Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hasil Riset tentang PR dan Pengaruhnya terhadap Siswa

23 Juli 2018   08:19 Diperbarui: 25 Juli 2018   21:20 16177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: en.wikipedia.org

Cheung & Leung-Ngai (1992) menyurvei 1.983 siswa di Hong Kong, dan menemukan bahwa PR menyebabkan tidak hanya menambah stres dan kecemasan, tetapi juga gejala gangguan fisik, seperti sakit kepala dan sakit perut.

Siswa dalam survei yang dihukum oleh orang tua atau guru dan diejek teman sebaya karena lupa mengerjakan atau menyerahkan PR memiliki insiden gejala depresi yang lebih tinggi. 2,2% siswa melaporkan bahwa mereka "selalu" memiliki pikiran untuk bunuh diri.

Sebuah studi mahasiswa Amerika tahun 2007 oleh MetLife menemukan bahwa 89% siswa merasa stres akibat PR. 34% melaporkan bahwa mereka "sering" atau "sangat sering" merasa stres karena PR. Stres terutama terlihat di kalangan siswa sekolah menengah. Akibatnya, siswa yang stres ini lebih mungkin untuk tidak tidur.

Kehidupan sehari-hari

PR dapat menyebabkan ketegangan dan konflik di rumah maupun di sekolah dan dapat mengurangi waktu luang keluarga dengan siswa. Dalam survei Cheung & Leung-Ngai (1992), kegagalan untuk menyelesaikan PR dan nilai siswa yang rendah di mana PR merupakan faktornya, berkorelasi dengan konflik yang lebih besar.

Beberapa siswa telah melaporkan guru dan orang tua sering mengkritik pekerjaan mereka. Dalam studi MetLife, siswa sekolah menengah melaporkan menghabiskan lebih banyak waktu menyelesaikan PR daripada melakukan tugas rumah. Kohn (2006) berpendapat bahwa PR dapat menciptakan konflik keluarga dan mengurangi kualitas hidup siswa.

Sallee & Rigler (2008), melaporkan bahwa PR mengganggu kegiatan dan tanggung jawab ekstrakurikuler siswa. Namun, Kiewra dkk. (2009) menemukan bahwa tidak banyak orang tua yang melaporkan PR sebagai pengalih perhatian dari kegiatan dan tanggung jawab anak-anak mereka. Galloway, Conner & Pope (2013) merekomendasikan studi empiris lebih lanjut terkait dengan aspek ini karena perbedaan antara pengamatan siswa dan orang tua.

***

Apa yang dipaparkan di atas bukanlah merupakan argumen untuk mengatakan bahwa PR tidak bermanfaat. Data-data tersebut menunjukkan fakta (di negara lain) bahwa PR masih menjadi polemik seperti halnya polemik di Indonesia yang sedang mencuat.

Di samping itu, data dan penemuan di atas dapat menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan di dalam pendidikan bahwa pembebanan PR harus melalui studi dan penelitian yang tepat. Sehingga target dan tujuan PR bisa diperoleh sebagaimana yang diharapkan oleh para pengelola pendidikan.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah, dalam membuat kebijakan atau keputusan yang menyangkut kepentingan publik dalam bidang pendidikan, hendaknya disertai dengan kajian dan analisa yang matang. Semua ini diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun