Namun sayangnya, informasi yang diberikan terkadang membuat masyarakat menjadi bingung dan membuat terjadinya berbagai macam tafsiran di masyarakat.
Misalnya saja, pidato pengantar rapat terbatas Presiden Jokowi bersama para menteri dan gubernur, Rabu (06/01), ada yang menafsirkannya berbeda.Â
Ada yang menafsirkan bahwa dalam pengantar tersebut terdapat peringatan kemungkinan diterapkannya lockdown lantaran kasus Covid-19 yang tak kunjung membaik.Â
Realitanya, pemerintah belum berani melakukan lockdown. Yang diputuskan justru adalah dikeluarkannya aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali melalui instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021.Â
Jika ditilik, aturan ini rasanya tak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).Â
Menurut Airlangga Hartarto, ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam wawancara di Kompas TV, istilah PPKM adalah bagian dari PSBB.Â
Secara hukum namanya tetap PSBB. Istilah PPKM digunakan untuk menyelaraskan antara gas dan rem dalam kegiatan ekonomi di masyarakat, yakni pembatasan yang lebih ketat pada kegiatan-kegiatan tertentu.[3]
Setelah saya cermati, saya memahami poin dan maksud pernyataan Airlangga Hartarto tersebut. Menurut saya pemerintah cenderung mengambil jalan tengah antara lockdown dan PSBB.Â
PPKM itu ibarat PSBB yang lebih difleksibelkan. Intinya, dengan adanya PPKM pemerintah akan lebih leluasa untuk memainkan gas dan rem dalam menangani Covid-19.Â
Bagaimana dengan lockdown? Dengan keluarnya aturan ini, rasanya lockdown belum menjadi pilihan yang akan diambil pemerintah.Â
Namun, sebaiknya masyarakat memahami dan melakukan persiapan seandainya lockdown jadi diterapkan. Pemerintah juga seharusnya memberikan informasi yang jelas terkait semua kemungkinan kebijakan yang akan diambil sehingga tidak membuat bingung masyarakat.