Malam semakin larut dan bulan terlihat menerang. Aku masih mencari sahabat-sahabatku. Aku lelah jika aku harus menghadapi si perempuan bergaun merah satin itu dan celotehannya lagi. Lebih baik aku menghadapi tumpukan-tumpukan kertas-kertas sampai lembur daripada harus bertemu dengannya lagi.
Tiba-tiba sebuah tangan memegang sikuku. Sesosok pria berwajah tampan tepat dihadapanku.
"Hai, Riana." Yang satu ini, tidak seperti perempuan bergaun merah satin, aku mengingat namanya. Bob.
"Eh, Bob, apa kabar?"
Dia mengangguk. "Sendirian aja, Ri?"
"Mestinya ada anak-anak yang lain sih tapi dari tadi aku belum ketemu mereka."
"Oh, yaudah kita barengan aja yuk."
Dan tiba-tiba aku dan Bob sudah duduk bersama. Dia banyak menceritakan tentang kehidupan karirnya yang sedang bagus-bagusnya. Beberapa minggu yang lalu, Bob masih seorang Staf Senior bagian Marketing di suatu perusahaan developer ternama. Kini dia telah menjadi Manajer Marketing. Tidak hanya itu, kemarin dia baru saja mendapatkan penghargaan sebagai manajer terbaik.
Aku sungguh senang mendengar kisah kesuksesannya. Tentu saja, bagaimana kau tidak suka dengan kesuksesan seseorang yang pernah singgah di hatimu? Meskipun hanya sesaat.
"Kamu kesini sendiri aja, Bob?" tanyaku mengubah topik.
"Iya, Ri." Jawabnya sambil tersenyum. Entah mengapa aku melihat ada yang tersembunyi di balik senyumnya itu.