Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reshuffle Kabinet di Hari Ibu, Menilik Polemik di Masyarakat

23 Desember 2020   13:33 Diperbarui: 23 Desember 2020   13:34 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reshuffle Kabinet (ANTARA FOTO/LAILY RACHEV via kompas.com)

Kemarin (22/12/2020) diperingati sebagai Hari Ibu. Setiap tahun, saya mengamati bagaimana orang-orang merayakan Hari Ibu dengan berbagai macam caranya.

Banyak hal-hal menarik dilakukan, seperti membuat puisi, lagu, mengirim bunga, kue, kartu ucapan, maupun sekedar mengucapkan "Selamat Hari Ibu," kepada para Ibu di seluruh Indonesia.

Polemik Peringatan Hari Ibu

Tahun ini, ada dua hal baru yang saya pahami tentang peringatan Hari Ibu ini. Pertama, peringatan Hari Ibu itu ternyata lebih tua dari usia Republik ini. Hari Ibu sudah memasuki peringatan Hari Ibu yang ke-92 tahun ini. Ini disebabkan karena peringatan Hari Ibu diambil untuk mengenang momentum tanggal 22 Desember 1928, kala pertama kalinya digelar Kongres Perempuan Indonesia. 

Kedua, saya baru tahu ternyata peringatan Hari Ibu itu menuai polemik di masyarakat. Ada beberapa masyarakat yang tidak setuju diperingatinya Hari Ibu. Argumennya adalah bahwa Hari Ibu disalah artikan sebagai hari dimana seorang anak seharusnya menunjukkan baktinya kepada ibunya. 

Menurut pendapat masyarakat yang tidak setuju, berbakti kepada Ibu itu tidak seharusnya diperingati, apalagi ditentukan harinya. Berbakti kepada Ibu, lebih luasnya kepada orang tua, seharusnya sudah menjadi kewajiban seorang anak setiap harinya. Peringatan Hari Ibu adalah budaya barat yang terasa tidak sesuai dengan budaya kita. Belum lagi jika kita memikirkan perasaan anak-anak yatim yang sudah tidak mempunyai Ibu, pastinya bagi mereka Hari Ibu bisa menjadi sangat menyedihkan.

Bagi masyarakat yang setuju, argumennya beda lagi. Mereka menganggap memperingati Hari Ibu di tanggal 22 Desember tidak berarti hanya di hari itu saja mereka berbakti, yang ingin mereka angkat adalah momen peringatannya. 

Toh sebenarnya, tanggal 22 Desember hanyalah sebuah simbol. Simbol untuk memperingati keberadaan perempuan di negara kita. Perempuan yang diidentikkan dengan seorang Ibu.

Selama pemerintah masih menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, polemik di masyarakat tak akan pernah usai. Sebenarnya, hal ini tidak mesti dijadikan polemik yang serius. Kedua argumen memiliki kebenarannya masing-masing. Intinya, kita bisa ucapkan "Selamat Hari Ibu," bagi yang merayakannya. Bagi yang tidak, tak perlu dipermasalahkan.

Polemik Reshuffle Kabinet

Kemarin, selain negara kita memperingati Hari Ibu, ada peristiwa penting juga yang terjadi. Presiden kita mengumumkan adanya reshuffle kabinet Indonesia maju. 

Sama halnya dengan peringatan Hari Ibu yang menuai polemik, reshuffle kabinet itu selalu menuai polemik di masyarakat, ada yang setuju, ada yang tidak. Polemik sudah mulai ada sebelum pengumuman reshuffle kabinet, dan pastinya akan ada polemik juga setelah diumumkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun