Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Sampai Ada Korban di Hari Raya Kurban

31 Juli 2020   09:50 Diperbarui: 31 Juli 2020   09:41 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Setelah Idul Fitri kita rayakan di rumah saja, Idul Adha pun tak beda. Pandemi yang berkepanjangan membuat kita harus menjaga jarak. Orang-orang sudah banyak yang jenuh dan mulai melakukan adaptasi kenormalan baru. Kami masih bertahan. Mengikuti anjuran untuk di rumah saja.

Pagi ini pun shalat Idul Adha kami lakukan di rumah. Tanpa khutbah dan tanpa ada riuhnya suara jemaah sahut menyahut mengumandangkan takbir. Hari raya yang buruk. Mungkin kata itu pas untuk menggambarkan situasi ini. Tetapi itu semua sama sekali tidak mengurangi semangat kami beribadah. Bukankah tujuan ibadah adalah meraih ridhaNya? Jadi tak masalah apapun suasananya.

Kebaikan atau Ketakutan

Kata seorang teman, Allah menciptakan manusia dengan dua mata. Mata kanan untuk melihat kebaikan, mata kiri untuk melihat ketakutan. Jika kau tutup mata kirimu, maka kau tidak akan takut dalam melaksanakan kebaikan. Virus tak akan membuatmu takut untuk ke masjid melaksanakan shalat ied. Jika kau tutup mata kananmu, maka kau akan ketakutan. Takut untuk melakukan kebaikan. Takut untuk berkegiatan diluar.

Apakah kita harus memandangnya seperti itu? Bagi saya, jalan tengahlah solusinya. 

Bukankah agama kita selalu mengajarkan kita keseimbangan bukan? Keseimbangan dunia dan akhirat, keseimbangan jasmani dan ruhani dan keseimbangan dalam mengambil keputusan.

Bagi yang memutuskan untuk beribadah di rumah bukan berarti mereka tidak melihat kebaikan dan selalu ketakutan. Mereka berpikir bahwa di zaman ini berdiam di rumah, itulah kebaikan yang utama. Sebaliknya bagi yang memutuskan ke masjid pasti juga sudah melakukan pertimbangan. Pertimbangan resiko yang bisa diminimalisir dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Ya, jangan sampai hari yang mulia ini, hari yang penuh berkah ini justru akan membawa korban baru. Jangan sampai tempat ibadah kita menjadi klaster baru penularan. Jangan sampai niat baik kita justru menjadi bumerang buat kita dan keluarga.

Saya sangat mengapresiasi para panitia masjid yang telah berusaha semaksimal mungkin untuk menerapkan protokol kesehatan untuk ibadah. 

Itu memang hal yang seharusnya dilakukan agar ibadah bisa lebih aman dan jamaah pun tidak dirundungi kekhawatiran.

Yang penting adalah kita harus saling menghormati. Jangan dikucilkan maupun dilihat dengan pandangan yang miring bagi mereka yang mau beribadah di rumah, juga sebaliknya. Karena pada hakikatnya semua ingin melakukan kebaikan dengan sudut pandang mereka masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun