Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saling Menasihati untuk Kebenaran dan Kesabaran

7 Agustus 2022   10:21 Diperbarui: 7 Agustus 2022   10:29 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasihat (kompas.com)

"Watawa saubil haq watawa saubil sabr," kalimat ini terngiang-ngiang di kepalaku. Kalimat yang terdapat dalam surah Al-Asr ini memang sering kita dengar. Kalimat yang memiliki arti, "saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran," ini memang memiliki arti yang sangat dalam.

Biasanya, kalimat ini digunakan untuk mengajak kita untuk saling menasihati. Nasihat memang penting untuk dilakukan. Ibu menasihati anaknya, guru menasihati siswanya. Nasihat menjadi senjata utama dalam mendidik. Nasihat menjadi cara termudah dalam mendidik.

Bagi pendidik seperti kami, nasihat memang seyogyanya menjadi jalan yang kami titi sehari-hari di sekolah. Dalam prosedur mendidik, nasihat menjadi bagian penting yang mesti dikedepankan. Nasehat adalah metode kasih sayang untuk menyampaikan sesuatu kepada siswa.

Kita terkadang terjebak dalam perangkap kalimat, "hanya yang melakukan kesalahan harus dinasihati." Nasihat semestinya tidak hanya ditujukan ketika ada kesalahan yang dilakukan. Nasihat juga penting diberikan dalam rangka memberikan motivasi, pemahaman akan sesuatu, dan juga pencegahan akan hal buruk yang mungkin bisa terjadi.

Nasihat ini juga yang saya dapatkan dari sebuah artikel yang berjudul Beradab di Segala Dunia. Artikel ini yang kami bahas dalam diskusi rutin mingguan para pendidik di sekolah kami. Artikel ini kami dapatkan dari segmen pendidikan di Majalah Mata Air, majalah yang selalu memberikan hidangan bernutrisi bagi cakrawala pemikiran kami sebagai pendidik.

Dalam artikel, dibahas tentang kemajuan teknologi, terutama penggunaan gawai, yang telah menjadi peradaban baru. Peradaban yang menyuguhkan dua dunia, dunia nyata dan dunia maya. Bagi sang penulis artikel, sejatinya agama bisa dijadikan sokoguru dan modal dalam menghadapi peradaban teknologi yang berkembang dengan pesatnya.

Sejak datangnya pandemi, dan diikuti dengan pembelajaran daring yang berkepanjangan dan menjadi keharusan, para pendidik dilanda kegelisahan. Gelisah untuk mencari titik keseimbangan dalam mengatur penggunaan teknologi. Di satu sisi teknologi sangat diperlukan untuk menopang pendidikan, di sisi lain teknologi terus memberikan dampak buruk dalam kehidupan siswa.

Tak sedikit siswa yang akhirnya tersinyalir mengidap kecanduan teknologi, sebuah penyakit baru yang sangat mengkhawatirkan. Bagi penderita, hidupnya tak bisa lepas lagi dari alat yang bernama gawai. Seolah hidup hanya seputar layar sentuh yang ada di genggaman tangannya. Interaksi sosial hanya terjadi di dunia maya, yang terkadang bisa memunculkan kesenangan semu dibalut kesendirian.

Media sosial menjadi trending tersendiri dengan segala aspek negatif yang ada di dalamnya. Cyberbullying dan konten tak senonoh menjadi tantangan tersendiri untuk ditangani. Belum lagi permasalahan games, yang masih menjadi salah satu problematika bagi kebanyakan siswa.

Di tengah banyaknya hal yang perlu diperhatikan para pendidik,terkadang mereka mengalami fase kemunduran motivasi. Jenuh dalam menghadapi realita yang terjadi dalam dunia pendidikan. Bahkan, tak sedikit mereka yang akhirnya menyerah, sehingga menutup mata akan problematika yang dihadapi, tanpa memikirkan solusi. Akhirnya, permasalahan menjadi berlarut-larut dan semakin sulit untuk dipecahkan, bak benang kusut yang tak memiliki ujung.

Ketika hal ini terjadi, kalimat watawa saubil haq watawa saubil sabr, seolah muncul menjadi obat mujarab untuk mengatasi itu semua. Ada dimensi lain dari kalimat ini yang bisa dijadikan pemantik  bagi para pendidik untuk terus menggelorakan semangat mendidik generasi.

Pertama, kalimat ini mengajak kita untuk yakin seyakin-yakinnya akan kebenaran yang kita ajarkan. Jika yang kita sampaikan adalah kebenaran, maka tak ada ruang bagi kita untuk mundur dan menutup mata. Kebenaran adalah salah satu nilai tertinggi yang dijunjung dalam kehidupan. Tak semestinya kita mengabaikannya, atau juga tak memiliki kekuatan untuk menegakkannya.

Jika kita yakin akan kebenaran atas perasaan, pemikiran, ucapan, dan sikap yang kita miliki, maka segala halangan, rintangan akan terasa ringan untuk kita lewati. Tak ada yang bisa menggoyahkan motivasi kita untuk mengusung kebenaran dalam kehidupan kita dan siswa kita.

Kedua, kalimat ini mengajarkan kita untuk bersabar. Sabar bukanlah perkara mudah untuk dilakukan. Sabar menuntut adanya kekuatan. Kekuatan diri dan hati untuk menahan gempuran segala sesuatu yang tidak kita inginkan.

Tantangan dalam mendidik menguji kesabaran kita. Jika kita lulus, maka kita akan menjadi seorang pahlawan kesabaran yang memiliki potensi untuk mengatasi segala macam problematika dalam mendidik. 

Dengan kesabaran akan terbentuk sistematika yang jelas dalam mencarikan solusi setiap permasalahan. Yang lebih penting lagi, kesabaran juga akan menumbuhkan konsistensi dalam menyelesaikan setiap tantangan yang ada.

Ketiga, kalimat ini menyadarkan kita bahwa kita tidak sendiri dalam menghadapi semua tantangan yang ada. Kata "saling" dalam kalimat ini, menunjukkan adanya sesuatu yang dilakukan bersama-sama. Bersama-sama akan membentuk kebersamaan sebagai ruh yang akan menggerakkan diri menjawab tantangan dalam mendidik.

Saling menguatkan, tolong-menolong, bahu-membahu, dan saling berbagi menjadi kekuatan maknawiyah bersama. Kekuatan maknawiyah bersama yang memiliki nilai kekuatan berlipat ganda dibandingkan kekuatan yang kita miliki sebagai seorang individu.

Dengan kebersamaan dan kekuatan maknawiyah bersama yang besar, masalah yang besar akan terasa kecil, yang berat akan terasa ringan, yang sulit akan terasa mudah. 

Tak dinyana, kalimat watawa saubil haq watawa saubil sabr memiliki kedalaman makna jika kita mau memikirkan dan menggalinya lebih dalam. Bukan hanya sekedar nasihat, kalimat ini memiliki nilai kebenaran, kesabaran, dan kebersamaan yang patut kita renungi. 

Alhasil, jika kita mampu memahami hal ini semua secara komprehensif, maka takkan ada permasalahan yang tidak bisa kita selesaikan. Justru, setiap permasalahan akan menjadi wadah untuk kita belajar untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi kedepannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun