Ia memaksaku turun dan duduk di kursi penjual bakso yang ada di situ. Dua mangkok bakso pun datang ke hadapan kami.
Aku yang memang lapar diminta makan. Takut dan lapar, membuatku pasrah, mungkin setelah dikasi makan barulah Aku dipenjara.
Sambil makan bakso, Ustadz itu membuka pembicaraan. Ia banyak bertanya tentangku. Setelah selesai makan ternyata aku disuruh naik boncengan lagi.
Lalu kami mampir ke sebuah mini market, Ustadz muda itu menyuruhku mengambil apa saja yang aku butuhkan. Beras, gula, minyak goreng, mi instan, telur, sabun mandi, sikat gigi dan sebatang coklat impianku. Aku ditraktir oleh Ustadz.
Lalu kami pulang, namun aku tak langsung diantar ke rumah.
Ustadz itu memintaku untuk mencuci motornya dulu, barulah aku dibolehkan pulang.
Jika tidak mau dipenjara, aku harus berjanji agar setiap ashar, kami bertemu di mesjid lalu aku harus ikut pulang ke rumahnya sampai maghrib.
Aku dan Ust semakin akrab. Bahkan beberapa kali aku bermalam di rumahnya.
Aku pun tak lagi mencuri.
Banyak sekali pekerjaan yang harus ku selesaikan. Upah yang diberikan Ustadz jauh lebih banyak dibandingkan hasil curian.
Mengapa ust begitu baik, tidak seperti orang lain yang memakiku dan memandang jijik pada aku dan ibu lumpuhku yang miskin? Sang Ust hanya menjawab sambil tersenyum bahwa ia melakukan semuanya untuk mengubah diriku agar melupakan kebiasaan buruk yang sering kulakukan. Ia memang sengaja membuat diriku berkesan dengannya sehingga aku berhasil tidak mencuri lagi.