Malam katanya sunyi, sepi dan sendiri. Itu jika yang dimaksud malam ketika menginginkan kesepian, kesunyian dan kesendirian. Pada dasarnya siang atau malam sama saja untuk pikiran.
Pikiran tidak mengenal siang atau malam untuk bisa bekerja. Apa yang ada atau masuk ke dalamnya, serta merta diolah kemudian dibuat ruwet entah mengapa. Keruwetan yang sekilas untuk mencapai satu solusi dari persoalan.
Atau juga keruwetan untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan. Prosesnya tidak mudah untuk dijelaskan. Tiba-tiba satu pikiran muncul sebagai jawaban. Namun sedetik kemudian, pikiran mendapati jawaban tersebut memiliki lubang persoalan.
Lalu jawaban yang tadinya menjadi jawaban ternyata menjelma menjadi persoalan. Dalam keadaan seperti itu, apakah jawaban tadi bisa disebut jawaban atau justru persoalan?
***
Ketika perut terasa lapar keroncongan, pikiran mengatakan harus makan untuk menghilangkan masalah keroncongan (lapar) tersebut. Sejenak kita membenarkan akan jawaban sementara itu.
Tetapi kemudian jika muncul pikiran dalam bentuk pertanyaan lagi; bagaimana aku dapat makanan, lha wong ini sudah larut malam. Hanya ada suara jangkrik berbunyi di sawah dan kodok yang bernyanyi di selokan?
Maka makan yang tadinya menjadi jawaban untuk masalah lapar seketika berubah menjadi masalah untuk dicarikan jawabannya. Lalu yang mana sebenarnya yang jadi masalah, yang mana yang jadi jawaban?
Contoh lagi, bagi si A, rekreasi adalah jawaban dari kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari yang membosankan. Tetapi bagi si B, ia adalah masalah. Bagaimana bisa rekreasi jika tidak punya uang?
***
Tampaknya perselisihan pendapat juga demikian. Sering terjadi di saat satu jawaban bagi orang tertentu tapi justru malah jadi masalah bagi orang lain. Lalu apakah ada satu jenis masalah yang disepakati sebagai masalah sehingga ketika ditemukan jawabannya, jawaban tersebut juga disepakati sebagai jawaban?