaban. Lahirlah prsangka negatif. Berpikir begini, besoknya begitu. Kita meminta yang terbaik untuk diri kita, namun apa itu baik di mata Allah?Â
Misalnya, kita meminta ke Allah, "Ya Allah, hamba ingin kuliah ke luar negeri."
Terus begitu. Namun sayang, belum juga terkabul. Bukannya kuliah di luar negeri namun kita diterima di kampus terdekat. Kita tunggu-tunggu terus, tapi mentok di kampus terdekat.
Kita mungkin berat hati. Kita merasa kecewa. Kita belum paham kenapa takdir begitu. Sudah sering kita kirim syarat ke kampus besar, tak jua ada jawaban. Ada kesempatan di depan, kita abaikan.
Padahal, apa yang menurut kita baik bisa jadi buruk menurut Allah untuk kita. Itu sering diumpamakan orang bijak, saat anak kecil mau pisau tajam tak kita berikan. Padahal ia mau, tapi tak kita berikan. Alasannya sederhana, karena membahayakan.
Andai sudah cukup umur dan bisa membedakan fungsi pisau itu maka pasti kita berikan. Masalahnya, sekarang belum cukup syarat maka tak diberikan. Begipula dalam apa yang kita inginkan.
Menurut kita kuliah di luar negeri memang bagus, tapi siapa bisa memastikan saat pulang di sana kita bukan menjadi yang baik seperti sekarang. Allah ingin kita di sini, belajar di sini. Bukannya menikmati apa yang ada malah menyia-nyiakan di depan mata.