Dalam refleksi ini, kita diajak untuk kembali menanamkan adab sebagai fondasi ilmu. Tawadhu’, seperti dikatakan oleh Imam Syafi’i, adalah syarat diterimanya ilmu. Maka, pemuda masa kini seharusnya menjadikan ilmu bukan sebagai alat pamer, tetapi sebagai cahaya untuk menuntun langkah, dengan bimbingan ulama dan penuh kesantunan.
4. Belajar dari Ulama, Bukan Mengejeknya
Realita bahwa sebagian pemuda hari ini lebih cepat mengomentari daripada mengaji, lebih senang berdebat daripada menyimak, menjadi keprihatinan bersama. Padahal Rasulullah ï·º bersabda:
"Bukan dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak ulama." (HR. Ahmad)
Mengolok ulama adalah tanda kekeringan jiwa. Sebab mereka adalah waratsatul anbiya’, pewaris Nabi dalam hal ilmu dan keteladanan. Menghormati mereka bukan bentuk kultus, melainkan bentuk menjaga rantai cahaya kebenaran.
Sebagai penulis yang fakir ilmu dan penuh keterbatasan, saya menyadari bahwa tulisan ini belum sepenuhnya mampu menggambarkan kedalaman makna wasiat agung Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Namun dengan segala kerendahan hati, izinkanlah tulisan ini menjadi pengingat kecil bagi diri saya pribadi, dan semoga pula menjadi lentera bagi siapa pun yang membacanya.
Di tengah derasnya arus zaman, mari kita renungi bait demi bait warisan ulama, bukan sekadar sebagai puisi nostalgia, tetapi sebagai petunjuk arah kehidupan. Sebab generasi yang lupa pada nasihat ulama adalah generasi yang kehilangan kompas moralnya.
Akhirul kalam, semoga Allah SWT senantiasa menuntun langkah kita menuju akhlak yang mulia dan ilmu yang membumi. Wallahu a'lam bish-shawab.
Referensi Ilmiah: