Terasa cepat waktu bergerak, rasanya baru kemarin menunggu detik-detik sidang isbat. Apa jadi tarawih di malam sabtu apa ditunda di malam minggu, karena posisi hilal belum muncul. Malam ini sudah saja kita menginjak hari ke empat ramadan.
Apa yang bisa pahami dan pelajari di hari ke empat ini?
Kalau aku, mencatat hal perginya saudara dari pihak kakek ke alam abadi. Kematian memang dari sejak alam azali adalah sebuah rahasia. Meski pun di beberapa kitab sudah dibahas, misalnya di kitabnya al-adzkar-nya Imam Qurtubi .
Di sana jelas disebutkan proses penciptaan makhluk sampai akhir manusia lenyap di muka bumi ini. Soal kematian pun gamblang dibahas, dari ciri seorang hamba akan wafat, tanda dan sesudah ruh keluar dari jasadnya. Seharusnya kenyataan ini tidak membuat kita kaget lagi soal mati.
Tetap saja, mati adalah rahasia. Namanya rahasia selalu penuh kejutan. Begitu yang kita alami terutama orang terdekat kita yang pulang. Kita bisa menyimpulkan proses kematian seseorang dan menerka-nerka, tapi percayalah, kita tetap tidak tahu seperti apa yang diraskan si almarhum.
Kalau kita ingat sabda nabi, telah aku tinggalkan dua nasihat yang bicara dan tidak bicara. Kalau saja dua hal ini kita perhatikan maka kita akan selamat. Apa dua hal ini? Nasihat yang bicara itu al-Qur'an dan yang tidak bicara itu kematian. Tidak perlu penulis jabarkan panjang soal ini, dua nasihat ini sangat jelas.
Cuma di kita, jamak ketika membicarakan kematian maka terbayang-bayang ketakutan, kengerian, dan hal super horror. Kita pun takut mati dan kematian seolah mati adalah pucuk kebengisan. Tidak salah sih kita takut kematian, kalau itu membuat kita lebih sadar diri.
Namun saudaraku, bukan kematian yang harus kita takutkan. Takut atau tidak kita, mati adalah kepastian. Fokusnya, bukan pada dicabutnya nyawa di jiwa dan berhenti jantung berdetak di fisik kita itu. Harusnya kita pikirkan sudah sebanyak apa amal baik kita sebagai bekal di sana dan seberapa berkualitas amal tersebut.
Banyak itu perlu, lebih perlu lagi ialah kualitasnya. Misalnya, ketika sedekah apakah sudah benar dan ikhlas. Apa ukuran ikhlas itu, Nurani kita nanti yang menjawabnya. Tidak usah kita ributkan, sejatinya jiwa kita tahu, maka amal kita yang benar tujuannya dan mana yang sekedar cari pujian belaka. Begipula di ibadah dan amal lainnya.
Ketika memikirkan kematian dan merenungkan peristiwa kematian di sekitar kita, maka bayangkanlah kalau kita si jenazah tersebut. Apa yang kita lakukan dan katakana menyaksikan orang sekitar kita. Ada yang menangis tidak rela kehilangan kita, itu biasanya orang yang tercinta. Ada yang menangisi kita, Cuma sekejap saja, selebihnya ya sudah, toh sudah takdir. Itu orang dekat sama kita tapi tidak dengan hatinya.