Bercerita tentang seorang ayah yang bertemu dengan putrinya yang telah remaja setelah berpisah bertahun-tahun lamanya. Ada momen di mana sang ayah yang membawa sepeda memaksa anaknya untuk menaiki sepeda tapi si anak menolaknya. Hingga si anak akhirnya memberitahu sang ayah bahwa dia tidak bisa mengendarai sepeda.
Percakapan berikutnya sangat menyentuh hati. Si ayah berkata, "Anak seperti apa yang sudah remaja seperti ini tapi tidak bisa naik sepeda."
Dalam marahnya sang anak berkata, "Anak yang kau tanya adalah anak yang tak pernah didampingi oleh ayahnya saat kecil hingga dewasa yang tak pernah mendapat pelajaran apapun dari ayahnya."
Sang ayah termenung dan sadar akan kesalahannya. Kemudian mengajari anaknya bersepeda.
Tidak seperti film mengharukan tersebut. Aku adalah guru anakku dalam belajar bersepeda dari mulai awal sampai mahir dan aku pula yang selalu menyemangatinya agar tidak putus asa. Agar tak takut saat jatuh dan berani untuk bangkit kembali.
Dan ketika mulai beranjak remaja ia berkeinginan belajar mengendarai motor. Akulah yang dengan sabar mendampinginya hingga bisa walaupun aku masih tidak memperbolehkannya mengendarai jauh karena belum cukup umur.
Keterampilan berikutnya yang menular kepada pada putriku adalah bermain gitar. Walaupun belum mahir benar tapi sudah mulai lumayan baik dalam penguasaan kunci gitar dan memainkan beberapa lagu.
Jika ada yang bertanya kenangan apa yang ingin aku wariskan untuk bekal putriku bercerita. Aku akan menjawab. Aku ingin meninggalkan kenangan manis kebersamaanku dengannya agar ia dapat bercerita hal-hal baik tentang ayahnya kepada orang lain. Aku ingin ia mengetahui dan mengingat betapa sayangnya aku padanya.
Betapa aku selalu akan ada pada saat ia membutuhkan aku. Aku ingin menjadi figur ayah yang dapat ia teladani. Dalam hal peribadatan maupun tingkah laku sehari-hari. Mungkin tidak sempurna tapi aku ingin menjadi salah satu laki-laki terbaik yang pernah ia kenal sepanjang hidupnya kelak.
Tangerang, Oktober 2020
Mahendra Paripurna