Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musibah Lidah

21 November 2020   14:26 Diperbarui: 21 November 2020   14:32 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menjaga Lisan (Foto: The Economist) 

"Musibah lidah" itu tema acara bincang santai saya dan teman-teman minggu ini. Bincang santai adalah acara ngobrol rutin yang kami lakukan. Biasanya kami adakan di malam hari sambil melepas lelah setelah bekerja.

 Sekilas saya bingung, apa yang dimaksud dengan tema "musibah lidah". Biasanya tema yang sering diperbincangkan pada acara-acara diskusi itu "menjaga lisan." Tema "Musibah lidah" terasa kaku di lidah.

Mendengar tema ini saya teringat sebuah ungkapan, "Mulutmu harimaumu." Karena harimau hewan buas, mungkin saja bisa membawa bencana, musibah. Mungkin itu yang dimaksud musibah pada tema diskusi ini. Musibah yang disebabkan oleh lidah yang tak dapat dijaga.

Terlepas dari tanda tanya mengenai tema diskusi, saya mencatat beberapa poin ketika mendengarkan diskusi dan obrolan kami. Ketika saya renungi, memang poin-poin yang dibahas berkisar tentang permasalahan menjaga lisan.

Poin pertama, dalam diskusi dikatakan, "Banyak berbicara merupakan penyakit yang bersumber dari ketidakseimbangan ruh dan akal." Dari poin ini sangat jelas dikatakan bahwa banyak bicara itu tidak baik, diibaratkan sebagai penyakit.

Banyak bicara disini maksudnya adalah banyak bicara yang berlebihan, banyak bicara yang tak jelas juntrungannya. Bicara dengan tidak memiliki isi dan makna yang jelas dan berbobot. Bicara yang hanya mengedepankan banyaknya saja. 

Semakin banyak bicara, semakin banyak kesalahan.Banyak bicara bukan berarti bertambah jelas maksud dari apa yang dibicarakan. Terkadang banyak bicara justru semakin sesuatu tidak jelas.

Orang yang pintar cenderung tidak banyak bicara, lebih banyak memberi kesempatan kepada orang lain yang dianggapnya lebih memiliki kapasitas untuk bicara. Tujuannya, supaya dia bisa juga belajar dari orang tersebut. Karena inilah dia menjadi pintar, lebih banyak belajar daripada bicara.

Sungguh merugi, jika kita memiliki seorang ahli akan sebuah bidang ditengah-tengah kita tetapi tidak diberikan kesempatan berbicara, karena kita terlalu banyak bicara. Dan juga, memaksakan diri berbicara didepan seorang yang ahli juga menjadi sebuah kekonyolan yang justru akan merugikan diri sendiri, bahkan bisa merugikan juga orang lain.

Poin kedua, "Sedikit berbicara dan banyak mendengar merupakan tanda-tanda keutamaan dan kesempurnaan." Kata mendengar disini menjadi kuncinya, jika ingin benar-benar memahami poin ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun