Apalagi kalau kita konten-konten media yang bernuansa perdukunan, entah yang berkedok agama maupun yang tak berkedok apa-apa. Di sini perlunya semangat literasi tetap digaungkan. Artinya, ada sikap kita mau membaca dan menelaah sumber yang kita tonton agar tidak tersasar.
Seperti dalam konteks perginya bapak yang menyisakan tanya dan heran, maka tak usah dipenjang apalagi sampai melahirkan asumsi-asumi semu. Aku hanya ingat satu ayat di kitab suci ya bunyinya: faidajaa aajaluhum laa yasta hirunaa sa'atan walaa yastaqdimunn. Artinya, hanya Allah yang Maha Tahu. Ketika datang ajal kepada seorang hamba maka tak bisa ia menyegerakan dan melambatkannya.
Ayat ini jelas menjelaskan, kematian ialah hal gaib. Ia tak perlu sebab dan alasan ketika hadir meski pun secara hukum akal harus ada sebab di baliknya. Mati adalah kepastian. Kita tidak tahu kapan, di mana dan seperti apa kita mati tapi yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan amal baik plus ikhlas untuknya.
Karena menurut ulama, seseorang akan mati seperti apa yang biasa ia lakukan. Kalau kebaikan yang ia lakukan, pikirkan dan wirid maka itu pula akan jadi penutup hidupnya di dunia. Begitupula kalau keburukan jadi kebiasaanya, maka bertobatlah selagi ada kesempatan, karena sehari 7x malaikat menengok kita. Wallahu'alam. (***)
Pandeglang, 27 Februari 2025 Â 11.04
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI